A. Kitab Al Jami’
Al-Jami’, yaitu literatur hadis yang memuat bab dari berbagai dimensi
keagamaan, seperti aqidah, hukum, akhlak, sejarah, manaqib, bahkan juga
gambaran tentang akhir zaman.
1. Kitab Hadis Jamius Shahih karya Imam Bukhari
Dari sekian banyak karya Imam al-Bukhari, yang paling
terkenal di antaranya adalah kitab Sahih al-Bukhari. Judul lengkap kitab tersebut
adalah al-Jami’ al-Musnad al-Sahih al-Mukhtasar
min Umur Rasulillah wa Sunanih wa Ayyamih. Kitab ini disusunnya dalam
kurun waktu lebih kurang 16 tahun. Imam al-Bukhari mulai membuat kerangka
penulisan kitab tersebut pada saat ia berada di Masjidil Haram, Mekkah, dan
secara terus menerus dia menulis kitab tersebut sampai kepada draft terakhir
yang dikerjakannya di Mesjid Nabawi di Madinah.
Kitab tersebut berisikan hadis-hadis shahih
semuanya, berdasarkan pengakuan beliau sendiri, ujarnya : “Saya tidak
memasukkan dalam kitabku ini kecuali shahih semuanya.”
a. Jumlah Hadis
Para ulama berbeda pendapat mengenai jumlah Hadis yang
terdapat dalam Sahih Bukhari. Menurut penelitian Azami, ada 9.082
Hadis yang dimuat Imam al-Bukhari ke dalam kitab Sahih-nya,
dan apabila dihitung tanpa memasukkan Hadis yang berulang, maka jumlahnya
adalah 2.602 Hadis. Jumlah ini tidak termasuk di dalamnya Hadis Mauquf dan Hadis Maqtu’.
Sementara itu, menurut Ibnu Shalah dan Imam an-Nawawi, kitab ini memuat 7.275
buah Hadis, dengan adanya pengulangan, dan bila tidak diulang jumlahnya hanya
4.000 buah.
Dalam menyeleksi Hadis-hadis yang akan dimuat dalam kitabnya,
Bukhari sangat cermat dan teliti, sehingga dari 600.000 Hadis yang ia dapatkan
hanya 4.000 saja yang dimuat. Diriwayatkan bahwa karena kehati-hatiannya,
setiap kali hendak menulis Hadis al-Bukhari selalu mandi dulu dan shalat
istikharah dua raka’at untuk meyakinkan bahwa Hadis yang akan ditulisnya itu
benar-benar Sahih. Hal tersebut terlihat dari pernyataan al-Bukhari sendiri,
sebagai berikut:
(Ibrahim
berkata: “Saya mendengar dia (Bukhari) berkata: Saya tidak masukkan ke dalam
kitab Sahihku kecuali Hadis yang sahih”
Muhammad
ibn Ismail (al-Bukhari) berkata:” Aku tidak akan memasukkan satu Hadis pun
kedalam kitab sahihku kecuali setelah aku mandi dan shalat dua rakaa’at
sebelumnya.”)
Menurut Bukhari, sebuah Hadis baru dikatakan sahih apabila
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1)
Perawinya harus Muslim, sadiq, berakal sehat, tidak mudallis, tidak mukhtalit, adil, sehat panca indra, tidak suka ragu-ragu
dan memiliki ‘itikad yang baik dalam meriwayatkan Hadis;
2)
Sanadnya bersambung sampai kepada Nabi saw; dan
3)
Matannya tidak syaz dan tidak mu’allalah
Selain memiliki kualitas pribadi seperti tersebut diatas,
menurut Bukhari, perawi Hadis harusmu’asirah (satu masa), liqa’ (bertemu) dan subut simaihi (mendengar langsung secara pasti) dengan gurunya.
Berdasarkan hal diatas maka Imam Bukhari adalah seorang ulama
yang paling ketat dalam mengajukan syarat-syarat kesahihan sebuah Hadis, dan ia
juga sangat teliti dalam meriwayatkan Hadis, sehingga para ulama Hadis
belakangan menempatkan kitab Sahih Bukhari pada peringkat yang pertama dalam
urutan kitab-kitab yang muktabar.
b.
Penilaian Ulama Hadis
terhadap kitab Sahih Bukhari
Telah menjadi kesepakatan ulama dan umat Islam bahwa kitab Sahih al-Bukhari adalah kitab yang paling
otentik dan menduduki tempat terhormat setelah Alquran. Diantara para ulama
yang mengemukakan demikian adalah Ibnu Salah, beliau mengemukakan, kitab
yang paling otentik sesudah Al-Quran adalah Sahih Bukhari dan Sahih Muslim.
Akan tetapi sebahagian kecil dari ulama, seperti Abu Ali al-Naisaburi, Abu
Muhammad ibn Hazm al-Zahiri dan sebahagian ulama Maghribi mengunggulkan Sahih
Muslim daripada Sahih
Bukhari, yaitu alasan keunggulan Sahih Bukhari dariSahih
Muslim adalah pada
keunggulan pribadi Imam Bukhari dari Imam Muslim, dan ketaatan Bukhari dalam
memilih perawi daripada muslim.
Meskipun dinilai paling otentik setelah Alqur’an dan
menduduki tempat terhormat, kitab Sahih Bukharitetaplah buah
karya manusia yang tidak pernah luput dari kritik. Sahih
Bukhari mendapat
kritik, baik dari segi sanad maupun matannya, baik dikalangan ulama sendiri
maupun orang non Muslim.
Daruqutni dan Abu Ali al-Ghassani dari ulama masa lalu,
menilai bahwa sebagian Hadis-hadis Bukhari adalah da’if karena adanya sanad yang terputus dan
dinilai dari segi ilmu Hadis sangat lunak. Daruquthni dalam kitabnya Al-Istidarakat mengkritik ada 200 buah Hadis
dalam Sahih Bukhari dan Sahih Muslim. Menurut
Imam Nawawi kritikan itu barawal dari tuduhan bahwa dalam Hadis-hadis tersebut
Bukhari tidak menepati dan memenuhi persyaratan yang ia tetapkan. Kritik
Daruqutni berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sejumlah ahli Hadis yang
justru dinilai dari segi ilmu Hadis sangat lunak, karena berlawanan dengan
kriteria jumhur ulama. Sementara Daruqutni menyoroti sanad dalam arti rangkaian
perawi Hadis, para ahli lain menyoroti pribadi perawinya. Dari kajian tentang
sanad, Daruqutni mendapatkan adanya sanad yang terputus, karenanya Hadis itu
dinilaida’if. Namun,
Setelah diteliti ternyata Hadis yang dituduh Mursal itu terdapat diriwayat lain, sementara
riwayat yang terdapat dalam Sahih Bukhari tidak terputus. Pencantuman
sanad yang mursal itu dimaksudkan sebagai pembuktian
bahwa Hadis tersebut diriwayatkan pula oleh penulis Hadis lain dengan sanad
yang lain juga. Periwayatan semacam ini dalam ilmu Hadis disebut Hadis syahid atau Hadis muttabi’.
Sebagian ahli Hadis lain berpendapat ada beberapa perawi
dalam Sahih ini
tidak memenuhi syarat untuk diterima Hadisnya. Ibn Hajar membantah pendapat
ini, tidak dapat diterima kecuali perawi-perawi itu terbukti jelas mempunyai
sifat-sifat atau hal-hal yang yang menyebabkan Hadisnya ditolak. Setelah
diteliti ternyata tidak ada satu perawi pun yang mempunyai sifat-sifat dan perbuatan
seperti itu. Syeikh Ahmad Syakir berkomentar, seluruh Hadis Bukhari adalah
sahih. Kritik Daruqutni dan lainnya hanya karena beberapa Hadis yang ada tidak
memenuhi persyaratan mereka. Namun, apabila Hadis-hadis itu dikembalikan kepada
persyaratan ahli Hadis pada umumnya, semuanya sahih.
Ulama kontemporer, seperti Ahmad Amin dan Muhammad
al-Ghazali, juga mengajukan kritik terhadap Hadis Bukhari. Ahmad Amin
mengatakan, meskipun Bukhari tinggi reputasinya dan cermat pemikirannya, tetapi
di masih menetapkan Hadis-hadis yang tidak sahih ditinjau dari segi
perkembangan zaman dan penemuan ilmiah, karena penelitiannya terbatas pada
kritik sanad saja. Di antara Hadis yang dikritiknya adalah tentang “ seratus
tahun lagi tidak ada orang yang masih hidup di atas bumi”. Dan “ Barang siapa
makan tujuh kurma ajwah setiap hari, ia akan selamat dari
racun maupun sihir pada hari itu sampai malam”.
c.
Sistematika Pembahasan
Hadis-hadis yang terdapat dalam Sahih Bukhari dikelompokkan
berdasarkan topik-topik tertentu yang tersusun dalam beberapa kitab dan bab.
Jumlah Hadis dalam setiap kitab dan bab bervariasi. Pada satu bab bisa memuat
Hadis yang banyak, namun pada bab yang lain bisa hanya memuat satu atau dua
Hadis saja. Bahkan pada beberapa bab hanya berisi ayat-ayat Al-Quran saja tanpa
satu pun Hadis didalamnya, atau hanya terdapat judul bab tanpa ada satu pun
Hadis maupun ayat-ayat Alquran di dalamnya, untuk memudahkan baginya menemukan
Hadis sesuai dengan bab tersebut pada suatu saat.
Isi kitab Sahih al-Bukhari dibagi ke dalam lebih dari 100
bagian dan 3.450 bab. Dimulai dari pembahasan tentang wahyu dan
ditutup dengan pembahasan tauhid. Dalam menyusun kitabnya al-Bukhari
menggunakan susunan dan topik-topik yang lazim digunakan dalam ilmu fiqih.
Hadis-hadis dipilah-pilah dan dikelompokkan berdasarkan bidang-bidang yang
menjelaskan bagian-bagian yang ada, dengan menyebutkan secara lengkap
sanad-sanadnya
1.
Metode dan sistematika
penulisannya adalah :
a)
Mengulangi
Hadis jika diperlukan dan memasukkan ayat-ayat Al-Quran
b)
Memasukkan
fatwa sahabat dan tabi’in sebagai penjelas terhadap Hadis yang ia kemukakan
c)
Menta’liqkan (menghilangkan sanad) pada Hadis yang diulang
karena pada tempat lain sudah ada sanadnya yang bersambung
d)
Menerapkan
prinsip-prinsip al-jarh wa at-ta’dil
e)
Mempergunakan
berbagai sigat tahammul
f)
Disusun
berdasar tertib fiqih.
2.
Teknik penulisan yang
digunakan adalah:
a) Memulainya dengan menerangkan
wahyu, karena ia adalah dasar segala syari’at
b) Kitabnya tersusun dari
berbagai tema
c) Setiap tema berisi
topik-topik
d) Pengulangan Hadis disesuaikan
dengan topik yang dikehendaki tatkala mengistinbatkan hukum.
d. Contoh hadis dalam kitab Sahih Bukhari
Berikut contoh Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Abdullah
Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari dalam
kitab Shahih Bukhari pada Hadis no. 1.
عن أمير المؤمنين أبي حفص عمر بن
الخطاب رضي الله عنه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول ” إنما الأعمال بالنيات
, وإنما لكل امرئ ما نوى , فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله
, ومن كانت هجرته إلى دنيا يصيبها و امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه ” (رواه
البخارى)
Dari Amirul Mukminin Abu Hafsh,
Umar bin Al-Khathab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : “Aku mendengar Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Segala amal itu tergantung niatnya,
dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Maka barang siapa yang
hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan
Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya itu Karena kesenangan dunia atau karena
seorang wanita yang akan dikawininya, maka hijrahnya itu kepada apa yang
ditujunya”.
2. Kitab Jamius Shohih
karya Imam Muslim
Kitab Shahih Muslim merupakan
kitab (buku) koleksi hadits yang
disusun oleh Imam Muslim (nama lengkap: Abul Husain Muslim bin
al-Hajjaj al-Naisaburi) yang hidup antara 202 hingga 261 hijriah. Ia
merupakan murid dari Imam
Bukhari.
Kitab Shahih Muslim diberi nama oleh
penulisnya dengan Al-Musnad al-Shahih.
a.
Jumlah Hadis
Jumlah hadis dalam kitab Shahih Muslim menurut para ahli hadis jumlahnya beragam. Hal itu
disebabkan oleh perbedaan cara penomoran. Menurut
penomoran al-Alamiyah, terdapat 5362 hadits dalam Shahih Muslim. Sedangkan
menurut Abdul Baqi, ada 3033 hadits. Perbedaan ini timbul karena penomoran
al-Alamiyah menghitung setiap sanad hadits sebagai satu hadits; sedangkan
penomoran Abdul Baqi menghitung setiap hadits yang serupa sebagai satu hadits,
walaupun hadits tersebut mempunyai beberapa sanad. Oleh sebab itu, jumlah
hadits menurut penomoran al-Alamiyah menjadi lebih banyak daripada menurut
Abdul Baqi.
Juga ada ulama yang menyatakan bahwa Kitab shahih ini
berisikan sebanyak 7.273 buah hadis, termasuk dengan yang terulang. Kalau
dikurangi dengan hadis-hadis yang terulang, tinggal 4.000 buah hadis.
Dari 4000 buah hadis telah
mencakup hadis-hadis dalam berbagai bidang keagamaan seperti : keimanan, hukum,
akhlak, tafsir, sirah, dan lain-lain. Oleh karena itu, para ulama menyebut
kitab Muslim ini dengan kitab al-Jami
Shahih.
b. Penilaian Ulama Hadis terhadap kitab Sahih Bukhari
Para ulama menyebut kitab
shahih ini sebagai kitab yang belum pernah didapati sebelum dan sesudahnya
dalam segi tertib susunannya, sistematis isinya, tidak berukar-tukar dan tidak
berlebih dan tidak berkurang sanadnya. Secara global kitab ini tidak ada bandingannya di dalam
ketelitian menggunakan sanad. Sementara alasan keunggulan Sahih Muslim daripada Sahih Bukhari lebih difokuskan kepada metode
dan sistematika penyusunannya, dimana Sahih Muslim lebih
baik dan lebih teratur sistematikanya dibandingkan Sahih Bukhari.
Telah diakui oleh jumhur
ulama, bahwa Shahih Bukhari adalah seshahih-shahih kitab hadis dan
sebesar-besar pemberi faedah, sedang shahih Muslim adalah secermat-cermat
isnadnya dan sekurang-kurannya perulangannya, seban sebuah hadis yang telah
beliau letakkan pada satu maudhu’, tidak lagi ditaruh di maudhu’/ bab yang
lain.
Al Hafidz Abu Ali An
Nisabury berkata : ”Di bawah kolong langit tidak terdapat seshahih kitab hadis
selain kitab Shahih Muslim ini”.
Berbeda dengan Imam Bukhari, Imam Muslim membuat sebuah tulisan
pendahuluan untuk kitabnya ini. Dari sinilah para ulama menemukan kriteria dan
pandangan imam Muslim berkenaan dengan hadis-hadis Nabi. Lebih jauh dapat
dijelaskan bahwa catatan pendahuluannya berisi penjelasan tentang pembagian dan
macam-macam hadis, hadis-hadis yang dicantumkan dalam shahihnya, keadaan para
perawi dan mungungkapkan cela-celanya, menerangkan pentingnya isnad, dan
lain-lain.
Dari penejelasan ini terlihat bahwa hadis-hadis yang dimasukan ke dalam
kitab Shahih-nya, adalah hadis-hadis yang memiliki alasan kesahihan yang kuat.
Di samping itu, ia juga menyatakan bahwa hadis-hadisnya sebagiannya disepakati
oleh para ulama.
Dari penelitian yang dilakukan terhadap hadis-hadisnya, imam muslim
menggunakan kriteria yang dipakai dalam dalam menentukan kesahihan, yaitu:
sanad bersambung, perawi yang adil, dhabit serta tidak memiliki syadz dan
berillat. Tetapi dalam menentukan kebersambungan sanad, Imam Muslim tidak
seketat Imam Bukhari, di mana bila perawinya tsiqah, ia cukup mengasumsikan
sanad bersambung dengan terjadinya muasharah (kesezamanan) antara para perawi
dan kemungkinan terjadi pertemuan dalam kapasitas guru dan murid, yakni bila
daerah tempat tinggal mereka tidak berjauhan. Di samping itu, rawi-rawi yang
digunakan oleh Imam Muslim termasuk juga rawi-rawi dari murid-murid Imam
al-Zhuhri yang adil dan dhabit, tetapi tidak lama menyertai Imam al-Zhuhri.
Sementara Imam al-Bukhari lebih banyak menggunakan rawi-rawi dari kalangan
murid Imam al-Zhuhri yang lama menyertai al-Zhuhri.
c.
Sistematika Pembahasan Sahih Bukhari
Sistematika penulisan kitab Shahih
Muslim diakui oleh banyak ulama sebagai sistematika yang lebih baik.
1)
Menyebut menempatkan hadis-hadis yang semakna beserta
sanadnya dalam satu kelompok tertentu.
2)
Menghimpun sanad yang muttafaqun
alaihi
Kitab Sahih
Muslim menggunakan sistematika yang berbeda dari Sahih
Bukhari. Dalam menyusun kitabnya, Imam Muslim tidak
mengelompokkan Hadis-hadis berdasarkan topik-topik masalah seperti yang
dilakukan oleh Bukhari. Ia menghimpun Hadis berdasarkan matan dengan berbagai
sanad. Hadis yang semakna beserta sanadnya diletakkan pada satu tempat, tidak
dipisahkan dan tidak diulang. Susunannya baik dan rapi, sehingga memudahkan
para peneliti Hadis untuk menelusurinya, akan tetapi sayangnya ia tidak memberi
judul pada setiap bab. Judul-judul bab yang terdapat dalam Sahih Muslim yang
ditemui sekarang sebenarnya ditulis oleh pensyarah kitab itu yang hidup
sesudahnya seperti Imam Nawawi.
Kitab Sahih yang sudah disistimatisasi tersebut, dilihat dari
segi susunan topik-topik bahasannya, maka terlihat lebih menggambarkan
sistematika kitab fikih yang terdiri atas 54 kitab (bab), diawali dengan kitab
iman, dan dilanjutkan dengan topik-topik fiqih ibadah, mu’amalah, munakahat, dan diakhiri
dengan kitab tafsir.
Adapun metode dan sistematika penulisannya adalah :
1)
Tidak memasukkan fatwa sahabat atau tabi’in untuk memperjelas
Hadis yang diriwayatkannya;
2)
Menerapkan prinsip-prinsip al-jarh wa
at-ta’dil;
3)
Menggunakan berbagai sigat
tahammul;
4)
Disusun berdasarkan tertib fiqih.
Adapun tehnik penulisan yang digunakan adalah :
1) Muqaddimah yang
menerangkan rentang kitab Sahih serta ilmu Hadis yang digunakan dalam menyarikan Hadis;
2) Kitabnya tersusun dari
berbagai tema dan dibawahnya terdapat bab-bab yang berkaitan dengan topik yang
dipilihnya dari Hadis yang dikemukakan;
3) Hadis-hadis yang mempunyai
berbagai macam jalur dihimpun dalam satu bab tertentu;
4) Hadis yang matannya sama tapi
sanadnya berbeda, hanya ditulis sanadnya saja.
d.
Contoh hadis dalam Sahih Bukhari
“Telah meriwayatkan kepada kami Yahya
ibn Yahya Tamimi dan Muhammad ibn Rumhi ibn Muhajir berkata: telah
mengkhabarkan kepada kami Lais dan mengkhabarkan kepada kami Qutaibah. Telah
mengkhabarkan kepada kami Lais dari Nafi’ dari ‘Abdillah berkata: saya
mendengar Rasulullah saw bersabda: apabila
salah seorang kamu hendak menghadiri salat Jum’at, maka hendaklah ia mandi
lebih dahulu”
“Telah meriwayatkan kepada kami Yahya
ibn Yahya. Berkata: Telah aku bacakan atas Malik dari Safwan ibn Sulaim dari
‘Ata’ ibn Yasar dari Abi Sa’id al-Khudri, bahwasanya Rasulullah saw. Bersabda :
mandi pada hari Jum’at hukumnya wajib
bagi orang yang balig “
B. Kitab As Sunan dan Al
Mushannaf
Al-Sunan, dan al-Mushannaf, yaitu literatur yang hanya memuat
bab-bab yang berkaitan dengan persoalan hukum fiqh. Yang termasuk dalam
kategori kitab sunan dintaranya : sunan Abu Dawud, Sunan An Nasai, Sunan At
Tirmidzi dan Sunan Ibnu Majjah.
1. Sunan Abu Dawud
Sunan Abu Dawud merupakan
kitab koleksi hadits yang
disusun oleh Imam Abu Dawud, merupakan salah satu dari Kutubut Tis'ah (sembilan kitab hadits utama di
kalangan Sunni). Imam Abu Daud menyusun
kitabnya di Baghdad. Minat utamanya adalah syariat, jadi kumpulan hadits-nya berfokus
murni pada hadits tentang syariat. Setiap hadits dalam kumpulannya diperiksa
kesesuaiannya dengan Al-Qur'an, begitu pula sanadnya. Dia pernah
memperlihatkan kitab tersebut kepada Imam Ahmad untuk meminta saran perbaikan.
Kitab As-Sunan
tersebut memuat 4800 hadits yang disaring dari 50.000an hadits. Dan 50.000
hadits itu sendiri merupakan saringan dari ratusan ribu hadits yang
diperolehnya saat berkelanan. Kumpulan hadits berjumlah 4800 itulah yang lalu
ditulis pada kitab As-Sunan.
Sunan Abu Dawud terbagi menjadi beberapa kitab dimana tiap kitab terdiri dari
beberapa bab. Beberapa judul bab menunjukkan fiqih Imam Abu Dawud terhadap hadits-hadits
yang termuat di dalamnya. Di antara kitab-kitab
kumpulan hadits, kitab sunan karya Abu Dawud termasuk yang paling banyak
menarik perhatian, karena merupakan salah satu kompilasi hadits hukum yang
paling lengkap.
Kitab Sunan Abu Dawud diakui oleh
mayoritas dunia Muslim sebagai salah satu kitab hadits yang paling autentik.
Namun, diketahui bahwa kitab ini mengandung beberapa hadits lemah (yang
sebagian ditandai beliau, sebagian tidak).
Banyak ulama yang meriwayatkan hadits
dari beliau, di antaranya Imam
Turmudzi dan Imam
Nasa'i. Al Khatoby mengomentari bahwa kitab tersebut adalah
sebaik-baik tulisan dan isinya lebih banyak memuat fiqh daripada kitab Shahih
Bukhari dan Shahih
Muslim. Ibnul A'raby berkata, barangsiapa yang sudah
menguasai Al-Qur'an dan kitab "Sunan Abu Dawud", maka dia tidak
membutuhkan kitab-kitab lain lagi. Imam
Al-Ghazali juga
mengatakan bahwa kitab "Sunan Abu Dawud" sudah cukup bagi seorang mujtahid untuk menjadi landasan hukum.
Contoh hadis dalam Sunan Abu Dawud :
Dari Abu Qosim Al Jadali berkata: Aku
mendengar Nu’man Bin Basyir berkata, "Rasulullah menghadap wajah kepada manusia dan
bersabda : Luruskan shaf-shaf kalian (3
kali) ! Demi Allah benar-benar kalian meluruskan shaf-shaf
kalian atau Allah akan menjadikan hati kalian berselisih" Nu’man
berkata, "Maka aku melihat seseorang melekatkan
bahunya dengan bahu kawannya,
lututnya dengan lutut kawannya, mata
kaki dengan mata kaki kawannya"
2.
Sunan At Tirmidzi
Penyusunnya adalah Abu Isa Muhammad bin
Isa bin Saurah, bin Musa bin adh-Dlahhak as-Sulami, al-Bughi, at-Tirmidzi.
Beliau mengalami kebutaan di akhir usianya.
Sebagaimana yang telah saya baca di
dalam suatu manuskrip kitab Jami’ yang mu’tamad,
yang benar kitab Imam Tirmidzi bernama al-Jami’
al-Kabir. Kemudian ada yang menyebutnya secara berlebihan dengan
nama al-Jami’ ash-Shahih,
tetapi nama inilah yang masyhur.
Hanya saja, di dalam kitab ini terdapat sejumlah hadis dla’if, munkar, dan maudlu’.
Tirmidzi adalah murid Imam Bukhari, dan
pengikut beliau dalam metode penulisan hadis. Beliau juga banyak menukil
pendapat Imam Bukhari dalam membicarakan kondisi periwayat, sima’ (cara
mereka mendengarkan hadis), dan i’lal terhadap hadis periwayat tersebut.
Sistematika penulisannya dipandang
cukup baik. Pertama,
ia merangkum hadis-hadis menyangkut berbagai bidang keagamaan. Kedua, Membuat judul bab dan meletakan
satu, dua atau tiga hadis. Ketiga,
menunjukan adanya hadis yang diriwayatkan oleh sahabat lain. Keempat, menunjukan kualitas hadis, dan
terdakang menjelaskan kualitas rawinya dengan istilah-istilah baru,
seperti: shahih,
hasan, hasan shahih, shahih gharib, hasan ligharih dan hasan lidzatih. Kelima, menerangkan makna hadis dan
pendapat-pendapat hukum ulama.
Terhadap istilah-istilah baru yang ia
munculkan, ia tidak menjelaskannya. Tetapi para ulama membuat berbagai
penafsiran, antara lain : pertama, menunjukan tingkatan-tingkatan
hadis, yaitu : Shahih – hasan
shahih-hasan-hasan gharib-dha’if.
Kedua, khusus terhadap istilah hasan shahih, sebagian
memahami dengan penilaian kedhabitan perawi sama kuat antara dhabit dan kurang
dhabit, atau memahami sebagai hadis hasan yang telah meningkat menjadi hadis
shahih serta memahaminya dalam pngertian kebahasaan, yakni hadis tersebut baik
materinya serta shahih sanadnya.
3.
Sunan An Nasai
Kitab
ini disusun oleh Abu Abdul Rahman Ahmad bin Ali bin Syuaib bin Ali bin Sinan
bin Bahr Al-Khurasani Al-Qadi. Ia lahir di daerah Nasa’ pada 215 H.
Ia dinisbahkan kepada daerah Nasa’ (An-Nasa’i), daerah yang menjadi saksi bisu kelahiran seorang ahli hadits kaliber dunia. Ia berhasil menyusun sebuah kitab monumental dalam kajian hadits, yakni Al-Mujtaba yang di kemudian hari lebih dikenal dengan sebutan Sunan An-Nasa’i.
Ia dinisbahkan kepada daerah Nasa’ (An-Nasa’i), daerah yang menjadi saksi bisu kelahiran seorang ahli hadits kaliber dunia. Ia berhasil menyusun sebuah kitab monumental dalam kajian hadits, yakni Al-Mujtaba yang di kemudian hari lebih dikenal dengan sebutan Sunan An-Nasa’i.
Imam
al-Nasa’i dikenal sebagai ulama hadis yang sangat teliti terhadap hadis dan
para rawi. Ini terbukti dalam menetapkan kriteria sebuah hadis yang dapat
diterima atau ditolak sangat tinggi, begitu juga halnya dengan penetapan
kriteria seorang rawi mengenai siqah atau tidaknya. Dalam hal ini, Al-Hafiz Abu
Ali memberikan komentar bahwa persyaratan yang dibuat oleh Imam al-Nasa’i bagi
para perawi hadis jauh lebih ketat jika dibandingkan dengan persyaratan yang
dibuat oleh Imam Muslim. Demikian pula Al-Hakim dan Al-Khatib mengatakan
komentar yang kurang lebih sama dengan mengatakan bahwa sesungguhnya syarat
yang dibuat oleh Imam al-Nasa’i lebih ketat dari persyaratan yang dibuat oleh
Imam Muslim.
Kitab
Sunan al-Nasa’i (kitab al-Mujtaba’) disusun dengan metode yang sangat unik
dengan memadukan antara fiqih dengan kajian sanad. Hadis-hadisnya disusun
berdasarkan bab-bab fiqih sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, dan untuk
setiap bab diberi judul yang kadang-kadang mencapai tingkat keunikan yang
tinggi. Ia mengumpulkan sanad-sanad suatu hadis di satu tempat. Kemudian dapat
ditegaskan juga bahwa Imam al-Nasa’i tampaknya dalam penyusunan kitabnya ini
hanya mengkhususkan hadis-hadis sunah (marfu’) dan yang berbicara tentang hukum
dan tidak dimasukkan di dalamnya yang berkaitan dengan khabar, etika dan
mau’izah-mau’izah, hal ini dikarenakan kitab ini merupakan pilihan berupa
hadis-hadis hukum dari kitab beliau yang lain, yaitu al-Sunan al-Kubra.
1.
Mengenai
susunan sistematika kitab al-Sunan an-Nasa`i di atas, yaitu:
Dari kitab (bab) pertama sampai dengan kitab (bab) ke-21, membahas tentang masalah thaharah dan shalat. Jumlah kitab (bab) yang terbanyak adalah mengenai salat.
Dari kitab (bab) pertama sampai dengan kitab (bab) ke-21, membahas tentang masalah thaharah dan shalat. Jumlah kitab (bab) yang terbanyak adalah mengenai salat.
2.
Kitab
(bab) puasa didahulukan dari pada zakat.
3.
Kitab
(bab) qism al-fai’ (pembagian rampasan perang) diletakkan jauh dari kitab
jihad.
4.
Kitab
al-khali juga diletakkan berjauhan dari kitab jihad.
5.
Melakukan
pemisahan-pemisahan di antara kitab-kitab (bab-bab) al-ahbass (wakaf),
wasiat-wasiat, an-nahl (pemberian kepada anak), al-hibah (pemberian),
ar-ruqbaa. Sedangkan kitab atau pembahasan mengenai fara`id tidak ada.
6.
Melakukan
pemisahan-pemisahan antara kitab al-asyribah (minuman), al-said (perburuan),
al-zaba’ih (semblihan hewan korban), al-dahaya (kurban Idul Adha).
7.
Kitab
Iman ditempatkan di bagian akhir.
8. Yang tidak termasuk hukum hanyalah kitab
Iman dan kitab al-isti’azah.
4.
Sunan Ibnu Majjah
Ibnu Majah mempunyai nama lengkap
Abu Abdullah Muhammad bin Yazid bin Majah al-Rabi’I al-Qazwini.
Kitab Sunan Ibnu Majah adalah bukan nama yang diberikan oleh Ibnu majah sendiri, kitab ini pada
mulanya bernama al-Sunan. Untuk mencegah adanya kekeliruan
maka para ulama memberikan kejelasan nama terhadap kitab ini dan pada akhirnya
ulama sepakat agar kitab ini dinisbahkan kepada nama penulisnya yakni Ibnu
Mahaj, sehingga kitab ini populer di sebut dengan Sunan Ibnu Majah.
Kitab
hadits ini merupakan karya manumental dari Ibnu Majah yang sampai saat ini
masih beredar dan dijadikan pegangan dan kajian. Kitab ini memuat banyak hadits
dengan berbagai kualitas hadits. Kitab ini disusun berdasarkan beberapa kitab
dan bab. Menurut Muhammad Fuad Abd al-Baqi hadits yang terdapat dalam kitab Sunan Ibnu Majahterdapat 4341
buah hadits yang terbagi dengan kualifikasi 37 kitab dan 1515 bab. Pendapat tersebut ternyata diamini
oleh M.M Azami. Sementara itu dalam versi lain yakni oleh al-Zahabi (673-748 H) mengatakan bahwa hadits yang terdapat
dalam Kitab Sunan Ibn Majahadalah
4000 hadits yang terbagi dalam 32 Kitab dan 1500 Bab,[ pendapat serupa pun diungkapkan
oleh Abu al-Hasan al-Qattan
(334-415 H) dengan mengatakan kitab Sunan Ibnu Majah memuat 32 kitab, 1500 bab
dan sekitar 4000 hadits.
Dalam
pendahuluan Kitab Sunan Ibnu
Majah, Muhammad Fuad Abdul
Baqi memberikan uraian yang sangat lengkap sebagaimana diikuti oleh Muhammad
Mustafa ‘Azami beliau menjelaskan bahwa kitab ini (Kitab Ibn Majah) berisi
4.341 hadits. Dari jumlah hadits tersebut menurutnya sebanyak 3. 002 hadits
telah dibukukan dan terdapat dalam kitab Kutub
Al-Sittah. Dari jumlah tersebut berarti hanya 1.339 hadits yang murni
dimiliki dan dikodifikasikan oleh Ibnu Majah dalam kitab sunan-nya.
Sajian yang lebih lengkap diungkapkan oleh Muhammad
Mustafa ‘Azamai sebagaimana yang ia kutip dari Fuad Abdul Baqi mengkalsifikasikan hadits yang terkodifokasi dalam kitab
Ibnu Majah dengan tingkat kualitasnya sebagai berikut:
a. 428 hadits
dari 1. 339 hadits termasuk dalam katagori haditsShahih.
b. 199 hadits
dari 1. 339 hadits termasuk dalam katagori haditsHasan.
c. 613 hadits dari 1. 339 hadits termasuk dalam katagori
hadits lemah isnad-nya.
d. 99 hadits dari 1.339 hadits termasuk dalam katagori
hadits munkar dan makdzub
Ciri
utama dari kitab ini sebagaimana diungkapkan oleh Muhammad Mustafa Azami bahwa Kitab Sunan Ibnu Majah adalah salah satu yang terbaik dilihat
dari sistematika penyusunannya yang disusun judul perjudul dan sub-bab dengan
sistematika fikih. Hal ini diakui oleh para ulama. Dan kitab ini tidak banyak
mengalami pengulangan hadits.
Mengenai kedudukan kitab Sunan Ibnu Majah para ulama muhadditsin berbeda
pendapat mengenai apakah kitab ini masuk dalam katagori kutub al- sittah (enam kitab Hadits) atau tidak?.
Sebagian ulama hadits telah sepakat dan
menetapkan bahwa kitab Sunan
Ibnu Majah termasuk dalam
katagori Kutub al-Sittah.
Pendapat ini pertama kali dipelopori oleh al-Hafiz Abdul Fadli Muhammad bin
Tahir al-Maqdisi (wafat tahun 507 H), pendapat al-Maqdisi terseput pada
akhirnya diamini oleh bebera ulama lainnya diantaranya oleh al-Hafiz Abdul
Ghani bin al-Wahid al-Maqdisi (wafat tahun 600 H). Para ulama tersebut
memasukan Kitab Sunan Ibnu
Majjah dalam deretan Kutub al-Sittah dikarenakan dalam kitab tersebut
banyak terdapat hadits-hadits yang tidak dicantumkan olehKutub al-Khamsah (lima kitab hadits sebelum Sunan Ibnu Majah).
5.
Al Muwattaha’ karya Imam Malik
Kitab Muwaththa’ adalah, kitab yang ditulis
dengan urutan sesuai bab-bab fiqh, hanya saja berbeda dengan kitab Sunan dari
segi kandungan kadis marfu’, mauquf dan maqthu’
Imam Malik adalah Malik bin Anas bin
Malik bin Abu Amir bin Amru bin al-Harits, Abu Abdillah al-Madaniy, syaikhul
Islam, dan Imam Darul Hijrah.
Muwaththa’ memuat hadis sahih yang jumlahnya sangat
besar, dan sedikit hadis dla’if. Di dalamnya terdapat kata mutiara yang tidak
ada hukumnya kecuali apabila jelas sanadnya.
Dalam kitab al Muwatta adalah kitab itu
memakai sistematika fiqh dan metode bab-bab fiqh. Dan dalam kitab itu tidak
hanya hadis dari nabi juga terhimpun pendapat sahabat, qaul tabiin, ijma ahl
madinah dan pendapat Imam Malik juga. Mengenai isi dan kualitas hadis dalam
kitab itu terjadi perbedaan pendapat, ada yang mengatakan 500 , 1726 , 1824
hadis.
Pendapat ulama tentang al Muwatta
Terdapat banyak ulama yang memberikan
penilain terhadap kitab Muwatta di antaranya Imam Syafii mengatakan “ di dunia
ini tidak ada kitab setelah al Qur’an yang lebih sahih dari pada al Muwatta “
sementara Imam Ibn Hajar mengatakan “ kitab Malik itu sahih menurut Malik dan
pengikutnya”.
C. Kitab Al Mustadrak
Mustadrak, yaitu kitab hadis yang
ditulis dimana kriteria penerimaan hadisnya berdasarkan kriteria imam hadis
lainnya.
Kitab Al Mustadrak
karya Imam al Hakim
Kitab
ini telah dihasilkan oleh al-Imam, al-Hafiz,
al-Allamah, Muhammad bin Abdullah bin Muhammad al-Dhabiyyi, al-Naisaburi, al-Hakim Abu
Abdullah, juga terkenal
dengan gelaran singkat Ibn al-Bayyi’ atau al-Hakim
al-Naisaburi. Beliau
dilahirkan di Naisabur, Iranpada tahun 321H dan mempelajari hadis
sejak kecil daripada bapa dan juga bapa saudaranya.
Al Hakim berpegang kepada mazhab Fiqh al-Syafii daripada
gurunya Abu Sahl al-Sa’luki dan Abu Ali bin Abu Hurairah. Beliau juga merupakan
salah seorang pakar Qiraat yang mempelajarinya daripada Muhammad bin Abu Mansur
al-Saram dan Abu al-Naqar al-Kufi.
Tujuan al-Hakim
menyusun kitab al-Mustadrak adalah untuk menghimpun hadis-hadis sahih berdasarkan
syarat al-Bukhari dan Muslim, atau salah seorang daripada mereka, yang tidak
ditulis dalam kitab sahih masing-masing. Al-Hakim telah menghimpun sebanyak 8,803 hadis di dalamnya dan
mensahihkannya mengikut beberapa tahap:
1.
Hadis
yang sahih mengikut syarat al-Bukhari dan Muslim.
2.
Hadis
yang sahih mengikut syarat salah seorang daripada mereka sama ada syarat al-Bukhari
atau mengikut syarat Muslim.
3.
Hadis
yang sahih tanpa disandarkan kepada al-Bukhari atau Muslim iaitu hadis sahih
mengikut syarat al-Hakim sendiri.
4.
Hadis
yang tidak diberi apa-apa darjat. Kemungkinan al-Hakim bermaksud untuk
menilainya setelah siap menyusun kitab al-Mustadrak tetapi dia tidak sempat untuk menunaikan maksudnya.
D. Kitab Al Mustakhraj
Al-Mustakhraj adalah suatu kitab
hadis yang ditulis oleh seorang ulama’ dengan mentakhrijkan (menuliskan riwayat) hadis-hadis yang sudah dibukukan
di dalam suatu kitab hadis dengan sanadnya yang sama tetapi dari jalan yang lain dari pengarang
kitabmustakhraj ‘alaih (yang dimustakhrajkan), lalu periwayatan mereka bertemu pada gurunya
(penulis kitab yang dimustakhrajkan) atau guru yang
lebih tinggi, sampai kepada shahabat.
Sejumlah ulama’ yang berminat untuk
menuliskan al-Mustakhrajantara
lain;
1. Mustakhraj
al-Isma’ily,
2. Mustakhraj
al-Ghithrify,
3. Mustakhraj
Ibnu Abi Dzuhal.
Ketiga kitab tersebut adalah mustakhraj kitab Shahih al-Bukhari.Adapun kitab-kitab Mustakhraj untuk Shahih Muslim adalah;
1. Mustakhraj Abu Awanah,
2. Mustakhraj
al-Hairy,
3. Mustakhraj
Abu Hamid al-Harawy.
Dan di antara kitab Mustakhraj kedua kitab Shahih, adalah;
1. Mustakhraj
Abu Nu’aim al-Ashbahany,
2. Mustakhraj
Ibnu al-Akhram,
3. Mustakhraj
Abu Bakar al-Barqany
Contoh; Hadis yang diriwayatkan oleh
Imam Muslim di dalam kitabShahihnya j.1, h.222, Kitab ath-Thaharah,
Bab Khishol al-Fithrah
:
“Telah
menceritakan kepadaku, Abu Bakar bin Ishaq, Telah memberitahukan kepada kami
Ibnu Abi Maryam, telah memberitakan kepada kami Muhammad bin Ja’far, telah
memberitakan kepadaku al-‘Ala’ bin Abdurrahman bin Ya’qub, maula al-Hirqah,
dari ayahnya, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah saw bersabda; cukurlah
brengos dan panjangkanlah jenggot, dan berrbedalah dengan arang-prang Majusi.”
Hadis ini dikeluarkan oleh Abu Awanah
dalam kitab al-Mustakhraj
‘ala Shahih Muslim j.1, h.188, dan dalam sanadnya terjadi
pertemuan dengan sanad Imam Muslim pada guru beliau, yakni Ibnu Abi Maryam. Bandingkan
hadis tersebut dengan hadis berikut ini :
“Telah
menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ishaq ash-Shaghani, ia berkata; Telah
memberitahukan kepada kami Ibnu Abi Maryam, telah memberitakan kepada kami
Muhammad bin Ja’far, telah memberitakan kepadaku al-‘Ala’ bin Abdurrahman bin
Ya’qub, maula al-Hirqah, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, ia berkata,
Rasulullah saw bersabda; cukurlah brengos dan panjangkanlah jenggot, dan
berrbedalah dengan arang-prang Majusi.”
Pernyataan diatas sama
persis antara matan (teks hadis) yang ada di dalam kitab al-Mustakhraj dengan matan yang
ada di dalam kitab ash-Shahih (yang disebut juga al-mustakhraj ‘alaih), sebagaimana yang
terlihat di dalam contoh di atas. Tetapi kadang-kadang hadis di dalam kitab alMustakhraj ada ziyadah (tambahan) matan, tidak sebagaimana yang tertulis
di dalam kitab ash-Shahih.
Untuk itu apabila di dalam al-Mustakhraj
salah satu kitab ash-shahihain terdapat ziyadah, kita tidak secara otomatis
menganggap tambahan matan itu sahih sehingga diadakan peninjauan
terhadap sanadnya.
E. Kitab Al Musnad
Yaitu, literatur-literatur kitab hadis
yang ditulis di mana hadis-hadisnya dikelompokan berdasarkan sahabat yang
meriwayatkan. Atau dapat juga dimengerti sebagi kitab yang disusun oleh pengarangnya
dengan mengurutkan daftar nama shahabat, lalu ditampilkan hadis-hadis yang
periwayatannya sampai kepadanya, dari seorang shahabat tertentu di dalam musnad shahabat tersebut, kemudian shahabat
lain di dalam musnad shahabat lainnya. Demikianlah kitab ini
disusun, dengan mengesampingkan tema hadis.
Musnad Imam Ahmad bin Hambal
Kitab musnad yang paling terkenal, paling
luas, paling banyak manfaatnya adalah Musnad Imam
Ahmad bin Hanbal. Ada yang mengatakan, kitab ini memuat sekitar
40.000 hadis, ada yang menyebutkan 30.000 hadis, atau mendekati angka tersebut.
Sesungguhnya naskah Musnad Imam Ahmad yang sudah dicetak berulang-ulang
kandungan hadisnya mencapai 27.688 buah hadis.Allahu A’lam bish-Showab.
Kitab ini memuat hadis sahih, hasan dan da’if, bahkan di dalamnya terdapat pula
beberapa hadis maudlu’,
meskipun hanya sedikit, tidak seperti pengakuan sebagian orang yang menyangka
tiada hadis maudlu’ di dalam kitab ini.
Kitab ini merupakan salah satu
kodifikasi hadis yang sangat diperlukan, oleh ummat Islam. Penyusun memulai
kitabnya dengan musnadnya 10 orang shahabat yang telah dijanjikan sorga,
didahulukan Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar, Utsman, Ali, kemudian shahabat yang
lainnya yang termasuk sepuluh itu.
F.
Kitab
Al Mu’jam
Dalam
terminologi Ilmu Hadis, kitab mu'jam adalah kitab-kitab hadis yang disusun
berdasarkan musnad-musnad sahabat, guru-gurunya, negara atau lainnya, dan umumnya susunan nama-nama sahabat itu
berdasarkan urutan huruf hija'iyyah. Menurut Hasbi ash-Shiddieqy, kitab mu’jam ialah kitab yang di dalamnya disebut
hadis menurut nama guru (syaikh hadis), atau menurut negeri tempat guru yang meriwayatkan hadis atau menurut
kabilah dan disusun secarahuruf abjad.
Kitab
Mu’jam al Shaghir karya Imam Thabrani
Nama
lengkap beliau adalah Sulaiman bin Ahmad bin Ayyub bin Muthair al-Lakhmi
al-Yamani al-Thabrani. Kunyahnya Abu al-Qasim. Beliau dilahirkan di Akka pada
tahun 260 H, bulan shofar, ditengah-tengah keluarga yang terhormat, dari
kabilah Lakhm suku Yaman yang berimigrasi ke Quds (Palestina) dan menetap di
sana. Sedangkan ibunya termasuk suku Akka.
Kitab Al-Mu’jam
al-Shagir karya al-Thabarani ini dicetakmenjadi dua juz oleh Penerbit Dar
a1-Fikr Beirut, cetakan keduapada tahun 1981 M atau 1401 H. Kitab ini terdiri dari 279 halaman untuk juz I, dan
bagian akhir yang merupakan juz II terdiri dari 222 halaman termasuk lima tema
tambahan, yaitu: Risalah Ganiyyah al-Alma'i oleh ‘Allamah al-Hafid
Abi al-Tayyib Syams al-Haq al-‘Adim Abadi; al-Tuhfah
al-Mardliyyah fi Hill Ba'dh
d-Musykilat al-Hadisiyyaholeh
‘Allamah al-Muhaddis al-Qadhi al-Syaikh
Husain bin Muhsin al-Anshari al-Yamani; Sunniyyah Raf’ al-Yadain
fi al-Du'a ba’d al-Shalawat al-Maktubah liman Sya'a; Risalah al-Kasyf lil Imam al-Suyuti
fi Bayan al-Khuruj al-Mahdi; dan Taqrid al-Adib oleh
al-‘Allamah Yusuf Husain ibn Muhammad
al-Khanifari. Kitab ini di-tashhih oleh ‘Abdurrahman Muhammad
'Utsman dengan judul al-Mu'jam al-Shagirlil Tabarani lil Hafid Abi
al-Qasim Sulaiman bin Ahmad bin Ayyub al-Lakhmi al-Thabarani.
Menurut informasi dalam
muqaddimah kitab ini, kitab ini disusun berdasarkan periwayatan muridnya yaitu
al-Syaikh Abu Bakar Muhammad bin Abdillah bin Zaid, sehingga
menjadi sebuah
kitab yang sampai kepada kita.
Berdasar informasi yang dikemukakan
Abu Zahw jumlah jalur hadis dalam kitab al-Mu’jam al-Shagir ini
sebanyak 1500 hadis,
sebagian ulama mengatakan kitab ini
ternyata hanya memuat 1159 jalur periwayatan, dengan rincian juz 1 memuat 745
jalur periwayatan, dimulai dengan huruf alif sampai huruf
kaf. Sedangkan juz II memuat 410 jalur periwayatan dimulai dari huruf lam sampai
huruf ya', ditambah perawi dengan nama kunyah dan perawi perempuan.
Berikut
ini contoh rincian kitab al-Mu’jam al-Shagir juz I :
Bab al-Alif, halaman 7-108
1. Rawi yang diawali dengan nama Ahmad, sebanyak 198 orang
2.
Rawi yaag diawaii dengan
nama Ibrahim sebanyak 50 orang
3.
Rawi yang diawali dengan
nama Isma'il sebanyak 12 orang
4.
Rawi yang diawali dengan
nama Ishaq, sebanyak 16 orang dan seterusnya
‘Abdul ‘Aziz al-Khuli di dalam kitab Miftah
al-Sunnahmenjelaskan bahwa kitab al-Mu’jam al-Thabarani merupakan
kitab hadis yang memuat hadis shahih, hasan dan da’if. Ia mempunyai banyak guru
dalam periwayatan hadis kira-kira 1000 orang guru, dan ia juga seorang hafid hadis.
Dalam upaya mencari hadis ia sering berkelana dari satu negeri ke negeri lain,
kemudian hadis yang ia peroleh disusun dan dikumpulkan menjadi sebuah kitab
hadis yang sampai ada sekarang.
Seorang orientalis, Sezgin mengatakan bahwa
kebanyakan karya al-thabarani kurang mendapat tempat pada awal kemunculannya.
Sedangkan menurut Azami, kitab al-Mu’jam al-Shagir banyak
terdapat kesalahan dan kitab ini tidak menarik perhatian para ulama modern.
Namun Azami tidak menjelaskan letak kesalahan dan alas an-alasan tentang
ketidak tertarikan para ulama modern tersebut.
SOAL
PILIHAN GANDA
1.
Ada contoh Hadits Shahih Bukari yang
menerangkan tentang mandi pada hari Jum’at, maka bagaimana menurut Rasulullah
hukumnya tentang mandi pada hari jum’atbagi orang yang sudah baligh……….
a. Sunnah c. Sunnah Muakkad e. Haram
b. Wajib d. Mubah
2.
Siapa nama orang yang menyebutkan suatu
manuskrip kitab Jami’ yang mu’tamad yang berlebihan……….
a. Al-Jami’ Al-Kabir c. Al-Jami’
Al-Shohir e. Al-Jami’
b. Al-Jami’ Al-Basir d. Al-Jami’ Al-Shohih
Daftar Pustaka
Marshall G. S. Hodgson, The Venture of
Islam Imam dan Sejarah Dalam Peradapan Islam Masa Klasik Islam (Paramadina
Jakarta Selatan 2002)
Fatchur Rahman, Ikhtishar Mushthalahul
hadist,(Bandung PT Al Ma’arif: Pertama, 1974)
Silahuddin, Makalah Ulumul Hadist
(Pasca Sarjana S2 IAIN Syarif Hidayat, 2000)
Khudzori Beik, Tarik Tsri Al Islami,
Darul Ihya Kutubil ‘Arobiyyah
Bakry, Nazar fiqh dan Usul Fiqh. (Jakarta Utara, PT Raja Gravindo Persada).
Amir Syarifudin, Usul Fiqh. (Jakarta Timur, Zikrul Hakim : 2004)
Muhammad ‘Ajaj Al Khotib, Ushul Al Hadits
(Jakarta, GNP. 2007) Cet 1
Abul Harits Muhammad bin Ibrahim As Salafy Al-Jazairi, Penjelasan
Al-Mandhumah Al-Baiquniyah, terj. Abu Hudzaifah, Jakarta:Maktabah
Al-Ghuroba’, Cet.II, 2008
Mahmud Thahhan, Taisir Musthalah Hadits, terj. Zainul Muttaqin,
Bandung: Titian Ilahi Press, Cet. II, 1999
Al A’zami, Memahami
Ilmu Hadis, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005
Nawir Yuslem, Ulumul Hadis, Jakarta: PT Mutiara Sumber Widya, 2001
Syekh Manna Al-Qaththani, Pengantar Studi Ilmu Hadits, terj. Mifdhol Abdurrahman,
Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, cet. IV, 2009
Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Hadis, Bandung: Bumi Aksara, 2002
Badri Khaeruman, Otentisitas
Hadits, Studi Kritis atas Kajian Hadits Kontemporer, Bandung,
Remaja Rosdakarya, 2004
Azami, Muhammad Musthaf. Studies in Hadith Methodology and literature.
Diterjemahkan oleh A. Yamin dengan judul Metodologi Kritik
Hadis. Cet. II. Bandung: Pustaka Hidayah, 19960.
Ismail, M. Syuhudi. Kaedah kesahihan sanad hadis. Cet. 11. Jakarta: Bulan
Bintang, 1995.
Mohon izin untuk mengcopy ...
BalasHapus