Jumat, 21 Maret 2014

PEMBAGIAN HADIS BERDASARKAN JUMLAH PERAWINYA


A.  Hadis Mutawattir
1.    Pengertian Hadis Mutawatir
Secara bahasa (etimoligi) kata ”mutawatir” berarti mutatabi yakni berturut-turut. Maksudnya beriring-iringan atau berturut-turut antara satu dengan yang lain.
Secara istilah  hadis mutawatir adalah :
هُوَ خَبَرٌ عَنْ مَحْسُوْسٍ رَوَاهُ عَدَدٌ جَمٌّ يَجِبُ فِى الْعَادَةِ اِحَالَةُ إِجْتِمَاعِهِمْ وَتَوَاطُئِهِمْ عَلَى الْكَذِبِ.
“Suatu hadis hasil tanggapan dari panca indera, yang diriwayatkan oleh sejumlah besar rawi, yang menurut adat kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan bersepakat dusta”.
Hadist Mutawatir adalah suatu hadist hasil tanggapan dari panca indera yang diriwayatkan oleh sejumlah besar rowi yang menurut adat kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan bersepakat dusta. Dengan adanya pengertian ini dapat difahami bahwa syarat untuk menentukan hadist mutawatir yaitu hadist diterima berdasarkan tanggapan panca indra, jumlah perowinya harus mencapai ketentuan yang tidak mungkin mereka bersepakat bohong. Mengenahi ketentuan jumlah perowi untuk memenuhi syarat tersebut para muhadditsin berselisih pendapat. Adanya keseimbangan jumlah rawi-rawi pada thobaqoh pertama dengan jumlah rawi-rawi pada thobaqoh berikutnya.
Pendapat lain Hadits Mutawatir secara terminologi hadits yang diriwayatkan oleh rowi yang banyak dan tidak mungkin mereka mufarokat berbuat dusta pada hadits itu, mengingat banyaknya jumlah mereka.
Jadi, Hadis Mutawattir adalah hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah bilangan rawi dalam tiap-tiap tingkatan sanadnya, dimana secara akal mustahil mereka akan sepakat menyalahi hadis tersebut.

2.   Syarat-syarat Hadis Mutawatir
a.    Dengan tanggapan panca indera dengan ungkapan  “kami telah mendengar”, “kami telah melihat”, atau “kami telah merasakan”.
b.   Jumlah rawi-rawinya harus mencapai suatu ketentuan yang tidak memungkinkan mereka bersepakat bohong. Para ulama berbeda-beda pendapat tentang batasan yang diperlukan untuk tidak memungkinkan bersepakat dusta.
1)   Abu Thayyib menentukan sekurang-kurangnya 4 orang, pendapat tersebut  diqiyaskan dengan banyaknya saksi yang diperlukan hakim untuk tidak memberi vonis kepada terdakwa.
2)   Ashhabu Asy Syafiiy menentukan minimal 5 orang, Pendapat tersebut  mengqiyaskannya dengan jumlah para Nabi yang mendapat gelar ulul azmi.
3)   Sebagian   ulama   menetapkan   sekurang-kurangnya 20 orang, berdasarkan ketentuan yang telah difirmankan Allah QS. Al Anfal 65, tentang sugesti Allah kepada orang-orang mukmin yang pada tahan uji, yang hanya dengan berjumlah 20 orang saja mampu mengalahkan 200 orang kafir.
c.    Adanya keseimbangan jumlah antara rawi-rawi dalam thabaqah (lapisan) pertama dengan jumlah rawi-rawi dalam thabaqah berikutnya. Oleh karena itu, kalau suatu hadits diriwayatkan oleh sepuluh sahabat umpamanya, kemudian diterima oleh lima orang tabi’in dan seterusnya hanya diriwayatkan oleh dua orang tabi’it-tabi’in, bukan Hadits Mutawatir. Sebab jumlah rawi-rawinya tidak seimbang antara thabaqah pertama, kedua dan ketiga.

3.   Klasifikasi Hadis Mutawatir
a.      Hadis Mutawatir Lafdzi
Adalah hadis yang diriwayatkan oleh banyak perawi dengan redaksi lafadz dan makna dari redaksi lafadz sama.
Contoh :            
قاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلْعَمْ : مَنْ كَذَّبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Barang siapa sengaja berdusta kepadaku maka hendaklah bersiap-siap menempati tempatnya di neraka”

Menurut Abu Bakar Al Bazzar, hadis tersebut diriwayatkan oleh 40 sahabat dengan susunan redaksi dan makna yang sama dan terahir diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
Description: 1

Contoh lain : 
إِنَّ هٰذَ الْقُرْآنَ أُنْزِلَ عَلى سَبْعَةِ أَحْرُفٍ. (متفق عليه)
“Sesungguhnya Al Qur’an diturunkan dengan tujuh macam bacaan (qira’at)”.

Hadis tersebut diriwayatkan oleh puluhan sahabat dan terahir diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim
b.      Hadis Mutawatir Ma’nawy
Adalah hadis mutawatir yang rawinya berlainan dalam penyusunan redaksi lafadznya, tetapi makna masing-masing redaksi lafal tersebut prinsipnya sama.
Contoh :  hadits tentang mengangkat tangan di kala berdoa
مَارَفَعَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَيْهِ حَتّٰى رُؤِىَ بَيَاضُ اِبْطَيْهِ فِىْ شَيْئٍ مِنْ دُعَائِهِ إِلاَّ فِى اْلاِسْتِسْقَاءِ. (متفق عليه)
“Konon Nabi Muhammad SAW. tidak mengangkat kedua tangan beliau dalam doa-doa beliau, selain dalam doa shalat istisqa’. Dan beliau mengangkat tangannya, hingga tampak putih-putih kedua ketiaknya.” (HR. Muttafaq alaih)
Hadits yang semacam itu, tidak kurang dari 30 buah dengan redaksi yang berbeda-beda. Antara lain hadits-hadits yang ditakhrijkan oleh Imam Ahmad, Al Hakim dan Abu Dawud, yang berbunyi:

Description: 3
"Konon Rasulullah saw. mengangkat tangan, sejajar dengan kedua pundak beliau. "

4.   Kedudukan Hadis Mutawattir
Seperti telah disinggung, hadist-hadist yang termasuk kelompok hadist mutawatir adalah hadist-hadist yang pasti (qath’i atau maqth’u) berasal dari Rasulullah SAW. Para ulama menegaskan bahwa hadist mutawatir membuahkan “ilmu qath’i” (pengetahuan yang pasti), yakni pengetahuan yang pasti bahwa perkataan, perbuatan atau persetujuan berasal dari Rasulullah SAW. Para ulama juga biasa menegaskan bahwa hadist mutawatir membuahkan “ilmu dharuri” (pengetahuan yang sangat mendesak untuk diyakini atau dipastikan kebenarannya), yakni pengetahuan yang tidak dapat tidak harus diterima bahwa perkataan, perbuatan, atau persetujuan yang disampaikan oleh hadist itu benar-benar perkataan, perbuatan, atau persetujuan Rasulullah SAW.
Taraf kepastian bahwa hadist mutawatir itu sungguh-sungguh berasal dari Rasulullah SAW, adalah penuh dengan kata lain kepastiannya itu mencapai seratus persen.
Oleh karena itu, kedudukan hadist mutawatir sebagai sumber ajaran Islam tinggi sekali. Menolak hadist mutawatir sebagai sumber ajaran Islam sama halnya dengan menolak kedudukan Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah.

B.  Hadis Ahad
1.    Pengertian Hadis Ahad
Menurut bahasa adalah kata ahaad adalah  jamak dari waahid atau ahad. Bila waahid atau ahad berarti satu, maka aahaad, sebagai jamaknya, berarti satu-satu. Hadist ahad menurut bahasa berarti hadist satu-satu.
Oleh karena itu, ada batasan yang diberikan oleh ulama batasan hadist ahad antara lain berbunyi: hadist ahad adalah hadist yang para rawinya tidak mencapai jumlah rawi hadist mutawatir, baik rawinya itu satu, dua, tiga, empat, lima atau seterusnya, tetapi jumlahnya tidak memberi pengertian bahwa hadist dengan jumlah rawi tersebut masuk dalam kelompok hadist mutawatir.
هُوَ مَالاَ يَنْتَهِىْ إِلَى التَّوَاتُرِ
“Hadis yang tidak mencapai derajat mutawatir”.

Hadist Ahad adalah hadist yang jumlah rawi pada thobaqoh pertama, kedua, ketiga dan seterusnya terdiri dari tiga orang atau dua orang atau bahkan seorang. Berbeda dengan hadis mutawatir, di mana pada masing-masing lapisan, perawi mulai dari tingkat sahabat sampai seterusnya ke bawah diriwayatkan oleh banyak rawi. Sedangkan pada hadis ahad hanya terdiri dari beberapa orang (satu, dua, tiga) saja.
2.   Klasifikasi Hadis Ahad
a.   Hadis Masyhur
Masyhur menurut bahasa berarti yang sudah tersebar atau yang sudah popular. Hadis Masyhur adalah hadist yang diriwayatkan oleh tiga orang rawi atau lebih, dan beliau mencapai derajat hadist mutawatir. Sedangkan batasan tersebut, jumlah rawi hadist masyhur (hadist mustafidah) pada setiap tingkatan tidak kurang dari tiga orang, dan bila lebih dari tiga orang, maka jumlah itu belum mencapai jumlah rawi hadist mutawatir.
مَارَوَاهُ الثَّلاَثَةُ فَأَكْثَرَ وَلمَ ْيَصِلْ دَرَجَةَ التَّوَاتُرِ.
“Hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih, serta belum mencapai derajat mutawatir”.
Dalam Hadis Masyhur, bisa terjadi jumlah perawi-perawinya dalam generasi pertama (sahabat), kedua (tabi'in), ketiga (tabi'it tabi'in), keempat (tabi'it tabi'it tabi'in) dan setelah generasi itu diriwayatkan oleh banyak perawi, seperti diagram hadis dibawah ini.
Description: 4
Diagram Hadis Masyhur 1

Contoh :    
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اَلْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ. (رواه البخارى ومسلم)
Rasulullah SAW bersabda : “Seorang muslim itu ialah orang yang menyelamatkan sesama muslim lainnya dari gangguan lidah dan tangannya”.
Imam Bukhari meriwayatkan hadis tersebut dari Adam bin Iyas, dari Syu’bah, Syu’bah menrima dari dua jalur yakni dari Ismail dan Al Sya’by yang bersumber dari Abdullah bin Amr bin Ash dari Nabi SAW.
Sedang Imam Muslim menerima hadis tersebut dari 4 jalur
1)   Dari Hasan Al Khalwany, dari Abu Ashim, dari Ibnu Jarih, dari abu Zubair dari Jabir dari Nabi SAW.
2)   Dari abdullah bin Hamid dari dari Abu Ashim, dari Ibnu Jarih, dari abu Zubair dari Jabir dari Nabi SAW.
3)   Dari Said bin Yahya, dari Yahya bin Said, dari Abu Bardah bin Abdullah, dari Abu Musa, dari Nabi SAW.
4)   Dari Abu Thahir, dari Ibn Wahbi, dari amru bin Haris, dari Yazid bin Abi Habib, dari abi Al Khairi, dari abdullah bin Amru bin Ash dari Nabi SAW.
Contoh : Hadis Masyhur yang dikeluarkan oleh Bukhari dari Umar r.a.

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ : إِنَّمَااْلأَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ وَإِنَّمَالِكُلِّ امْرِئٍ مَانَوَى.
“Rasulullah SAW bersabda : “Hanya sahnya amal-amal itu dengan niat dan hanya bagi tiap-tiap orang itu memperoleh apa yang diniatkan.”

Hadis tersebut pada thabaqah pertama hanya diriwayatkan oleh sahabat Umar sendiri, pada thabaqah kedua hanya diriwayatkan oleh Al Qamah sendiri, pada thabaqah ketiga hanya diriwayatkan oleh Ibnu Ibrahim At Taimy sendiri dan pada thabaqah keempat hanya diriwayatkan oleh Yahya bin Said sendiri. Dari Yahya bin Said inilah hadis tersebut diriwayatkan oleh banyak perawi.
Imam Bukhari menerimanya dari 3 jalur
a)       Dari Musaddad, dari Khammad, dari Yahya bin Said, dari Ibnu Ibrahim At Taimy, dari Alqamah dari Umar bin Khattab dari Nabi SAW.
b)      Dari Abu Nu’man, dari Khammad, dari Yahya bin Said, dari Ibnu Ibrahim At Taimy, dari Alqamah dari Umar bin Khattab dari Nabi SAW.
c)       Dari Al Khumaidi, dari Sofyan, dari Yahya bin Said, dari Ibnu Ibrahim At Taimy, dari Alqamah dari Umar bin Khattab dari Nabi SAW.
Sedang Imam Muslim menrima hadis dari 4 jalur
a)      Dari Ibn Mustanna, dari Abdul Wahhab, dari Yahya bin Said, dari Ibnu Ibrahim At Taimy, dari Alqamah dari Umar bin Khattab dari Nabi SAW.
b)      Dari Ibn Maslamah, dari  Malik, dari Yahya bin Said, dari Ibnu Ibrahim At Taimy, dari Alqamah dari Umar bin Khattab dari Nabi SAW.
c)      Dari Muhammad Ramh, dari Al Laits, dari Yahya bin Said, dari Ibnu Ibrahim At Taimy, dari Alqamah dari Umar bin Khattab dari Nabi SAW.
d)      Dari abu Rabi’, dari Khammad, dari Yahya bin Said, dari Ibnu Ibrahim At Taimy, dari Alqamah dari Umar bin Khattab dari Nabi SAW.
Description: 5
Diagram Hadis Masyhur 2
b.   Hadis Aziz
‘Aziz menurut bahasa, berarti: yang mulai atau yang kuat dan juga berarti jarang. Hadist ‘Aziz menurut bahasa berarti hadist yang mulia atau hadist yang kuat atau hadist yang jarang, karena memang hadist ‘aziz itu jarang adanya. Para ulama memberikan batasan sebagai berikut: hadist ‘aziz adalah hadist yang diriwayatkan oleh dua orang rawi, kendati dua rawi itu pada satu tingkatan saja, dan setelah itu diriwayatkan oleh banyak rawi.
مَارَوَاهُ اِثْنَانِ وَلَوْكاَنَا فِىْ طَبَقَةٍ وَاحِدَةٍ. ثُمَّ رَوَاهُ بَعْدَ ذٰلِكَ جَمَاعَةٌ.
“Hadis yang diriwayatkan oleh dua orang, walaupun dua orang rawi tersebut terdapat pada satu thabaqah saja, kemudian setelah itu orang-orang pada meriwayatkannya”.

Berdasarkan batasan di atas, dapat dipahami bahwa bila suatu hadist pada tingkatan pertama diriwayatkan oleh dua orang dan setelah itu diriwayatkan oleh lebih dari dua rawi maka hadist itu tetap saja dipandang sebagai hadist yang diriwayatkan oleh dua orang rawi, dan karena itu termasuk hadist ‘aziz.
 Contoh :
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ : نَحْنُ اْلآخِرُوْنَ السَّابِقُوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.
“Rasulullah SAW bersabda : "Kita adalah orang yang paling akhir (di dunia), dan yang paling dulu di hari kiamat”.

Hadis Rasulullah SAW tersebut di atas diriwayatkan oleh dua orang sahabat, yakni Hudzaifah Ibn Yaman dengan Abu Hurairah r.a. Hadis Aziz itu akhirnya menjadi hadis masyhur melalui periwayatan Abu Hurairah r.a. Sebab dari beliau diriwayatkan oleh 7 orang tabi’iy, yakni : Abu Salamah bin Abdurrahman, Abu Hazim, Thawus, Al A’raj, Humam, Abu Shalih dan Abdurrahman. Sedang periwayatan Hudzaifah hanya mendapat sambutan dari Rabi’ bin hars.

Description: 6
Diagram Hadis Aziz 1

Contoh; Sabda Nabi SAW “Tidaklah sempurna iman salah seorang daripada-mu, sehingga aku lebih dicintainya daripada ia mencintai dirinya sendiri, orang tuanya, anak-anaknya dan manusia seluruhnya”.
Sahabat Anas bin Malik memberikan hadits tersebut kepada dua orang, yaitu Qatadah dan Abdul Aziz bin Shuhaib. Dari Qatadah diterima oleh dua orang pula, yaitu Husain Al Mu'allim dan Syubah. Dari Abdul Aziz diriwayatkan oleh dua orang, yakni Abdul Warits dan Ismail bin Ulaiyyah. Seterusnya dari Husain diriwayatkan oleh Yahya bin Said, dari Syubah diriwayatkan oleh Adam, Muhammad bin Ja’far dan juga oleh Yahya bin Sa’id. Dari Isma’il diriwayatkan oleh Zuhair bin Harb dan dari Abdul Warits, diriwayatkan oleh Syaiban bin Abi Syaiban. Dari Yahya diriwayatkan oleh Musaddad dan dari Jafar diriwayatkan oleh Ibnu Mutsanna dan Ibnu Basysyar, sampai kepada Bukhary dan Muslim.
Dengan memperhatikan jumlah rawi-rawi pada tiap-tiap thabaqah yang ternyata pada thabaqah pertama terdiri dari seorang rawi, pada thabaqah kedua terdiri dari dua orang, pada thabaqah ketiga terdiri dari empat orang rawi, pada thabaqah keempat terdiri dari lima orang rawi dan seterusnya, maka hadits tersebut dapat dikatakan sebagai Hadits Aziz.
Description: 7











Diagram Hadis Aziz 2
c.   Hadis Gharib
Gharib, menurut bahasa berarti jauh, terpisah, atau menyendiri dari yang lain. Hadist gharib menurut bahasa berarti hadist yang terpisah atau menyendiri dari yang lain. Para ulama memberikan batasan sebagai berikut: hadist gharib adalah hadist yang diriwayatkan oleh satu orang rawi (sendirian) pada tingkatan maupun dalam sanad.
ماَنْفَرَدَ بِرِوَايَتِهِ شَخْصٌ فِىْ أَىِّ مَوْضِعٍ وَقَعَ التَّفَرُّدُبِهِ مِنَ السَّنَدِ.
“Hadis yang dalam sanadnya terdapat seorang yang menyendiri dalam meriwayatkan, di mana saja penyendirian dalam sanad itu terjadi”.
Berdasarkan batasan tersebut, maka bila suatu hadist hanya diriwayatkan oleh seorang sahabat Nabi dan baru pada tingkatan berikutnya diriwayatkan oleh banyak rawi, hadist tersebut tetap dipandang sebagai hadist gharib.
Ditinjau dari segi bentuk penyendirian rawi tersebut, hadits gharib terbagi kepada dua macam. Yaitu Gharib mutlak dan Gharib nisbi.
1)   Hadis Gharib Mutlak
Apabila penyendirian rawi dalam meriwayatkan hadits itu mengenai personalianya, Penyendirian rawi hadits gharib mutlak ini harus berpangkal di tempat ashlus sanad, yakni tabi’in, bukan sahabat. Penyendirian rawi dalam hadits Gharib Mutlak itu, dapat terjadi pada tabi’in saja (ashlus sanad), atau pada tabi’it tabi’in atau dapat juga pada seluruh rawi-rawinya di tiap-tiap thabaqah.
Contoh :
قَالَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اَلإِيْمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُوْنَ شُعْبَةً وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ اْلإِيْمَانِ.
“Nabi Muhammad SAW. bersabda :”Iman itu bercabang-cabang 73 cabang. Malu itu salah satu cabang dari iman”.
Description: 8
Diagram Hadis Gharib Mutlak

Periwayat hadis tersebut, dari sahabat Abu Hurairah r.a. hanya tabi’in Abu Shalih saja. Dari Abu Shalih pun hanya diriwayatkan oleh Abdullah bin Dinar saja. Dari Ibnu Dinar diriwayatkan oleh Sulaiman bin Bilal terus Abu Amir. Dari Abu Amir ini diriwayatkan oleh tiga orang rawi yang seorang daripada mereka adalah sanad pertama Imam Bukhari, yaitu Abdullah bin Muhammad, sedang yang dua orang lagi, yaitu Ubaidullah bin Said dan Abdun bin Humaid adalah dijadikan sanad pertama oleh Imam Muslim.
2)  Hadis Gharib Nisbi
Apabila penyendirian itu mengenai sifat-sifat atau keadaan tertentu seorang rawi.
a)   Tentang sifat keadilan dan kedlabithan (ketsiqahan) rawi.
Misalnya hadits Muslim tentang pertanyaan Umar bin Khaththab r.a. kepada Abu Waqid Al Laitsy tentang surat-surat apa yang dibaca oleh Nabi pada shalat ‘Idul Fitri, jawab Abu Waqid: yakni membaca QS. Qaf dan QS. Al Qamar
Dlumrah bin Said Al Maziny, salah seorang rawi Muslim, adalah orang yang tsiqah. Tidak seorang pun dari rawi-rawi tsiqah, yang meriwayatkannya selain dia sendiri. la sendiri yang meriwayatkan hadits tersebut dari Ubaidillah dari Abu Waqid Al Laitsy. la disifatkan dengan menyendiri tentang ketsiqahannya, dinisbatkan kepada rawi Ad Daruquthniy, yakni Ibnu Lahiah, yang meriwayatkan hadits tersebut dari Khalid bin Yazid dari Urwah dari Aisyah r.a. Ibnu Lahi’ah oleh Jamhur didlaifkan.
Description: 10
Diagram Hadis Gharib Nisbi 1

b)   Tentang kota atau tempat tinggal tertentu.
Contoh, hadits yang hanya diriwayatkan oleh rawi-rawi dari Basrah saja. “Rasulullah saw. memerintahkan kepada kita agar kita membaca Al Fatihah dan surat yang mudah dari Al Qur’an”.

Description: 11
Diagram Hadis Gharib Nisbi 2

Hadits yang dikeluarkan oleh Abu Dawud dengan sanad Abu Al Walid At Thayalisy, Hammam, Qatadah, Abu Nadlrah dan Said. Hadis ini, tidak ada rawi yang meriwayatkannya, selain rawi-rawi yang berasal dari kota Bashrah.

3.   Kedudukan Hadis Ahad
Bila hadist mutawatir dapat dipastikan sepenuhnya berasal dari Rasulullah SAW, maka tidak demikian hadist ahad. Hadist ahad tidak pasti berasal dari Rasulullah SAW, tetapi diduga (zhanni dan mazhnun) berasal dari beliau. Dengan ungkapan lain dapat dikatakan bahwa hadist ahad mungkin benar berasal dari Rasulullah SAW, dan mungkin pula tidak benar berasal dari beliau.
Karena hadist ahad itu tidak pasti (hgairu qath’i atau ghairu maqthu’), tetapi diduga (zhanni atau mazhnun) berasal dari Rasulullah SAW, maka kedudukan hadist ahad, sebagai sumber ajaran Islam, berada dibawah kedudukan hadist mutawatir. Lain berarti bahwa bila suatu hadist, yang termasuk kelompok hadist ahad, bertentangan isinya dengan hadist mutawatir, maka hadist tersebut harus ditolak.

C.  Perbedaan Hadis Mutawattir  dan Hadis Ahad
1.    Dari segi jumlah rawi
Hadist mutawatir diriwayatkan oleh para rawi yang jumlahnya begitu banyak pada setiap tingkatan, sehingga menurut adat kebiasaan, mustahil (tidak mungkin) mereka sepakat untuk berdusta. Sedangkan hadist ahad diriwayatkan oleh rawi atau dalam jumlah yang menurut adat kebiasaan masih memungkinkan dia atau mereka sepakat untuk berdusta.
2.   Dari segi pengetahuan yang dihasilkan
Hadist mutawatir menghasilkan ilmu qath’i (pengetahuan yang pasti) atau ilmu dharuri (pengetahuan yang mendesak untuk diyakini) bahwa hadist itu sungguh-sungguh dari Rasulullah, sehingga dapat dipastikan kebenarannya. Sedangkan hadist ahad menghasilkan ilmu zhanni (pengetahuan yang bersifat dugaan) bahwa hadist itu berasal dari Rasulullah SAW, sehingga kebenarannya masih berupa dugaan pula.
3.   Dari segi kedudukan
Hadist mutawatir sebagai sumber ajaran Islam memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari hadist ahad. Sedangkan kedudukan hadist ahad sebagai sumber ajaran Islam berada dibawah kedudukan hadist mutawatir.
4.   Dari segi kebenaran keterangan matan
Dapat ditegaskan bahwa keterangan matan hadist mutawatir mustahil bertentangan dengan keterangan ayat dalam Al Qur’an. Sedangkan keterangan matan hadist ahad mungkin saja (tidak mustahil) bertentangan dengan keterangan ayat Al Qur’an.




SOAL PILIHAN GANDA
1.    Pengertian Mutawatir menurut bahasa adalah……….
a.  Banyak                            c.  Berturut-turut                  e.  Baik
b.  Benar                               d.  Sambung
2.    Jumlah rawi Hadits Aziz adalah……..
a.  1 Rawi                             c.  3 Rawi                             e.  5 Rawi
b.  2 Rawi                             d.  4 Rawi


Tidak ada komentar:

Posting Komentar