Jumat, 21 Maret 2014

KITAB KITAB HADIS


A.     Kitab Al Jami’
Al-Jami’, yaitu literatur hadis yang memuat bab dari berbagai dimensi keagamaan, seperti aqidah, hukum, akhlak, sejarah, manaqib, bahkan juga gambaran tentang akhir zaman.
1.    Kitab Hadis Jamius Shahih karya Imam Bukhari
Dari sekian banyak karya Imam al-Bukhari, yang paling terkenal di antaranya adalah kitab Sahih al-Bukhari. Judul lengkap kitab tersebut adalah al-Jami’ al-Musnad al-Sahih al-Mukhtasar min Umur Rasulillah wa Sunanih wa Ayyamih. Kitab ini disusunnya dalam kurun waktu lebih kurang 16 tahun. Imam al-Bukhari mulai membuat kerangka penulisan kitab tersebut pada saat ia berada di Masjidil Haram, Mekkah, dan secara terus menerus dia menulis kitab tersebut sampai kepada draft terakhir yang dikerjakannya di Mesjid Nabawi di Madinah.
Kitab tersebut berisikan hadis-hadis shahih semuanya, berdasarkan pengakuan beliau sendiri, ujarnya : “Saya tidak memasukkan dalam kitabku ini kecuali shahih semuanya.”

SEJARAH SINGKAT SAHABAT PERIWAYAT HADIS DAN PENTAKHRIJ HADIS


A.  Sejarah Singkat Sahabat Periwayat Hadis
1.    Abu Hurairah
Abu Hurairah adalah sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadist Nabi, ia meriwayatkan hadist sebanyak 5.374 hadist. Abu Hurairah memeluk Islam pada tahun 7 H, tahun terjadinya perang Khibar, Rasulullah sendirilah yang memberi julukan “Abu Hurairah”, ketika beliau sedang melihatnya membawa seekor kucing kecil. Julukan dari Rasulullah itu semata karena kecintaan beliau kepadanya. Ia wafat pada tahun 57 H di Aqiq.
Allah mengabulkan doa Rasulullah agar Abu Hurairah dianugrahi hapalan yang kuat. Ia memang paling banyak hapalannya diantara para sahabat lainnya. Pada masa Umar bin Khaththab menjadi Khalifah, Abu Hurairah menjadi pegawai di Bahrain, karena banyak meriwayatkan hadist Umar bin Khaththab pernah menetangnya dan ketika Abu Hurairah meriwayatkan sabda Rasulullah:” Barangsiapa berdusta mengatasnamakanku dengan sengaja, hendaklah ia menyediakan pantatnya untuk dijilat api neraka”. Kalau begitu kata Umar, engkau boleh pergi dan menceritakan hadist.

ILMU JARH DAN TA’DIL


A.  Pengertian jarh
Lafadz Jarh secara etimologi adalah melukai badan hingga mengeluarkan darah. Menurut terminologi ilmu hadis, kata al jarh berarti upaya mengungkap sifat-sifat tercela dari periwayat hadis yang menyebabkan lemah atau tertolakya riwayat yang disampaikan
Al Jarh menurut istilah yaitu terlihatnya sifat pada seorang perawi yang dapat menjatuhkan ke‘adalahannya, dan merusak hafalan dan ingatannya, sehingga menyebabkan gugur riwayatnya, atau melemahkannya hingga kemudian ditolak.
Menurut Asy Syaikh Manna' Al Qaththan, Al Jarh adalah terlihatnya sifat pada seseorang perawi yang dapat menjatuhkan ke adilannya, merusak hafalan dan ingatannya, sehingga menyebabkan gugur riwayatnya hingga kemidian ditolak.
Menurut para muhadditsin jarh ialah sifat seorang rawi yang dapat mencecatkan keadilan dan hafalannya, menunjukkan atau membayangkan kelemahan seorang rawi. Menjarh atau mentajrih seorang rawi berarti menyipati rawi tersebut dengan sifat-sifat yang menyebabkan kelemahan atau tertolak apa yang diriwayatkannya.

HADIS DITINJAU DARI DITERIMA ATAU DITOLAKNYA MENJADI HUJAH


A.  Hadis Maqbul
1.    Pengertian Hadis Maqbul
Maqbul menurut bahasa adalah yang diambil, yang diterima dan yang dibenarkan. Sedangkan menurut istilah ahli hadis, hadis maqbul ialah hadis yang telah sempurna syarat-syarat penerimaannya . Adapun syarat-syarat penerimaan hadits menjadi hadits yang maqbul berkaitan dengan sanad-nya yang tersambung, diriwayatkan oleh rawi yang adil dan dhabit, dan dari segi matan yang tidak syadz dan tidak terdapat illat.
Hadits maqbul ialah hadits yang dapat diterima sebagai hujjah. Jumhur ulama sepakat bahwa hadits shohih dan hasan sebagai hujjah. Pada prinsipnya, baik hadits shohih maupun hadits hasan mempunyai sifat-sifat yang dapat diterima (Maqbul). Walaupun rawi hadits hasan kurang hafalannya dibanding dengan rawi hadits shohih, tetapi rawi hadits hasan masih terkenal sebagai orang yang jujur dan dari pada melakukan dusta.
2.   Klasifikasi Hadis Maqbul
a.   Hadits Maqbul Ma’mulun Bih
Adalah hadis maqbul yang dapat diterima menjadi hujjah dan dapat pula diamalkan (hadits)

HADIS BERDASARKAN SIFAT SANAD


A.  Hadis Muttasil
1.    Pengertian Hadis Muttasil
Muttashil secara bahasa berarti bersambung sedangkan menurut ishtilah muhadditsin muttashil adalah hadits yang sanadnya bersambung-sambung dari setiap rawinya. Baik sampai kepada nabi atau kepada sahabat. Hadis muttasil adalah hadis yang didengar oleh masing-masing rawinya dari rawi yang di atasnya sampai kepada ujung sanadnya Hadits Muttashil disebut juga hadits maushul. Hadits muttashil mencakup hadits muttashil  marfu’ dan hadits muttashil  mauquf.
Ibnu sholah berpendapat bahwasanya hadits muttashil yang tidak memuat sanad yang disandarkan pada tabi’in disebut hadis maqthu’, dan apabila hadits muttashil tersebut memuat sanad yang disandarkan pada tabi’in maka di sebut marfu’ dan mauquf.

HADIS BERDASARKAN TEMPAT PENYANDARANNYA


A.  Hadis Qudsi
1.    Pengertian Hadis Qudsi
Hadits Qudsi di nisbatkan kepada kata Al Qudsu, sedangkan kata Al Qudsu artinya suci dan bersih. Digunakanlah Hadits illahi atas dasar pengertian tersebut, karena di nisbatkan kpada kata Ilaah dan Hadits Rabbani, karena di nisbatkan kepada kata Rabb (tuhan) Ta’ala. Sedangkan menurut istilah, Hadits Qudsi adalah Hadits yang disandarkan oleh Rasul Saw dan disanadkan kepada Tuhannya selain Al Qur’an. Atau Hadits yang lafadz matan-nya dari Nabi Muhammad SAW dan maknanya dari Allah SWT. Hadits Qudsi tidsak sama dengan Al Qur`an karena Al Qur`an lafadz dan matan-nya dari Allah SWT. Jumlah Hadits Qudsi menurut kitab Al Ittihafatus Sunniyah berjumlah 833 buah, termasuk yang shahih, hasan dan dlaif. 

HADIS BERDASARKAN KUALITAS SANAD


A.  Hadis Shaahih
1.    Pengertian Hadis Shaahiih
Kata shahih dalam bahasa diartikan orang sehat, yang dimaksud hadits shahih adalah hadits yang sehat dan benar tidak terdapat penyakit dan cacat.
Secara istilah Hadis Shaahiih adalah hadis yang muttasil (bersambung) sanadnya, diriwayatkan oleh orang adil dan dhobith(kuat daya ingatan) sempurna dari sesamanya, selamat dari kejanggalan (syadz), dan cacat (‘ilat).
مَانَقَلَهُ عَدْلٌ تَامُّ الضَّبْطِ مُتَّصِلُ السَّنَدِ غَيْرُ مُعَلَّلٍ وَلاَ شَاذٍّ.
“Hadis yang dinukil (diriwayatkan) oleh rawi yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung-sambung, tidak ber’illat dan tidak janggal”.
Imam Al Suyuti mendifinisikan “hadis yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh perowi yang adil dan dhobit, tidak syadz dan tidak ber’ilat”.
Defisi Hadis Shaahiih secara konkrit baru muncul setelah Imam Syafi’i memberikan penjelasan tentang riwayat yang dapat dijadikan hujah, yaitu:

PEMBAGIAN HADIS BERDASARKAN JUMLAH PERAWINYA


A.  Hadis Mutawattir
1.    Pengertian Hadis Mutawatir
Secara bahasa (etimoligi) kata ”mutawatir” berarti mutatabi yakni berturut-turut. Maksudnya beriring-iringan atau berturut-turut antara satu dengan yang lain.
Secara istilah  hadis mutawatir adalah :
هُوَ خَبَرٌ عَنْ مَحْسُوْسٍ رَوَاهُ عَدَدٌ جَمٌّ يَجِبُ فِى الْعَادَةِ اِحَالَةُ إِجْتِمَاعِهِمْ وَتَوَاطُئِهِمْ عَلَى الْكَذِبِ.
“Suatu hadis hasil tanggapan dari panca indera, yang diriwayatkan oleh sejumlah besar rawi, yang menurut adat kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan bersepakat dusta”.
Hadist Mutawatir adalah suatu hadist hasil tanggapan dari panca indera yang diriwayatkan oleh sejumlah besar rowi yang menurut adat kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan bersepakat dusta. Dengan adanya pengertian ini dapat difahami bahwa syarat untuk menentukan hadist mutawatir yaitu hadist diterima berdasarkan tanggapan panca indra, jumlah perowinya harus mencapai ketentuan yang tidak mungkin mereka bersepakat bohong. Mengenahi ketentuan jumlah perowi untuk memenuhi syarat tersebut para muhadditsin berselisih pendapat. Adanya keseimbangan jumlah rawi-rawi pada thobaqoh pertama dengan jumlah rawi-rawi pada thobaqoh berikutnya.
Pendapat lain Hadits Mutawatir secara terminologi hadits yang diriwayatkan oleh rowi yang banyak dan tidak mungkin mereka mufarokat berbuat dusta pada hadits itu, mengingat banyaknya jumlah mereka.
Jadi, Hadis Mutawattir adalah hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah bilangan rawi dalam tiap-tiap tingkatan sanadnya, dimana secara akal mustahil mereka akan sepakat menyalahi hadis tersebut.

CARA MENERIMA DAN MENYAMPAIKAN HADIS


A.  Penerimaan Riwayat Hadis (tahaamul  hadis)
1.    Pengertian
Tahammul  menurut bahasa  berarti menanggung, membawa,atau biasa diterjemahkan dengan menerima. Menurut Istilah  : mempelajari sebuah hadits dari seorang syeikh.
At Tahammul hadis adalah mengambil atau mendapatkan hadits dari syaikh (guru) dengan cara-cara tertentu.
2.   Syarat Penerimaan Hadis(tahaamul  hadis)
Adapun syarat-syarat bagi seseorang diperbolehkan untuk mengutip hadits dari orang lain adalah:
a.    Adh Dhabth yakni memiliki hafalan yang kuat atau memiliki dokumen yang valid.
b.   Berakal.
c.    Tamyiz.
Ulama’ Hadist memiliki beberapa rumusan dalam kategori usia tamyiz. Untuk batasan minimal seseorang bisa dikatakan tamyis dalam hal ini ulama hadistpun masih berbeda pendapat. Ada yang mengatakan harus berusia 5 tahun atau 10 tahun, atau berusia 20 tahun, bahkan ada ada yang mengatakan minimal berusia 30 tahun.
Beberapa ulama’ hadist masih berselisih dalam pembahasan anak-anak dalam menerima hadist, mayoritas ulama’ hadist menganggap mereka boleh menerima riwayat hadits, sementara yang lain berpendapat bahwa hadits yang diterima mereka tidak sah.
Akan tetapi yang lebih mendekati pada kebenaran adalah pendapat yang dikemukakan ulama jumhur dikarenakan banyak para sahabat atau tabi’in yang menerima hadits yang diriwayatkan oleh Hasan, Husein, Abdullah bin Zubair, Ibnu Abbas dan yang lain, tanpa membedakan mana hadits yang mereka terima ketika masih kecil dan yang setelahnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Al Hafidz Ibnu Katsir dalam bukunya Ikhtishar Ulumul Hadits, bahkan beliau menambahkan bahwa tahamul hadits orang fasik dan non Muslim juga sah.

Ilmu Hadist


A.  Pengertian Ilmu Hadis
Ulumul Hadis adalah istilah ilmu hadis di dalam tradisi ulama hadits. (Arabnya: ‘ulumul al-hadist). ‘Ulum Al Hadist terdiri dari atas 2 kata, yaitu ‘Ulum dan Al Hadist. Kata ‘ulum dalam bahasa arab adalah bentuk jamak dari ‘ilm, jadi berarti ilmu-ilmu, sedangkan Al Hadist berarti segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi SAW dari perbuatan, perkataan, taqir, atau sifat.” Dengan demikian, ‘Ulum Al Hadist adalah ilmu-ilmu yang membahas atau berkaitan Hadis nabi SAW.
Dalam pengertian istilah para ulama ahli Hadis memberikan pengertian ‘Ulum Al Hadist, diantaranya :
1.   Menurut Ustadz Syamsuddin At Tabrizy dalam kitab Syarhu Ad Dibaji Al Mudzahhab

هُوَ اْلعِلْمُ بِأَقْوَالِ رَسُوْلِ اللهِ صَلْعَمْ وَأَفْعَاِلهِ وَتَقْرِيْرَاتِهِ وَهَيْئَتِهِ وَشَكْلِهِ مَعَ أَسَاِنيْدِهَا. وَتَمْيِيْزِ صِحَاحِهَا وَحِسَانِهَا وَضِعَافِهَا عَنْ خِلاَفِهَا مَتْنًا وَاِسْنَاداً.
“Ilmu pengetahuan tentang sabda, perbuatan, pengakuan, gerak-gerik dan bentuk jasmaniah Rasulullah SAW beserta sanad-sanad (dasar penyandarannya) dan ilmu pengetahuan untuk membedakan keshahihannya, kehasanannya dan kedhaifannya daripada lainnya, baik matan maupun sanadnya”.
2.   Menurut ulama mutaqaddimin

عِلْمٌ يُبْحَثُ عَنْ كَيْفِيَةِ اِتْصَال اْلاَحاَدِيْثِ بِالرَّسُوْلِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ حَيْثُ مَعْرِفَةُ اَحْوَالِ رُوَّا تِهَا ضَبْطًا وَعَدَا لَة وَمِنْ حَيْثُ كَيْفِيَةِ السَّنَدِ اِتْصَالاً وَانْقِطَاعًا.
“Ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang cara-cara persambungan hadis sampai kepada Rasulullah SAW. Dari segi hal ihwal para perawinya, kedhabitan, keadilan dan dari bersambung tidaknya sanad dan sebagainya”.

Negara Islam, Adakah Konsepnya?


Oleh KH Abdurrahman Wahid

Ada pertanyaan sangat menarik untuk diketahui jawabannya; apakah sebenarnya konsep Islam tentang negara? Sampai seberapa jauhkah hal ini dirasakan oleh kalangan pemikir Islam sendiri? Dan, apakah konsekuensi dari konsep ini jika memang ada? Rangkaian pertanyaan di atas perlu diajukan di sini, karena dalam beberapa tahun terakhir ini banyak diajukan pemikiran tentang Negara Islam, yang berimplikasi pada orang yang tidak menggunakan pemikiran itu dinilai telah meninggalkan Islam.

Jawaban-jawaban atas rangkaian pertanyaan itu dapat disederhanakan dalam pandangan penulis dengan kata-kata: tidak ada. Penulis beranggapan, Islam sebagai jalan hidup (syari’ah) tidak memiliki konsep yang jelas tentang negara. Mengapakah penulis beranggapan demikian? Karena sepanjang hidupnya, penulis telah mencari dengan sia-sia makhluk yang dinamakan Negara Islam itu. Sampai hari inipun ia belum menemukannya, jadi tidak salahlah jika disimpulkan memang Islam tidak memiliki konsep bagaimana negara harus dibuat dan dipertahankan.

Doa (Cinta) Nabi kepada Umatnya








Suatu ketika, Sayyidatuna Aisyah ra tengah duduk bersama Nabi Muhammad saw, tiba-tiba Nabi Muhammad saw mendoakan Sayyidatuna Aisyah
Di dalam doanya, beliau mengatakan, “Ya Allah ampuni Aisyah, segala dosa-dosanya yang terdahulu, yang akan datang, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan.”
Mendengar doa tersebut, Sayyidatuna Aisyah tertawa bahagia, hingga kepalanya menunduk sampai ke bawah karena tawanya.
"Ya, Aisyah, engkau bahagia dengan doaku?" tanya Nabi Muhammad saw. kepada istrinya yang berjuluk humaira itu.
“Ya, Rasulullah, bagaimana aku tidak bahagia. Engkau mendoakan aku dengan doa yang demikian agung?
"Demi Allah, wahai Aisyah, itu adalah doaku untuk semua ummatku setiap selesai shalat.”
Begitulah, wujud kecintaan Nabi kepada ummatnya. Setiap saat selalu mendoakan untuk kebaikan ummatnya, yang banyak berlumuran dosa. Termasuk kita.


(Ajie Najmuddin/Sumber : Shohih Ibnu Hibban)

Kamis, 06 Maret 2014

Gaya Hidup Putri Rasulullah

Menjadi anak raja hampir selalu membawa takdir keberuntungan. Kekuasaan puncak sang ayah tak hanya memungkinkan dia hidup serbakecukupan tapi juga berlumuran kemewahan. Lantas, bagaimana dengan putri Nabi Muhammad SAW, pemimpin tertinggi dan pelaksana risalah ilahi?

Suatu hari Sayyidah Fathimah, dihampiri Abdurrahman bin ‘Auf. Dia mengabarkan bahwa Rasulullah tengah menangis sedih selepas menerima wahyu dari Jibril. Abdurrahman datang dalam rangka mencari obat bagi susana hati Nabi yang kalut itu. Satu hal yang selalu membuat bahagia Rasulullah adalah melihat putrinya.

Mintalah Doa Orang yang Sakit

Sebagai agama yang sangat menghargai kebersamaan, Islam menganjurkan umatnya untuk saling menengok sesamanya ketika dalam keadaan sakit. Begitu anjuran Rasulullah saw dalam haidtsnya:
حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ: إِذَا لَقِيْتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ، وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ، وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصُحْ لَهُ وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللهَ فَشَمِّتْهُ وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ
“Hak seorang muslim atas muslim yang lain ada enam: Jika engkau bertemu dengannya, maka ucapkanlah salam kepadanya, apabila ia mengundangmu penuhilah undangan itu, apabila ia minta nasihat kepadamu maka nasihatilah dia, dan apabila di bersin dan mengucapkan "Al Hamdu lillah", maka ucapkanlah "Yarhamukallah", apabila ia sakit maka jenguklah dan apabila ia mati maka ikutilah (antarkanlah jenazahnya sampai ke kuburnya)". (HR. Muslim).

Hukum dan Etika Pacaran dalam Isla


Pada dasarnya segala macam muamalah dibolehkan kecuali ada dalil yang melarangnya. الأصل فى الأشياء الإباحة إلا ماحرمه الشرع Begitu pula dengan pacaran. Pada dasarnya pacaran sebagai sebuah bentuk sosialisasi dibolehkan selama tidak menjurus pada tindakan yang jelas-jelas dilarang oleh syara’. Yaitu pacaran yang dapat mendekatkan para pelakunya pada perzinahan. Demikaian surat al-Isra’ ayat 32 menerangkan:
وَلاَ تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلاً
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”
Hal ini sangat singkron dengan hadits Rasulullah saw yang seolah menjelaskan model tindakan yang dapat mendekatkan seseorang dalam perzinahan

Minggu, 02 Maret 2014

3 Tanda Kematian

Dikisahkan bahwa malaikat maut (Izrail) bersahabat dengan Nabi Ya'kub AS. Suatu ketika Nabi Ya'kub berkata kepada malaikat maut. "Aku menginginkan sesuatu yang harus kamu penuhi sebagai tanda persaudaraan kita."

"Apakah itu?" tanya malaikat maut. "Jika ajalku telah dekat, beri tahu aku." Malaikat maut berkata, "Baik aku akan memenuhi permintaanmu, aku tidak hanya akan mengirim satu utusanku, namun aku akan mengirim dua atau tiga utusanku." Setelah mereka bersepakat, mereka kemudian berpisah.

Setelah beberapa lama, malaikat maut kembali menemui Nabi Ya'kub. Kemudian, Nabi Ya'kub bertanya, "Wahai sahabatku, apakah engkau datang untuk berziarah atau untuk mencabut nyawaku?"

Sabtu, 01 Maret 2014

PBNU Serukan Shalat Ghaib untuk KH Masduqi Machfudz

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengimbau warga NU, dan umat Islam secara umum, untuk bertakziah ke rumah duka Rais Syuriyah PBNU KH Masduqi Mahfudz yang wafat Sabtu (1/3) petang di Malang, Jawa Timur.

Bagi yang tidak memungkinkan takziah secara langsung diminta menunaikan shalat ghaib. “Ini bentuk penghormatan terakhir kepada guru kita, Kiai Masduqi. Insya Allah seluruh amal perbuatannya diterima,” kata Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj di Jakarta.

Hukum Parfum Beralkohol

Perdagangan cairan wangi asiri yang mudah menguap pada temperatur agak rendah ini bisa didapati di emper masjid, pasar tradisional, pasar swalayan, atau pasar-pasar malam dadakan.
Pedagang minyak wangi biasanya menerakan minyak wangi yang tidak mengandung alkohol. “Nonalkohol,” dengan tulisan besar. Untuk yang beralkohol, biasanya tanpa keterangan apapun. Penggolongan keduanya bisa berasal dari pedagang, peracik, atau produsennya.

Tata Cara Jama' Shalat

Yang dimaksud dengan shalat jama’ ialah mengumpulkan dua shalat fardlu dikerjakan dalam satu waktu shalat. Shalat yang boleh dijama’ adalah shalat dhuhur dengan ashar dan magrib dengan isya’.Shalat jama’ ada 2 (dua) macam, pertama jama’ taqdim ialah melakukan shalat dhuhur dan ashar pada waktunya dhuhur atau melakukan shalat maghrib dan isya’ pada waktunya maghrib. Kedua, Jama’ ta’khir ialah melakukan shalat dhuhur dan ashar pada waktunya shalat ashar atau melakukan shalat maghrib dan isya’ pada waktunya shalat isya’.