A.
Hadis Mutawattir
1.
Pengertian Hadis Mutawatir
Secara bahasa (etimoligi) kata ”mutawatir”
berarti mutatabi yakni berturut-turut. Maksudnya beriring-iringan
atau berturut-turut antara satu
dengan yang lain.
Secara istilah
hadis mutawatir adalah :
هُوَ خَبَرٌ عَنْ مَحْسُوْسٍ رَوَاهُ عَدَدٌ جَمٌّ يَجِبُ فِى الْعَادَةِ
اِحَالَةُ إِجْتِمَاعِهِمْ وَتَوَاطُئِهِمْ عَلَى الْكَذِبِ.
“Suatu hadis hasil tanggapan dari panca indera, yang
diriwayatkan oleh sejumlah besar rawi, yang menurut adat kebiasaan mustahil
mereka berkumpul dan bersepakat dusta”.
Hadist Mutawatir adalah suatu hadist hasil
tanggapan dari panca indera yang diriwayatkan oleh sejumlah besar rowi yang
menurut adat kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan bersepakat dusta. Dengan
adanya pengertian ini dapat difahami bahwa syarat untuk menentukan hadist
mutawatir yaitu hadist diterima berdasarkan tanggapan panca indra, jumlah
perowinya harus mencapai ketentuan yang tidak mungkin mereka bersepakat bohong.
Mengenahi ketentuan jumlah perowi untuk memenuhi syarat tersebut para
muhadditsin berselisih pendapat. Adanya keseimbangan jumlah rawi-rawi pada
thobaqoh pertama dengan jumlah rawi-rawi pada thobaqoh berikutnya.
Pendapat lain Hadits Mutawatir secara
terminologi hadits yang diriwayatkan oleh rowi yang banyak dan tidak mungkin
mereka mufarokat berbuat dusta pada hadits itu, mengingat banyaknya jumlah
mereka.
Jadi, Hadis Mutawattir
adalah hadis yang diriwayatkan oleh
sejumlah bilangan rawi dalam tiap-tiap tingkatan sanadnya, dimana secara akal
mustahil mereka akan sepakat menyalahi hadis tersebut.
2.
Syarat-syarat Hadis Mutawatir
a.
Dengan tanggapan panca indera dengan ungkapan “kami telah mendengar”, “kami telah
melihat”, atau “kami telah merasakan”.
b.
Jumlah rawi-rawinya harus mencapai suatu
ketentuan yang tidak memungkinkan mereka bersepakat bohong. Para ulama
berbeda-beda pendapat tentang batasan yang diperlukan untuk tidak memungkinkan
bersepakat dusta.
1)
Abu Thayyib menentukan sekurang-kurangnya 4
orang, pendapat tersebut diqiyaskan
dengan banyaknya saksi yang diperlukan hakim untuk tidak memberi vonis kepada
terdakwa.
2)
Ashhabu Asy Syafiiy menentukan minimal 5
orang, Pendapat tersebut mengqiyaskannya
dengan jumlah para Nabi yang mendapat gelar ulul azmi.
3) Sebagian ulama
menetapkan sekurang-kurangnya 20
orang, berdasarkan ketentuan yang telah difirmankan Allah QS. Al Anfal 65,
tentang sugesti Allah kepada orang-orang mukmin yang pada tahan uji, yang hanya
dengan berjumlah 20 orang saja mampu mengalahkan 200 orang kafir.
c.
Adanya keseimbangan jumlah antara rawi-rawi
dalam thabaqah (lapisan) pertama dengan jumlah rawi-rawi dalam thabaqah
berikutnya. Oleh karena itu, kalau suatu hadits diriwayatkan oleh sepuluh
sahabat umpamanya, kemudian diterima oleh lima orang tabi’in dan seterusnya
hanya diriwayatkan oleh dua orang tabi’it-tabi’in, bukan Hadits Mutawatir.
Sebab jumlah rawi-rawinya tidak seimbang antara thabaqah pertama, kedua dan
ketiga.
3.
Klasifikasi Hadis Mutawatir
a.
Hadis
Mutawatir Lafdzi
Adalah hadis yang
diriwayatkan oleh banyak perawi dengan redaksi lafadz dan makna dari redaksi
lafadz sama.
Contoh
:
قاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلْعَمْ : مَنْ كَذَّبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا
فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Barang siapa sengaja berdusta kepadaku maka hendaklah
bersiap-siap menempati tempatnya di neraka”
Menurut Abu Bakar Al Bazzar, hadis tersebut
diriwayatkan oleh 40 sahabat dengan susunan redaksi dan makna yang sama dan
terahir diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
Contoh
lain :
إِنَّ هٰذَ الْقُرْآنَ أُنْزِلَ عَلى سَبْعَةِ أَحْرُفٍ.
(متفق عليه)
“Sesungguhnya Al
Qur’an diturunkan dengan tujuh macam bacaan (qira’at)”.
Hadis tersebut diriwayatkan oleh puluhan sahabat dan
terahir diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim
b. Hadis Mutawatir Ma’nawy
Adalah hadis mutawatir yang rawinya berlainan dalam
penyusunan redaksi lafadznya, tetapi makna masing-masing redaksi lafal tersebut
prinsipnya sama.
Contoh : hadits tentang
mengangkat tangan di kala berdoa
مَارَفَعَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَيْهِ
حَتّٰى رُؤِىَ بَيَاضُ اِبْطَيْهِ فِىْ شَيْئٍ مِنْ دُعَائِهِ إِلاَّ فِى اْلاِسْتِسْقَاءِ.
(متفق عليه)
“Konon Nabi Muhammad SAW. tidak mengangkat kedua tangan beliau
dalam doa-doa beliau, selain dalam doa shalat istisqa’. Dan beliau mengangkat
tangannya, hingga tampak putih-putih kedua ketiaknya.” (HR. Muttafaq alaih)
Hadits yang semacam itu, tidak kurang dari 30
buah dengan redaksi yang berbeda-beda. Antara lain hadits-hadits yang
ditakhrijkan oleh Imam Ahmad, Al Hakim dan Abu Dawud, yang berbunyi:
"Konon
Rasulullah saw. mengangkat tangan, sejajar dengan kedua pundak beliau. "
4.
Kedudukan Hadis Mutawattir
Seperti
telah disinggung, hadist-hadist yang termasuk kelompok hadist mutawatir adalah
hadist-hadist yang pasti (qath’i atau maqth’u) berasal dari Rasulullah SAW.
Para ulama menegaskan bahwa hadist mutawatir membuahkan “ilmu qath’i”
(pengetahuan yang pasti), yakni pengetahuan yang pasti bahwa perkataan,
perbuatan atau persetujuan berasal dari Rasulullah SAW. Para ulama juga biasa
menegaskan bahwa hadist mutawatir membuahkan “ilmu dharuri” (pengetahuan yang
sangat mendesak untuk diyakini atau dipastikan kebenarannya), yakni pengetahuan
yang tidak dapat tidak harus diterima bahwa perkataan, perbuatan, atau
persetujuan yang disampaikan oleh hadist itu benar-benar perkataan, perbuatan,
atau persetujuan Rasulullah SAW.
Taraf
kepastian bahwa hadist mutawatir itu sungguh-sungguh berasal dari Rasulullah
SAW, adalah penuh dengan kata lain kepastiannya itu mencapai seratus persen.
Oleh
karena itu, kedudukan hadist mutawatir sebagai sumber ajaran Islam tinggi
sekali. Menolak hadist mutawatir sebagai sumber ajaran Islam sama halnya dengan
menolak kedudukan Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah.
B.
Hadis Ahad
1.
Pengertian Hadis Ahad
Menurut
bahasa adalah kata ahaad adalah jamak dari waahid atau ahad. Bila waahid atau
ahad berarti satu, maka aahaad, sebagai jamaknya, berarti satu-satu. Hadist
ahad menurut bahasa berarti hadist satu-satu.
Oleh
karena itu, ada batasan yang diberikan oleh ulama batasan hadist ahad antara
lain berbunyi: hadist ahad adalah hadist yang para rawinya tidak mencapai
jumlah rawi hadist mutawatir, baik rawinya itu satu, dua, tiga, empat, lima
atau seterusnya, tetapi jumlahnya tidak memberi pengertian bahwa hadist dengan
jumlah rawi tersebut masuk dalam kelompok hadist mutawatir.
هُوَ مَالاَ يَنْتَهِىْ إِلَى التَّوَاتُرِ
“Hadis
yang tidak mencapai derajat mutawatir”.
Hadist
Ahad adalah hadist yang jumlah rawi pada thobaqoh pertama, kedua, ketiga dan
seterusnya terdiri dari tiga orang atau dua orang atau bahkan seorang. Berbeda
dengan hadis mutawatir, di mana pada masing-masing lapisan, perawi mulai dari
tingkat sahabat sampai seterusnya ke bawah diriwayatkan oleh banyak rawi.
Sedangkan pada hadis ahad hanya terdiri dari beberapa orang (satu, dua, tiga)
saja.
2.
Klasifikasi Hadis Ahad
a. Hadis Masyhur
Masyhur menurut bahasa berarti yang sudah tersebar atau yang sudah popular. Hadis Masyhur adalah hadist yang
diriwayatkan oleh tiga orang rawi atau lebih, dan beliau mencapai derajat
hadist mutawatir. Sedangkan batasan tersebut, jumlah rawi hadist masyhur
(hadist mustafidah) pada setiap tingkatan tidak kurang dari tiga orang, dan
bila lebih dari tiga orang, maka jumlah itu belum mencapai jumlah rawi hadist
mutawatir.
مَارَوَاهُ الثَّلاَثَةُ فَأَكْثَرَ وَلمَ ْيَصِلْ
دَرَجَةَ التَّوَاتُرِ.
“Hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang
atau lebih, serta belum mencapai derajat mutawatir”.
Dalam Hadis
Masyhur, bisa terjadi jumlah perawi-perawinya dalam generasi pertama
(sahabat), kedua (tabi'in), ketiga (tabi'it tabi'in), keempat (tabi'it tabi'it
tabi'in) dan setelah generasi itu diriwayatkan oleh banyak perawi, seperti
diagram hadis dibawah ini.
Diagram Hadis Masyhur 1
Contoh :
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اَلْمُسْلِمُ مَنْ
سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ. (رواه البخارى ومسلم)
“Rasulullah SAW
bersabda : “Seorang muslim itu ialah orang yang menyelamatkan sesama muslim
lainnya dari gangguan lidah dan tangannya”.
Imam Bukhari meriwayatkan hadis tersebut dari Adam bin
Iyas, dari Syu’bah, Syu’bah menrima dari dua jalur yakni dari Ismail dan Al
Sya’by yang bersumber dari Abdullah bin Amr bin Ash dari Nabi SAW.
Sedang Imam Muslim menerima hadis tersebut dari
4 jalur
1)
Dari Hasan Al Khalwany, dari Abu Ashim, dari Ibnu Jarih, dari abu Zubair
dari Jabir dari Nabi SAW.
2)
Dari abdullah bin Hamid dari dari Abu Ashim, dari Ibnu Jarih, dari abu
Zubair dari Jabir dari Nabi SAW.
3)
Dari Said bin Yahya, dari Yahya bin Said, dari Abu Bardah bin Abdullah,
dari Abu Musa, dari Nabi SAW.
4)
Dari Abu Thahir, dari Ibn Wahbi, dari amru bin Haris, dari Yazid bin Abi
Habib, dari abi Al Khairi, dari abdullah bin Amru bin Ash dari Nabi SAW.
Contoh : Hadis
Masyhur yang dikeluarkan oleh Bukhari dari Umar r.a.
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمْ : إِنَّمَااْلأَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ وَإِنَّمَالِكُلِّ امْرِئٍ
مَانَوَى.
“Rasulullah
SAW bersabda : “Hanya sahnya amal-amal itu dengan niat dan hanya bagi tiap-tiap
orang itu memperoleh apa yang diniatkan.”
Hadis tersebut pada thabaqah pertama hanya
diriwayatkan oleh sahabat Umar sendiri, pada thabaqah kedua hanya diriwayatkan
oleh Al Qamah sendiri, pada thabaqah ketiga hanya diriwayatkan oleh Ibnu
Ibrahim At Taimy sendiri dan pada thabaqah keempat hanya diriwayatkan oleh
Yahya bin Said sendiri. Dari Yahya bin Said inilah hadis tersebut diriwayatkan
oleh banyak perawi.
Imam Bukhari menerimanya dari 3 jalur
a)
Dari Musaddad, dari Khammad, dari Yahya bin Said, dari Ibnu Ibrahim At
Taimy, dari Alqamah dari Umar bin Khattab dari Nabi SAW.
b)
Dari Abu Nu’man, dari Khammad, dari Yahya bin Said, dari Ibnu Ibrahim At
Taimy, dari Alqamah dari Umar bin Khattab dari Nabi SAW.
c)
Dari Al Khumaidi, dari Sofyan, dari Yahya bin Said, dari Ibnu Ibrahim At
Taimy, dari Alqamah dari Umar bin Khattab dari Nabi SAW.
Sedang Imam Muslim menrima hadis dari 4 jalur
a)
Dari Ibn Mustanna, dari Abdul Wahhab, dari Yahya bin Said, dari Ibnu
Ibrahim At Taimy, dari Alqamah dari Umar bin Khattab dari Nabi SAW.
b)
Dari Ibn Maslamah, dari Malik,
dari Yahya bin Said, dari Ibnu Ibrahim At Taimy, dari Alqamah dari Umar bin
Khattab dari Nabi SAW.
c)
Dari Muhammad Ramh, dari Al Laits, dari Yahya bin Said, dari Ibnu
Ibrahim At Taimy, dari Alqamah dari Umar bin Khattab dari Nabi SAW.
d)
Dari abu Rabi’, dari Khammad, dari Yahya bin Said, dari Ibnu Ibrahim At
Taimy, dari Alqamah dari Umar bin Khattab dari Nabi SAW.
Diagram Hadis Masyhur 2
b. Hadis Aziz
‘Aziz menurut bahasa, berarti: yang mulai atau yang kuat dan juga berarti
jarang. Hadist ‘Aziz menurut
bahasa berarti hadist yang mulia atau
hadist yang kuat atau hadist yang jarang, karena memang hadist ‘aziz itu jarang
adanya. Para ulama memberikan batasan sebagai berikut: hadist ‘aziz adalah
hadist yang diriwayatkan oleh dua orang rawi, kendati dua rawi itu pada satu
tingkatan saja, dan setelah itu diriwayatkan oleh banyak rawi.
مَارَوَاهُ اِثْنَانِ وَلَوْكاَنَا فِىْ طَبَقَةٍ
وَاحِدَةٍ. ثُمَّ رَوَاهُ بَعْدَ ذٰلِكَ جَمَاعَةٌ.
“Hadis yang diriwayatkan oleh dua orang, walaupun dua orang rawi
tersebut terdapat pada satu thabaqah saja, kemudian setelah itu orang-orang
pada meriwayatkannya”.
Berdasarkan batasan di atas, dapat dipahami
bahwa bila suatu hadist pada tingkatan pertama diriwayatkan oleh dua orang dan
setelah itu diriwayatkan oleh lebih dari dua rawi maka hadist itu tetap saja
dipandang sebagai hadist yang diriwayatkan oleh dua orang rawi, dan karena itu
termasuk hadist ‘aziz.
Contoh :
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمْ : نَحْنُ اْلآخِرُوْنَ السَّابِقُوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.
“Rasulullah
SAW bersabda : "Kita adalah orang yang paling akhir (di dunia), dan yang
paling dulu di hari kiamat”.
Hadis Rasulullah SAW
tersebut di atas diriwayatkan oleh dua orang sahabat, yakni Hudzaifah Ibn Yaman
dengan Abu Hurairah r.a. Hadis Aziz itu akhirnya menjadi hadis masyhur melalui
periwayatan Abu Hurairah r.a. Sebab dari beliau diriwayatkan oleh 7 orang tabi’iy,
yakni : Abu Salamah bin Abdurrahman, Abu Hazim, Thawus, Al A’raj, Humam, Abu
Shalih dan Abdurrahman. Sedang
periwayatan Hudzaifah hanya mendapat sambutan dari Rabi’ bin hars.
Diagram Hadis Aziz 1
Contoh;
Sabda Nabi SAW “Tidaklah sempurna iman salah seorang
daripada-mu, sehingga aku lebih dicintainya daripada ia mencintai dirinya
sendiri, orang tuanya, anak-anaknya dan manusia seluruhnya”.
Sahabat Anas bin Malik
memberikan hadits tersebut kepada dua orang, yaitu Qatadah dan Abdul Aziz bin
Shuhaib. Dari Qatadah diterima oleh dua orang pula, yaitu Husain Al Mu'allim
dan Syu’bah. Dari Abdul Aziz diriwayatkan oleh dua orang, yakni
Abdul Warits dan Ismail bin Ulaiyyah. Seterusnya dari Husain diriwayatkan oleh
Yahya bin Said, dari Syubah diriwayatkan oleh Adam, Muhammad bin Ja’far dan
juga oleh Yahya bin Sa’id. Dari Isma’il diriwayatkan oleh Zuhair bin Harb dan
dari Abdul Warits, diriwayatkan oleh Syaiban bin Abi Syaiban. Dari Yahya
diriwayatkan oleh Musaddad dan dari Jafar diriwayatkan oleh Ibnu Mutsanna dan
Ibnu Basysyar, sampai kepada Bukhary dan Muslim.
Dengan memperhatikan jumlah rawi-rawi pada tiap-tiap
thabaqah yang ternyata pada thabaqah pertama terdiri dari seorang rawi, pada
thabaqah kedua terdiri dari dua orang, pada thabaqah ketiga terdiri dari empat
orang rawi, pada thabaqah keempat terdiri dari lima orang rawi dan seterusnya,
maka hadits tersebut dapat dikatakan sebagai Hadits Aziz.
Diagram Hadis Aziz 2
c. Hadis Gharib
Gharib, menurut bahasa berarti jauh, terpisah, atau
menyendiri dari yang lain. Hadist gharib
menurut bahasa berarti hadist yang terpisah atau menyendiri dari yang lain.
Para ulama memberikan batasan sebagai berikut: hadist gharib adalah hadist yang
diriwayatkan oleh satu orang rawi (sendirian) pada tingkatan maupun dalam
sanad.
ماَنْفَرَدَ بِرِوَايَتِهِ شَخْصٌ فِىْ أَىِّ مَوْضِعٍ
وَقَعَ التَّفَرُّدُبِهِ مِنَ السَّنَدِ.
“Hadis yang dalam sanadnya terdapat seorang yang menyendiri
dalam meriwayatkan, di mana saja penyendirian dalam sanad itu terjadi”.
Berdasarkan batasan tersebut, maka bila suatu
hadist hanya diriwayatkan oleh seorang sahabat Nabi dan baru pada tingkatan
berikutnya diriwayatkan oleh banyak rawi, hadist tersebut tetap dipandang
sebagai hadist gharib.
Ditinjau dari segi bentuk penyendirian rawi
tersebut, hadits gharib terbagi kepada dua macam. Yaitu Gharib mutlak dan
Gharib nisbi.
1) Hadis
Gharib Mutlak
Apabila penyendirian rawi dalam meriwayatkan
hadits itu mengenai personalianya, Penyendirian rawi hadits gharib mutlak ini
harus berpangkal di tempat ashlus sanad, yakni tabi’in, bukan sahabat.
Penyendirian rawi dalam hadits Gharib Mutlak itu, dapat terjadi pada tabi’in
saja (ashlus sanad), atau pada tabi’it tabi’in atau dapat juga pada
seluruh rawi-rawinya di tiap-tiap thabaqah.
Contoh :
قَالَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
اَلإِيْمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُوْنَ شُعْبَةً وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ
اْلإِيْمَانِ.
“Nabi Muhammad SAW. bersabda :”Iman itu bercabang-cabang 73
cabang. Malu itu salah satu cabang dari iman”.
Diagram Hadis Gharib Mutlak
Periwayat hadis tersebut, dari sahabat Abu Hurairah
r.a. hanya tabi’in Abu Shalih saja. Dari Abu Shalih pun hanya diriwayatkan oleh
Abdullah bin Dinar saja. Dari Ibnu Dinar diriwayatkan oleh Sulaiman bin Bilal
terus Abu Amir. Dari Abu Amir ini diriwayatkan oleh tiga orang rawi yang
seorang daripada mereka adalah sanad pertama Imam Bukhari, yaitu Abdullah bin
Muhammad, sedang yang dua orang lagi, yaitu Ubaidullah bin Said dan Abdun bin
Humaid adalah dijadikan sanad pertama oleh Imam Muslim.
2) Hadis
Gharib Nisbi
Apabila penyendirian itu
mengenai sifat-sifat atau keadaan tertentu seorang rawi.
a) Tentang
sifat keadilan dan kedlabithan (ketsiqahan) rawi.
Misalnya
hadits Muslim tentang pertanyaan Umar bin Khaththab r.a. kepada Abu Waqid Al
Laitsy tentang surat-surat apa yang dibaca oleh Nabi pada shalat ‘Idul Fitri,
jawab Abu Waqid: yakni membaca QS. Qaf dan QS. Al Qamar
Dlumrah bin Said Al Maziny, salah seorang
rawi Muslim, adalah orang yang tsiqah. Tidak seorang pun dari rawi-rawi tsiqah,
yang meriwayatkannya selain dia sendiri. la sendiri yang meriwayatkan hadits
tersebut dari Ubaidillah dari Abu Waqid Al Laitsy. la disifatkan dengan
menyendiri tentang ketsiqahannya, dinisbatkan kepada rawi Ad Daruquthniy, yakni
Ibnu Lahiah, yang meriwayatkan hadits tersebut dari Khalid bin Yazid dari Urwah
dari Aisyah r.a. Ibnu Lahi’ah oleh Jamhur didlaifkan.
Diagram Hadis Gharib Nisbi 1
b) Tentang
kota atau tempat tinggal tertentu.
Contoh, hadits yang hanya diriwayatkan oleh
rawi-rawi dari Basrah saja. “Rasulullah
saw. memerintahkan kepada kita agar kita membaca Al Fatihah dan surat yang
mudah dari Al Qur’an”.
Diagram Hadis Gharib Nisbi 2
Hadits
yang dikeluarkan oleh Abu Dawud dengan sanad Abu Al Walid At Thayalisy, Hammam,
Qatadah, Abu Nadlrah dan Said. Hadis ini, tidak ada rawi yang meriwayatkannya,
selain rawi-rawi yang berasal dari kota Bashrah.
3.
Kedudukan Hadis Ahad
Bila hadist mutawatir dapat dipastikan
sepenuhnya berasal dari Rasulullah SAW, maka tidak demikian hadist ahad. Hadist
ahad tidak pasti berasal dari Rasulullah SAW, tetapi diduga (zhanni dan
mazhnun) berasal dari beliau. Dengan ungkapan lain dapat dikatakan bahwa hadist
ahad mungkin benar berasal dari Rasulullah SAW, dan mungkin pula tidak benar
berasal dari beliau.
Karena hadist ahad itu tidak pasti (hgairu qath’i atau ghairu maqthu’), tetapi diduga (zhanni atau mazhnun) berasal dari
Rasulullah SAW, maka kedudukan hadist ahad, sebagai sumber ajaran Islam, berada
dibawah kedudukan hadist mutawatir. Lain berarti bahwa bila suatu hadist, yang
termasuk kelompok hadist ahad, bertentangan isinya dengan hadist mutawatir,
maka hadist tersebut harus ditolak.
C.
Perbedaan Hadis Mutawattir dan Hadis Ahad
1.
Dari
segi jumlah rawi
Hadist mutawatir diriwayatkan oleh para rawi
yang jumlahnya begitu banyak pada setiap tingkatan, sehingga menurut adat
kebiasaan, mustahil (tidak mungkin) mereka sepakat untuk berdusta. Sedangkan
hadist ahad diriwayatkan oleh rawi atau dalam jumlah yang menurut adat
kebiasaan masih memungkinkan dia atau mereka sepakat untuk berdusta.
2.
Dari
segi pengetahuan yang dihasilkan
Hadist mutawatir menghasilkan ilmu qath’i
(pengetahuan yang pasti) atau ilmu dharuri (pengetahuan yang mendesak untuk
diyakini) bahwa hadist itu sungguh-sungguh dari Rasulullah, sehingga dapat
dipastikan kebenarannya. Sedangkan hadist ahad menghasilkan ilmu zhanni
(pengetahuan yang bersifat dugaan) bahwa hadist itu berasal dari Rasulullah
SAW, sehingga kebenarannya masih berupa dugaan pula.
3.
Dari
segi kedudukan
Hadist mutawatir sebagai sumber ajaran Islam
memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari hadist ahad. Sedangkan kedudukan
hadist ahad sebagai sumber ajaran Islam berada dibawah kedudukan hadist
mutawatir.
4.
Dari
segi kebenaran keterangan matan
Dapat ditegaskan bahwa keterangan matan
hadist mutawatir mustahil bertentangan dengan keterangan ayat dalam Al Qur’an.
Sedangkan keterangan matan hadist ahad mungkin saja (tidak mustahil)
bertentangan dengan keterangan ayat Al Qur’an.
SOAL PILIHAN GANDA
1.
Pengertian Mutawatir menurut bahasa adalah……….
a. Banyak c. Berturut-turut e. Baik
b. Benar d. Sambung
2.
Jumlah rawi Hadits Aziz adalah……..
a. 1 Rawi c. 3 Rawi e. 5 Rawi
b. 2 Rawi d. 4 Rawi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar