Jumat, 21 Maret 2014

KITAB KITAB HADIS


A.     Kitab Al Jami’
Al-Jami’, yaitu literatur hadis yang memuat bab dari berbagai dimensi keagamaan, seperti aqidah, hukum, akhlak, sejarah, manaqib, bahkan juga gambaran tentang akhir zaman.
1.    Kitab Hadis Jamius Shahih karya Imam Bukhari
Dari sekian banyak karya Imam al-Bukhari, yang paling terkenal di antaranya adalah kitab Sahih al-Bukhari. Judul lengkap kitab tersebut adalah al-Jami’ al-Musnad al-Sahih al-Mukhtasar min Umur Rasulillah wa Sunanih wa Ayyamih. Kitab ini disusunnya dalam kurun waktu lebih kurang 16 tahun. Imam al-Bukhari mulai membuat kerangka penulisan kitab tersebut pada saat ia berada di Masjidil Haram, Mekkah, dan secara terus menerus dia menulis kitab tersebut sampai kepada draft terakhir yang dikerjakannya di Mesjid Nabawi di Madinah.
Kitab tersebut berisikan hadis-hadis shahih semuanya, berdasarkan pengakuan beliau sendiri, ujarnya : “Saya tidak memasukkan dalam kitabku ini kecuali shahih semuanya.”

a.   Jumlah Hadis
Para ulama berbeda pendapat mengenai jumlah Hadis yang terdapat dalam Sahih Bukhari. Menurut penelitian Azami, ada 9.082 Hadis yang dimuat Imam al-Bukhari ke dalam kitab Sahih-nya, dan apabila dihitung tanpa memasukkan Hadis yang berulang, maka jumlahnya adalah 2.602 Hadis. Jumlah ini tidak termasuk di dalamnya Hadis Mauquf dan Hadis Maqtu’. Sementara itu, menurut Ibnu Shalah dan Imam an-Nawawi, kitab ini memuat 7.275 buah Hadis, dengan adanya pengulangan, dan bila tidak diulang jumlahnya hanya 4.000 buah.
Dalam menyeleksi Hadis-hadis yang akan dimuat dalam kitabnya, Bukhari sangat cermat dan teliti, sehingga dari 600.000 Hadis yang ia dapatkan hanya 4.000 saja yang dimuat. Diriwayatkan bahwa karena kehati-hatiannya, setiap kali hendak menulis Hadis al-Bukhari selalu mandi dulu dan shalat istikharah dua raka’at untuk meyakinkan bahwa Hadis yang akan ditulisnya itu benar-benar Sahih. Hal tersebut terlihat dari pernyataan al-Bukhari sendiri, sebagai berikut:
(Ibrahim berkata: “Saya mendengar dia (Bukhari) berkata: Saya tidak masukkan ke dalam kitab Sahihku kecuali Hadis yang sahih”
Muhammad ibn Ismail (al-Bukhari) berkata:” Aku tidak akan memasukkan satu Hadis pun kedalam kitab sahihku kecuali setelah aku mandi dan shalat dua rakaa’at sebelumnya.”)
Menurut Bukhari, sebuah Hadis baru dikatakan sahih apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1)      Perawinya harus Muslim, sadiq, berakal sehat, tidak mudallis, tidak mukhtalit, adil, sehat panca indra, tidak suka ragu-ragu dan memiliki ‘itikad yang baik dalam meriwayatkan Hadis;
2)      Sanadnya bersambung sampai kepada Nabi saw; dan
3)      Matannya tidak syaz dan tidak mu’allalah
Selain memiliki kualitas pribadi seperti tersebut diatas, menurut Bukhari, perawi Hadis harusmu’asirah (satu masa), liqa’ (bertemu) dan subut simaihi (mendengar langsung secara pasti) dengan gurunya.
Berdasarkan hal diatas maka Imam Bukhari adalah seorang ulama yang paling ketat dalam mengajukan syarat-syarat kesahihan sebuah Hadis, dan ia juga sangat teliti dalam meriwayatkan Hadis, sehingga para ulama Hadis belakangan menempatkan kitab Sahih Bukhari pada peringkat yang pertama dalam urutan kitab-kitab yang muktabar.
b.   Penilaian Ulama Hadis terhadap kitab Sahih Bukhari
Telah menjadi kesepakatan ulama dan umat Islam bahwa kitab Sahih al-Bukhari adalah kitab yang paling otentik dan menduduki tempat terhormat setelah Alquran. Diantara para ulama yang  mengemukakan demikian adalah Ibnu Salah, beliau mengemukakan, kitab yang paling otentik sesudah Al-Quran adalah Sahih Bukhari dan Sahih Muslim. Akan tetapi sebahagian kecil dari ulama, seperti Abu Ali al-Naisaburi, Abu Muhammad ibn Hazm al-Zahiri dan sebahagian ulama Maghribi mengunggulkan Sahih Muslim daripada Sahih Bukhari, yaitu alasan keunggulan Sahih Bukhari dariSahih Muslim adalah pada keunggulan pribadi Imam Bukhari dari Imam Muslim, dan ketaatan Bukhari dalam memilih perawi daripada muslim.
Meskipun dinilai paling otentik setelah Alqur’an dan menduduki tempat terhormat, kitab Sahih Bukharitetaplah buah karya manusia yang tidak pernah luput dari kritik. Sahih Bukhari mendapat kritik, baik dari segi sanad maupun matannya, baik dikalangan ulama sendiri maupun orang non Muslim.
Daruqutni dan Abu Ali al-Ghassani dari ulama masa lalu, menilai bahwa sebagian Hadis-hadis Bukhari adalah da’if karena adanya sanad yang terputus dan dinilai dari segi ilmu Hadis sangat lunak. Daruquthni dalam kitabnya Al-Istidarakat mengkritik ada 200 buah Hadis dalam Sahih  Bukhari dan Sahih Muslim. Menurut Imam Nawawi kritikan itu barawal dari tuduhan bahwa dalam Hadis-hadis tersebut Bukhari tidak menepati dan memenuhi persyaratan yang ia tetapkan. Kritik Daruqutni berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sejumlah ahli Hadis yang justru dinilai dari segi ilmu Hadis sangat lunak, karena berlawanan dengan kriteria jumhur ulama. Sementara Daruqutni menyoroti sanad dalam arti rangkaian perawi Hadis, para ahli lain menyoroti pribadi perawinya. Dari kajian tentang sanad, Daruqutni mendapatkan adanya sanad yang terputus, karenanya Hadis itu dinilaida’if. Namun, Setelah diteliti ternyata Hadis yang dituduh Mursal itu terdapat diriwayat lain, sementara riwayat yang terdapat dalam Sahih  Bukhari tidak terputus. Pencantuman sanad yang mursal itu dimaksudkan sebagai pembuktian bahwa Hadis tersebut diriwayatkan pula oleh penulis Hadis lain dengan sanad yang lain juga. Periwayatan semacam ini dalam ilmu Hadis disebut Hadis syahid atau Hadis muttabi’.
Sebagian ahli Hadis lain berpendapat ada beberapa perawi dalam Sahih ini tidak memenuhi syarat untuk diterima Hadisnya. Ibn Hajar membantah pendapat ini, tidak dapat diterima kecuali perawi-perawi itu terbukti jelas mempunyai sifat-sifat atau hal-hal yang yang menyebabkan Hadisnya ditolak. Setelah diteliti ternyata tidak ada satu perawi pun yang mempunyai sifat-sifat dan perbuatan seperti itu. Syeikh Ahmad Syakir berkomentar, seluruh Hadis Bukhari adalah sahih. Kritik Daruqutni dan lainnya hanya karena beberapa Hadis yang ada tidak memenuhi persyaratan mereka. Namun, apabila Hadis-hadis itu dikembalikan kepada persyaratan ahli Hadis pada umumnya, semuanya sahih.
Ulama kontemporer, seperti Ahmad Amin dan Muhammad al-Ghazali, juga mengajukan kritik terhadap Hadis Bukhari. Ahmad Amin mengatakan, meskipun Bukhari tinggi reputasinya dan cermat pemikirannya, tetapi di masih menetapkan Hadis-hadis yang tidak sahih ditinjau dari segi perkembangan zaman dan penemuan ilmiah, karena penelitiannya terbatas pada kritik sanad saja. Di antara Hadis yang dikritiknya adalah tentang “ seratus tahun lagi tidak ada orang yang masih hidup di atas bumi”. Dan “ Barang siapa makan tujuh kurma ajwah setiap hari, ia akan selamat dari racun maupun sihir pada hari itu sampai malam”.
c.   Sistematika Pembahasan
Hadis-hadis yang terdapat dalam Sahih Bukhari dikelompokkan berdasarkan topik-topik tertentu yang tersusun dalam beberapa kitab dan bab. Jumlah Hadis dalam setiap kitab dan bab bervariasi. Pada satu bab bisa memuat Hadis yang banyak, namun pada bab yang lain bisa hanya memuat satu atau dua Hadis saja. Bahkan pada beberapa bab hanya berisi ayat-ayat Al-Quran saja tanpa satu pun Hadis didalamnya, atau hanya terdapat judul bab tanpa ada satu pun Hadis maupun ayat-ayat Alquran di dalamnya, untuk memudahkan baginya menemukan Hadis sesuai dengan bab tersebut pada suatu saat.
Isi kitab Sahih al-Bukhari dibagi ke dalam lebih dari 100 bagian  dan  3.450 bab. Dimulai dari pembahasan tentang wahyu dan ditutup dengan pembahasan tauhid. Dalam menyusun kitabnya al-Bukhari menggunakan susunan dan topik-topik yang lazim digunakan dalam ilmu fiqih. Hadis-hadis dipilah-pilah dan dikelompokkan berdasarkan bidang-bidang yang menjelaskan bagian-bagian yang ada, dengan menyebutkan secara lengkap sanad-sanadnya
1.      Metode dan sistematika penulisannya adalah :
a)   Mengulangi Hadis jika diperlukan dan memasukkan ayat-ayat Al-Quran
b)   Memasukkan fatwa sahabat dan tabi’in sebagai penjelas terhadap Hadis yang ia kemukakan
c)   Menta’liqkan (menghilangkan sanad) pada Hadis yang diulang karena pada tempat lain sudah ada sanadnya yang bersambung
d)   Menerapkan prinsip-prinsip al-jarh wa at-ta’dil
e)   Mempergunakan berbagai sigat tahammul
f)    Disusun berdasar tertib fiqih.
2.      Teknik penulisan yang digunakan adalah:
a)   Memulainya dengan menerangkan wahyu, karena ia adalah dasar segala syari’at
b)   Kitabnya tersusun dari berbagai tema
c)   Setiap tema berisi topik-topik
d)   Pengulangan Hadis disesuaikan dengan topik yang dikehendaki tatkala mengistinbatkan hukum.
d.   Contoh hadis dalam kitab Sahih Bukhari 
Berikut contoh Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari dalam kitab Shahih Bukhari pada Hadis no. 1.
عن أمير المؤمنين أبي حفص عمر بن الخطاب رضي الله عنه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول ” إنما الأعمال بالنيات , وإنما لكل امرئ ما نوى , فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله , ومن كانت هجرته إلى دنيا يصيبها و امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه ” (رواه البخارى)
Dari Amirul Mukminin Abu Hafsh, Umar bin Al-Khathab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya itu Karena kesenangan dunia atau karena seorang wanita yang akan dikawininya, maka hijrahnya itu kepada apa yang ditujunya”.
2.   Kitab Jamius Shohih karya Imam Muslim
Kitab Shahih Muslim merupakan kitab (buku) koleksi hadits yang disusun oleh Imam Muslim (nama lengkap: Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Naisaburi) yang hidup antara 202 hingga 261 hijriah. Ia merupakan murid dari Imam Bukhari.
Kitab Shahih Muslim diberi nama oleh penulisnya dengan Al-Musnad al-Shahih.
a.   Jumlah Hadis
Jumlah hadis dalam kitab Shahih Muslim menurut para ahli hadis jumlahnya beragam. Hal itu disebabkan oleh perbedaan cara penomoran. Menurut penomoran al-Alamiyah, terdapat 5362 hadits dalam Shahih Muslim. Sedangkan menurut Abdul Baqi, ada 3033 hadits. Perbedaan ini timbul karena penomoran al-Alamiyah menghitung setiap sanad hadits sebagai satu hadits; sedangkan penomoran Abdul Baqi menghitung setiap hadits yang serupa sebagai satu hadits, walaupun hadits tersebut mempunyai beberapa sanad. Oleh sebab itu, jumlah hadits menurut penomoran al-Alamiyah menjadi lebih banyak daripada menurut Abdul Baqi.
Juga ada ulama yang menyatakan bahwa Kitab shahih ini berisikan sebanyak 7.273 buah hadis, termasuk dengan yang terulang. Kalau dikurangi dengan hadis-hadis yang terulang, tinggal 4.000 buah hadis.
Dari 4000 buah hadis telah mencakup hadis-hadis dalam berbagai bidang keagamaan seperti : keimanan, hukum, akhlak, tafsir, sirah, dan lain-lain. Oleh karena itu, para ulama menyebut kitab Muslim ini dengan kitab al-Jami Shahih.

b.   Penilaian Ulama Hadis terhadap kitab Sahih Bukhari
Para ulama menyebut kitab shahih ini sebagai kitab yang belum pernah didapati sebelum dan sesudahnya dalam segi tertib susunannya, sistematis isinya, tidak berukar-tukar dan tidak berlebih dan tidak berkurang sanadnya. Secara global kitab ini tidak ada bandingannya di dalam ketelitian menggunakan sanad. Sementara alasan keunggulan Sahih Muslim daripada Sahih Bukhari lebih difokuskan kepada metode dan sistematika penyusunannya, dimana Sahih Muslim lebih baik dan lebih teratur sistematikanya dibandingkan Sahih Bukhari.
Telah diakui oleh jumhur ulama, bahwa Shahih Bukhari adalah seshahih-shahih kitab hadis dan sebesar-besar pemberi faedah, sedang shahih Muslim adalah secermat-cermat isnadnya dan sekurang-kurannya perulangannya, seban sebuah hadis yang telah beliau letakkan pada satu maudhu’, tidak lagi ditaruh di maudhu’/ bab yang lain.
Al Hafidz Abu Ali An Nisabury berkata : ”Di bawah kolong langit tidak terdapat seshahih kitab hadis selain kitab Shahih Muslim ini”.
Berbeda dengan Imam Bukhari, Imam Muslim membuat sebuah tulisan pendahuluan untuk kitabnya ini. Dari sinilah para ulama menemukan kriteria dan pandangan imam Muslim berkenaan dengan hadis-hadis Nabi. Lebih jauh dapat dijelaskan bahwa catatan pendahuluannya berisi penjelasan tentang pembagian dan macam-macam hadis, hadis-hadis yang dicantumkan dalam shahihnya, keadaan para perawi dan mungungkapkan cela-celanya, menerangkan pentingnya isnad, dan lain-lain.
Dari penejelasan ini terlihat bahwa hadis-hadis yang dimasukan ke dalam kitab Shahih-nya, adalah hadis-hadis yang memiliki alasan kesahihan yang kuat. Di samping itu, ia juga menyatakan bahwa hadis-hadisnya sebagiannya disepakati oleh para ulama. 
Dari penelitian yang dilakukan terhadap hadis-hadisnya, imam muslim menggunakan kriteria yang dipakai dalam dalam menentukan kesahihan, yaitu: sanad bersambung, perawi yang adil, dhabit serta tidak memiliki syadz dan berillat. Tetapi dalam menentukan kebersambungan sanad, Imam Muslim tidak seketat Imam Bukhari, di mana bila perawinya tsiqah, ia cukup mengasumsikan sanad bersambung dengan terjadinya muasharah (kesezamanan) antara para perawi dan kemungkinan terjadi pertemuan dalam kapasitas guru dan murid, yakni bila daerah tempat tinggal mereka tidak berjauhan. Di samping itu, rawi-rawi yang digunakan oleh Imam Muslim termasuk juga rawi-rawi dari murid-murid Imam al-Zhuhri yang adil dan dhabit, tetapi tidak lama menyertai Imam al-Zhuhri. Sementara Imam al-Bukhari lebih banyak menggunakan rawi-rawi dari kalangan murid Imam al-Zhuhri yang lama menyertai al-Zhuhri.
c.   Sistematika Pembahasan Sahih Bukhari
Sistematika penulisan kitab Shahih Muslim diakui oleh banyak ulama sebagai sistematika yang lebih baik.
1)   Menyebut menempatkan hadis-hadis yang semakna beserta sanadnya dalam satu kelompok tertentu.
2)   Menghimpun sanad yang muttafaqun alaihi
Kitab Sahih Muslim menggunakan sistematika yang berbeda dari Sahih Bukhari. Dalam menyusun kitabnya, Imam Muslim tidak mengelompokkan Hadis-hadis berdasarkan topik-topik masalah seperti yang dilakukan oleh Bukhari. Ia menghimpun Hadis berdasarkan matan dengan berbagai sanad. Hadis yang semakna beserta sanadnya diletakkan pada satu tempat, tidak dipisahkan dan tidak diulang. Susunannya baik dan rapi, sehingga memudahkan para peneliti Hadis untuk menelusurinya, akan tetapi sayangnya ia tidak memberi judul pada setiap bab. Judul-judul bab yang terdapat dalam Sahih Muslim yang ditemui sekarang sebenarnya ditulis oleh pensyarah kitab itu yang hidup sesudahnya seperti Imam Nawawi.
Kitab Sahih yang sudah disistimatisasi tersebut, dilihat dari segi susunan topik-topik bahasannya, maka terlihat lebih menggambarkan sistematika kitab fikih yang terdiri atas 54 kitab (bab), diawali dengan kitab iman, dan dilanjutkan dengan topik-topik fiqih ibadah, mu’amalah, munakahat, dan diakhiri dengan kitab tafsir.
Adapun metode dan sistematika penulisannya adalah :
1)   Tidak memasukkan fatwa sahabat atau tabi’in untuk memperjelas Hadis yang diriwayatkannya;
2)   Menerapkan prinsip-prinsip al-jarh wa at-ta’dil;
3)   Menggunakan berbagai sigat tahammul;
4)   Disusun berdasarkan tertib fiqih.
Adapun tehnik penulisan yang digunakan adalah :
1)   Muqaddimah yang menerangkan rentang kitab Sahih serta ilmu Hadis yang digunakan dalam menyarikan Hadis;
2)   Kitabnya tersusun dari berbagai tema dan dibawahnya terdapat bab-bab yang berkaitan dengan topik yang dipilihnya dari Hadis yang dikemukakan;
3)   Hadis-hadis yang mempunyai berbagai macam jalur dihimpun dalam satu bab tertentu;
4)   Hadis yang matannya sama tapi sanadnya berbeda, hanya ditulis sanadnya saja.
d.   Contoh hadis dalam Sahih Bukhari
“Telah meriwayatkan kepada kami Yahya ibn Yahya Tamimi dan Muhammad ibn Rumhi ibn Muhajir berkata: telah mengkhabarkan kepada kami Lais dan mengkhabarkan kepada kami Qutaibah. Telah mengkhabarkan kepada kami Lais dari Nafi’ dari ‘Abdillah berkata: saya mendengar Rasulullah saw bersabda: apabila salah seorang kamu hendak menghadiri salat Jum’at, maka hendaklah ia mandi lebih dahulu
“Telah meriwayatkan kepada kami Yahya ibn Yahya. Berkata: Telah aku bacakan atas Malik dari Safwan ibn Sulaim dari ‘Ata’ ibn Yasar dari Abi Sa’id al-Khudri, bahwasanya Rasulullah saw. Bersabda : mandi pada hari Jum’at hukumnya wajib bagi orang yang balig

B.     Kitab As Sunan dan Al Mushannaf
Al-Sunan,  dan al-Mushannaf, yaitu literatur yang hanya memuat bab-bab yang berkaitan dengan persoalan hukum fiqh. Yang termasuk dalam kategori kitab sunan dintaranya : sunan Abu Dawud, Sunan An Nasai, Sunan At Tirmidzi dan Sunan Ibnu Majjah.
1.    Sunan Abu Dawud
Sunan Abu Dawud merupakan kitab koleksi hadits yang disusun oleh Imam Abu Dawud, merupakan salah satu dari Kutubut Tis'ah (sembilan kitab hadits utama di kalangan Sunni). Imam Abu Daud menyusun kitabnya di Baghdad. Minat utamanya adalah syariat, jadi kumpulan hadits-nya berfokus murni pada hadits tentang syariat. Setiap hadits dalam kumpulannya diperiksa kesesuaiannya dengan Al-Qur'an, begitu pula sanadnya. Dia pernah memperlihatkan kitab tersebut kepada Imam Ahmad untuk meminta saran perbaikan.

Kitab As-Sunan tersebut memuat 4800 hadits yang disaring dari 50.000an hadits. Dan 50.000 hadits itu sendiri merupakan saringan dari ratusan ribu hadits yang diperolehnya saat berkelanan. Kumpulan hadits berjumlah 4800 itulah yang lalu ditulis pada kitab As-Sunan. Sunan Abu Dawud terbagi menjadi beberapa kitab dimana tiap kitab terdiri dari beberapa bab. Beberapa judul bab menunjukkan fiqih Imam Abu Dawud terhadap hadits-hadits yang termuat di dalamnya. Di antara kitab-kitab kumpulan hadits, kitab sunan karya Abu Dawud termasuk yang paling banyak menarik perhatian, karena merupakan salah satu kompilasi hadits hukum yang paling lengkap.
Kitab Sunan Abu Dawud diakui oleh mayoritas dunia Muslim sebagai salah satu kitab hadits yang paling autentik. Namun, diketahui bahwa kitab ini mengandung beberapa hadits lemah (yang sebagian ditandai beliau, sebagian tidak).
Banyak ulama yang meriwayatkan hadits dari beliau, di antaranya Imam Turmudzi dan Imam Nasa'i. Al Khatoby mengomentari bahwa kitab tersebut adalah sebaik-baik tulisan dan isinya lebih banyak memuat fiqh daripada kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Ibnul A'raby berkata, barangsiapa yang sudah menguasai Al-Qur'an dan kitab "Sunan Abu Dawud", maka dia tidak membutuhkan kitab-kitab lain lagi. Imam Al-Ghazali juga mengatakan bahwa kitab "Sunan Abu Dawud" sudah cukup bagi seorang mujtahid untuk menjadi landasan hukum.
Contoh hadis dalam Sunan Abu Dawud :
Dari Abu Qosim Al Jadali berkata: Aku mendengar Nu’man Bin Basyir berkata,  "Rasulullah menghadap wajah kepada manusia dan bersabda : Luruskan shaf-shaf kalian (3 kali) ! Demi Allah benar-benar kalian meluruskan shaf-shaf kalian  atau Allah akan menjadikan hati kalian berselisih" Nu’man berkata, "Maka aku melihat seseorang  melekatkan bahunya dengan bahu kawannya,  lututnya dengan lutut kawannya,  mata kaki dengan mata kaki kawannya
2.   Sunan At Tirmidzi
Penyusunnya adalah Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah, bin Musa bin adh-Dlahhak as-Sulami, al-Bughi, at-Tirmidzi. Beliau mengalami kebutaan di akhir usianya.
Sebagaimana yang telah saya baca di dalam suatu manuskrip kitab Jami’ yang mu’tamad, yang benar kitab Imam Tirmidzi bernama al-Jami’ al-Kabir. Kemudian ada yang menyebutnya secara berlebihan dengan nama al-Jami’ ash-Shahih, tetapi nama inilah yang  masyhur. Hanya saja, di dalam kitab ini terdapat sejumlah hadis dla’if, munkar, dan maudlu’.
Tirmidzi adalah murid Imam Bukhari, dan pengikut beliau dalam metode penulisan hadis. Beliau juga banyak menukil pendapat Imam Bukhari dalam membicarakan kondisi periwayat, sima’ (cara mereka mendengarkan hadis), dan i’lal terhadap hadis periwayat tersebut.
Sistematika penulisannya dipandang cukup baik. Pertama, ia merangkum hadis-hadis menyangkut berbagai bidang keagamaan. Kedua, Membuat judul bab dan meletakan satu, dua atau tiga hadis. Ketiga, menunjukan adanya hadis yang diriwayatkan oleh sahabat lain. Keempat, menunjukan kualitas hadis, dan terdakang menjelaskan kualitas rawinya dengan istilah-istilah baru, seperti:  shahih, hasan, hasan shahih, shahih gharib, hasan ligharih dan hasan lidzatih. Kelima, menerangkan makna hadis dan pendapat-pendapat hukum ulama.
Terhadap istilah-istilah baru yang ia munculkan, ia tidak menjelaskannya. Tetapi para ulama membuat berbagai penafsiran, antara lain : pertama, menunjukan tingkatan-tingkatan hadis, yaitu : Shahih  hasan shahih-hasan-hasan gharib-dha’if.  Kedua,  khusus terhadap istilah hasan shahih, sebagian memahami dengan penilaian kedhabitan perawi sama kuat antara dhabit dan kurang dhabit, atau memahami sebagai hadis hasan yang telah meningkat menjadi hadis shahih serta memahaminya dalam pngertian kebahasaan, yakni hadis tersebut baik materinya serta shahih sanadnya.
3.   Sunan An Nasai
Kitab ini disusun oleh Abu Abdul Rahman Ahmad bin Ali bin Syuaib bin Ali bin Sinan bin Bahr Al-Khurasani Al-Qadi. Ia lahir di daerah Nasa’ pada 215 H.
Ia dinisbahkan kepada daerah Nasa’ (An-Nasa’i), daerah yang menjadi saksi bisu kelahiran seorang ahli hadits kaliber dunia. Ia berhasil menyusun sebuah kitab monumental dalam kajian hadits, yakni Al-Mujtaba yang di kemudian hari lebih dikenal dengan sebutan Sunan An-Nasa’i.
Imam al-Nasa’i dikenal sebagai ulama hadis yang sangat teliti terhadap hadis dan para rawi. Ini terbukti dalam menetapkan kriteria sebuah hadis yang dapat diterima atau ditolak sangat tinggi, begitu juga halnya dengan penetapan kriteria seorang rawi mengenai siqah atau tidaknya. Dalam hal ini, Al-Hafiz Abu Ali memberikan komentar bahwa persyaratan yang dibuat oleh Imam al-Nasa’i bagi para perawi hadis jauh lebih ketat jika dibandingkan dengan persyaratan yang dibuat oleh Imam Muslim. Demikian pula Al-Hakim dan Al-Khatib mengatakan komentar yang kurang lebih sama dengan mengatakan bahwa sesungguhnya syarat yang dibuat oleh Imam al-Nasa’i lebih ketat dari persyaratan yang dibuat oleh Imam Muslim.
Kitab Sunan al-Nasa’i (kitab al-Mujtaba’) disusun dengan metode yang sangat unik dengan memadukan antara fiqih dengan kajian sanad. Hadis-hadisnya disusun berdasarkan bab-bab fiqih sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, dan untuk setiap bab diberi judul yang kadang-kadang mencapai tingkat keunikan yang tinggi. Ia mengumpulkan sanad-sanad suatu hadis di satu tempat. Kemudian dapat ditegaskan juga bahwa Imam al-Nasa’i tampaknya dalam penyusunan kitabnya ini hanya mengkhususkan hadis-hadis sunah (marfu’) dan yang berbicara tentang hukum dan tidak dimasukkan di dalamnya yang berkaitan dengan khabar, etika dan mau’izah-mau’izah, hal ini dikarenakan kitab ini merupakan pilihan berupa hadis-hadis hukum dari kitab beliau yang lain, yaitu al-Sunan al-Kubra.
1.   Mengenai susunan sistematika kitab al-Sunan an-Nasa`i di atas, yaitu:
Dari kitab (bab) pertama sampai dengan kitab (bab) ke-21, membahas tentang masalah thaharah dan shalat. Jumlah kitab (bab) yang terbanyak adalah mengenai salat.
2.   Kitab (bab) puasa didahulukan dari pada zakat.
3.   Kitab (bab) qism al-fai’ (pembagian rampasan perang) diletakkan jauh dari kitab jihad.
4.   Kitab al-khali juga diletakkan berjauhan dari kitab jihad.
5.   Melakukan pemisahan-pemisahan di antara kitab-kitab (bab-bab) al-ahbass (wakaf), wasiat-wasiat, an-nahl (pemberian kepada anak), al-hibah (pemberian), ar-ruqbaa. Sedangkan kitab atau pembahasan mengenai fara`id tidak ada.
6.   Melakukan pemisahan-pemisahan antara kitab al-asyribah (minuman), al-said (perburuan), al-zaba’ih (semblihan hewan korban), al-dahaya (kurban Idul Adha).
7.   Kitab Iman ditempatkan di bagian akhir.
8.   Yang tidak termasuk hukum hanyalah kitab Iman dan kitab al-isti’azah. 
4.   Sunan Ibnu Majjah
Ibnu Majah mempunyai nama lengkap Abu Abdullah Muhammad bin Yazid bin Majah al-Rabi’I al-Qazwini. Kitab Sunan Ibnu Majah adalah bukan nama yang diberikan oleh Ibnu majah sendiri, kitab ini pada mulanya bernama al-Sunan. Untuk mencegah adanya kekeliruan maka para ulama memberikan kejelasan nama terhadap kitab ini dan pada akhirnya ulama sepakat agar kitab ini dinisbahkan kepada nama penulisnya yakni Ibnu Mahaj, sehingga kitab ini populer di sebut dengan Sunan Ibnu Majah.
Kitab hadits ini merupakan karya manumental dari Ibnu Majah yang sampai saat ini masih beredar dan dijadikan pegangan dan kajian. Kitab ini memuat banyak hadits dengan berbagai kualitas hadits. Kitab ini disusun berdasarkan beberapa kitab dan bab. Menurut Muhammad Fuad Abd al-Baqi hadits yang terdapat dalam kitab Sunan Ibnu Majahterdapat 4341 buah hadits yang terbagi dengan kualifikasi 37 kitab dan 1515 bab. Pendapat tersebut ternyata diamini oleh M.M Azami. Sementara itu dalam versi lain yakni oleh al-Zahabi (673-748 H)  mengatakan bahwa hadits yang terdapat dalam Kitab Sunan Ibn Majahadalah 4000 hadits yang terbagi dalam 32 Kitab dan 1500 Bab,[ pendapat serupa pun diungkapkan oleh Abu al-Hasan al-Qattan (334-415 H) dengan mengatakan kitab Sunan Ibnu Majah memuat 32 kitab, 1500 bab dan sekitar 4000 hadits.
Dalam pendahuluan Kitab Sunan Ibnu Majah, Muhammad Fuad Abdul Baqi memberikan uraian yang sangat lengkap sebagaimana diikuti oleh Muhammad Mustafa ‘Azami beliau menjelaskan bahwa kitab ini (Kitab Ibn Majah) berisi 4.341 hadits. Dari jumlah hadits tersebut menurutnya sebanyak 3. 002 hadits telah dibukukan dan terdapat dalam kitab Kutub Al-Sittah. Dari jumlah tersebut berarti hanya 1.339 hadits yang murni dimiliki dan dikodifikasikan oleh Ibnu Majah dalam kitab sunan-nya.
Sajian yang lebih lengkap diungkapkan oleh Muhammad Mustafa ‘Azamai sebagaimana yang ia kutip dari Fuad Abdul Baqi mengkalsifikasikan hadits yang terkodifokasi dalam kitab Ibnu Majah dengan tingkat kualitasnya sebagai berikut:
a.     428 hadits dari 1. 339 hadits termasuk dalam katagori haditsShahih.
b.    199 hadits dari 1. 339 hadits termasuk dalam katagori haditsHasan.
c.     613 hadits dari 1. 339 hadits termasuk dalam katagori hadits lemah isnad-nya.
d.    99 hadits dari 1.339 hadits termasuk dalam katagori hadits munkar dan makdzub
Ciri utama dari kitab ini sebagaimana diungkapkan oleh Muhammad Mustafa Azami bahwa Kitab Sunan Ibnu Majah adalah salah satu yang terbaik dilihat dari sistematika penyusunannya yang disusun judul perjudul dan sub-bab dengan sistematika fikih. Hal ini diakui oleh para ulama. Dan kitab ini tidak banyak mengalami pengulangan hadits.
Mengenai kedudukan kitab Sunan Ibnu Majah para ulama muhadditsin berbeda pendapat mengenai apakah kitab ini masuk dalam katagori kutub al- sittah (enam kitab Hadits) atau tidak?.
Sebagian ulama hadits telah sepakat dan menetapkan bahwa kitab Sunan Ibnu Majah termasuk dalam katagori Kutub al-Sittah. Pendapat ini pertama kali dipelopori oleh al-Hafiz Abdul Fadli Muhammad bin Tahir al-Maqdisi (wafat tahun 507 H), pendapat al-Maqdisi terseput pada akhirnya diamini oleh bebera ulama lainnya diantaranya oleh al-Hafiz Abdul Ghani bin al-Wahid al-Maqdisi (wafat tahun 600 H). Para ulama tersebut memasukan Kitab Sunan Ibnu Majjah dalam deretan Kutub al-Sittah dikarenakan dalam kitab tersebut banyak terdapat hadits-hadits yang tidak dicantumkan olehKutub al-Khamsah (lima kitab hadits sebelum Sunan Ibnu Majah).
5.   Al Muwattaha’ karya Imam Malik
Kitab Muwaththa’ adalah, kitab yang ditulis dengan urutan sesuai bab-bab fiqh, hanya saja berbeda dengan kitab Sunan dari segi kandungan kadis marfu’, mauquf dan maqthu’
Imam Malik adalah Malik bin Anas bin Malik bin Abu Amir bin Amru bin al-Harits, Abu Abdillah al-Madaniy, syaikhul Islam, dan Imam Darul Hijrah.
Muwaththa’ memuat hadis sahih yang jumlahnya sangat besar, dan sedikit hadis dla’if. Di dalamnya terdapat kata mutiara yang tidak ada hukumnya kecuali apabila jelas sanadnya.
Dalam kitab al Muwatta adalah kitab itu memakai sistematika fiqh dan metode bab-bab fiqh. Dan dalam kitab itu tidak hanya hadis dari nabi juga terhimpun pendapat sahabat, qaul tabiin, ijma ahl madinah dan pendapat Imam Malik juga. Mengenai isi dan kualitas hadis dalam kitab itu terjadi perbedaan pendapat, ada yang mengatakan 500 , 1726 , 1824 hadis.
Pendapat ulama tentang al Muwatta
Terdapat banyak ulama yang memberikan penilain terhadap kitab Muwatta di antaranya Imam Syafii mengatakan “ di dunia ini tidak ada kitab setelah al Qur’an yang lebih sahih dari pada al Muwatta “ sementara Imam Ibn Hajar mengatakan “ kitab Malik itu sahih menurut Malik dan pengikutnya”.

C.     Kitab Al Mustadrak
Mustadrak, yaitu kitab hadis yang ditulis dimana kriteria penerimaan hadisnya berdasarkan kriteria imam hadis lainnya.
Kitab Al Mustadrak karya Imam al Hakim
Kitab ini telah dihasilkan oleh al-Imam, al-Hafiz, al-Allamah, Muhammad bin Abdullah bin Muhammad al-Dhabiyyi, al-Naisaburi,  al-Hakim Abu Abdullah, juga terkenal dengan gelaran singkat Ibn al-Bayyi’ atau al-Hakim al-Naisaburi. Beliau dilahirkan di Naisabur, Iranpada tahun 321H dan mempelajari hadis sejak kecil daripada bapa dan juga bapa saudaranya.
Al Hakim berpegang kepada mazhab Fiqh al-Syafii daripada gurunya Abu Sahl al-Sa’luki dan Abu Ali bin Abu Hurairah. Beliau juga merupakan salah seorang pakar Qiraat yang mempelajarinya daripada Muhammad bin Abu Mansur al-Saram dan Abu al-Naqar al-Kufi.
Tujuan al-Hakim menyusun kitab al-Mustadrak adalah untuk menghimpun hadis-hadis sahih berdasarkan syarat al-Bukhari dan Muslim, atau salah seorang daripada mereka, yang tidak ditulis dalam kitab sahih masing-masing. Al-Hakim telah menghimpun sebanyak 8,803 hadis di dalamnya dan mensahihkannya mengikut beberapa tahap:
1.   Hadis yang sahih mengikut syarat al-Bukhari dan Muslim.
2.   Hadis yang sahih mengikut syarat salah seorang daripada mereka sama ada syarat al-Bukhari atau mengikut syarat Muslim.
3.   Hadis yang sahih tanpa disandarkan kepada al-Bukhari atau Muslim iaitu hadis sahih mengikut syarat al-Hakim sendiri.
4.   Hadis yang tidak diberi apa-apa darjat. Kemungkinan al-Hakim bermaksud untuk menilainya setelah siap menyusun kitab al-Mustadrak tetapi dia tidak sempat untuk menunaikan maksudnya.

D.    Kitab Al Mustakhraj
Al-Mustakhraj adalah suatu kitab hadis yang ditulis oleh seorang ulama’ dengan mentakhrijkan (menuliskan riwayat) hadis-hadis yang sudah dibukukan di dalam suatu kitab hadis dengan sanadnya yang sama tetapi dari jalan yang lain dari pengarang kitabmustakhraj ‘alaih (yang dimustakhrajkan), lalu periwayatan mereka bertemu pada gurunya (penulis kitab yang dimustakhrajkan) atau guru yang lebih tinggi, sampai kepada shahabat.
Sejumlah ulama’ yang berminat untuk menuliskan al-Mustakhrajantara lain;
1. Mustakhraj al-Isma’ily,
2. Mustakhraj al-Ghithrify,
3. Mustakhraj Ibnu Abi Dzuhal.
Ketiga kitab tersebut adalah mustakhraj kitab Shahih al-Bukhari.Adapun kitab-kitab Mustakhraj untuk Shahih Muslim adalah;
1. Mustakhraj Abu Awanah,
2. Mustakhraj al-Hairy,
3. Mustakhraj Abu Hamid al-Harawy.
Dan di antara kitab Mustakhraj kedua kitab Shahih, adalah;
1. Mustakhraj Abu Nu’aim al-Ashbahany,
2. Mustakhraj Ibnu al-Akhram,
3. Mustakhraj Abu Bakar al-Barqany
Contoh; Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam kitabShahihnya j.1, h.222, Kitab ath-Thaharah, Bab Khishol al-Fithrah :
“Telah menceritakan kepadaku, Abu Bakar bin Ishaq, Telah memberitahukan kepada kami Ibnu Abi Maryam, telah memberitakan kepada kami Muhammad bin Ja’far, telah memberitakan kepadaku al-‘Ala’ bin Abdurrahman bin Ya’qub, maula al-Hirqah, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah saw bersabda; cukurlah brengos dan panjangkanlah jenggot, dan berrbedalah dengan arang-prang Majusi.”
Hadis ini dikeluarkan oleh Abu Awanah dalam kitab al-Mustakhraj ‘ala Shahih Muslim j.1, h.188, dan dalam sanadnya terjadi pertemuan dengan sanad Imam Muslim pada guru beliau, yakni Ibnu Abi Maryam. Bandingkan hadis tersebut dengan hadis berikut ini :
“Telah menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ishaq ash-Shaghani, ia berkata; Telah memberitahukan kepada kami Ibnu Abi Maryam, telah memberitakan kepada kami Muhammad bin Ja’far, telah memberitakan kepadaku al-‘Ala’ bin Abdurrahman bin Ya’qub, maula al-Hirqah, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah saw bersabda; cukurlah brengos dan panjangkanlah jenggot, dan berrbedalah dengan arang-prang Majusi.”
Pernyataan diatas sama persis antara matan (teks hadis) yang ada di dalam kitab al-Mustakhraj dengan matan yang ada di dalam kitab ash-Shahih (yang disebut juga al-mustakhraj ‘alaih), sebagaimana yang terlihat di dalam contoh di atas. Tetapi kadang-kadang hadis di dalam kitab alMustakhraj ada ziyadah (tambahan) matan, tidak sebagaimana yang tertulis di dalam kitab ash-Shahih. Untuk itu apabila di dalam al-Mustakhraj salah satu kitab ash-shahihain terdapat ziyadah, kita tidak secara otomatis menganggap tambahan matan itu sahih sehingga diadakan peninjauan terhadap sanadnya.

E.     Kitab Al Musnad
Yaitu, literatur-literatur kitab hadis yang ditulis di mana hadis-hadisnya dikelompokan berdasarkan sahabat yang meriwayatkan. Atau dapat juga dimengerti sebagi kitab yang disusun oleh pengarangnya dengan mengurutkan daftar nama shahabat, lalu ditampilkan hadis-hadis yang periwayatannya sampai kepadanya, dari seorang shahabat tertentu di dalam musnad shahabat tersebut, kemudian shahabat lain di dalam musnad shahabat lainnya. Demikianlah kitab ini disusun, dengan mengesampingkan tema hadis.
Musnad Imam Ahmad bin Hambal
Kitab musnad yang paling terkenal, paling luas, paling banyak manfaatnya adalah Musnad Imam Ahmad bin Hanbal. Ada yang mengatakan, kitab ini memuat sekitar 40.000 hadis, ada yang menyebutkan 30.000 hadis, atau mendekati angka tersebut. Sesungguhnya naskah Musnad Imam Ahmad yang sudah dicetak berulang-ulang kandungan hadisnya mencapai 27.688 buah hadis.Allahu A’lam bish-Showab.
Kitab ini memuat hadis sahih, hasan dan da’if, bahkan di dalamnya terdapat pula beberapa hadis maudlu’, meskipun hanya sedikit, tidak seperti pengakuan sebagian orang yang menyangka tiada hadis maudlu’ di dalam kitab ini.
Kitab ini merupakan salah satu kodifikasi hadis yang sangat diperlukan, oleh ummat Islam. Penyusun memulai kitabnya dengan musnadnya 10 orang shahabat yang telah dijanjikan sorga, didahulukan Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar, Utsman, Ali, kemudian shahabat yang lainnya yang termasuk sepuluh itu.

F.     Kitab Al Mu’jam
Dalam terminologi Ilmu Hadis, kitab mu'jam adalah kitab-kitab hadis yang disusun berdasarkan musnad-musnad sahabat, guru-gurunya, negara atau lainnya, dan umumnya susunan nama-nama sahabat itu berdasarkan urutan huruf hija'iyyah. Menurut Hasbi ash-Shiddieqy, kitab mu’jam ialah kitab yang di dalamnya disebut hadis menurut nama guru (syaikh hadis), atau menurut negeri tempat guru yang meriwayatkan hadis atau menurut kabilah dan disusun secarahuruf abjad.
Kitab Mu’jam al Shaghir karya Imam Thabrani
Nama lengkap beliau adalah Sulaiman bin Ahmad bin Ayyub bin Muthair al-Lakhmi al-Yamani al-Thabrani. Kunyahnya Abu al-Qasim. Beliau dilahirkan di Akka pada tahun 260 H, bulan shofar, ditengah-tengah keluarga yang terhormat, dari kabilah Lakhm suku Yaman yang berimigrasi ke Quds (Palestina) dan menetap di sana. Sedangkan ibunya termasuk suku Akka.
Kitab Al-Mu’jam al-Shagir karya al-Thabarani ini dicetakmenjadi dua juz oleh Penerbit Dar a1-Fikr Beirut, cetakan keduapada tahun 1981 M atau 1401 H. Kitab ini terdiri dari 279 halaman untuk juz I, dan bagian akhir yang merupakan juz II terdiri dari 222 halaman termasuk lima tema tambahan, yaitu: Risalah Ganiyyah al-Alma'i oleh ‘Allamah al-Hafid Abi al-Tayyib Syams al-Haq al-‘Adim Abadi; al-Tuhfah al-Mardliyyah fi Hill Ba'dh d-Musykilat al-Hadisiyyaholeh ‘Allamah al-Muhaddis al-Qadhi al-Syaikh Husain bin Muhsin al-Anshari al-Yamani; Sunniyyah Raf’ al-Yadain fi al-Du'a ba’d al-Shalawat al-Maktubah liman Sya'a; Risalah al-Kasyf lil Imam al-Suyuti fi Bayan al-Khuruj al-Mahdi; dan Taqrid al-Adib oleh al-‘Allamah Yusuf Husain ibn Muhammad al-Khanifari. Kitab ini di-tashhih oleh ‘Abdurrahman Muhammad 'Utsman dengan judul al-Mu'jam al-Shagirlil Tabarani lil Hafid Abi al-Qasim Sulaiman bin Ahmad bin Ayyub al-Lakhmi al-Thabarani.
Menurut informasi dalam muqaddimah kitab ini, kitab ini disusun berdasarkan periwayatan muridnya yaitu al-Syaikh Abu Bakar Muhammad bin Abdillah bin Zaid, sehingga menjadi sebuah kitab yang sampai kepada kita.
Berdasar informasi yang dikemukakan Abu Zahw jumlah jalur hadis dalam kitab al-Mu’jam al-Shagir ini sebanyak 1500 hadis, sebagian ulama mengatakan kitab ini ternyata hanya memuat 1159 jalur periwayatan, dengan rincian juz 1 memuat 745 jalur periwayatan, dimulai dengan huruf alif sampai huruf kaf. Sedangkan juz II memuat 410 jalur periwayatan dimulai dari huruf lam sampai huruf ya', ditambah perawi dengan nama kunyah dan perawi perempuan.
Berikut ini contoh rincian kitab al-Mu’jam al-Shagir juz I :
Bab al-Alif, halaman 7-108
1.   Rawi yang diawali dengan nama Ahmad, sebanyak 198 orang
2.  Rawi yaag diawaii dengan nama Ibrahim sebanyak 50 orang
3.  Rawi yang diawali dengan nama Isma'il sebanyak 12 orang
4.  Rawi yang diawali dengan nama Ishaq, sebanyak 16 orang dan seterusnya
Abdul ‘Aziz al-Khuli di dalam kitab Miftah al-Sunnahmenjelaskan bahwa kitab al-Mu’jam al-Thabarani merupakan kitab hadis yang memuat hadis shahih, hasan dan da’if. Ia mempunyai banyak guru dalam periwayatan hadis kira-kira 1000 orang guru, dan ia juga seorang hafid hadis. Dalam upaya mencari hadis ia sering berkelana dari satu negeri ke negeri lain, kemudian hadis yang ia peroleh disusun dan dikumpulkan menjadi sebuah kitab hadis yang sampai ada sekarang.
Seorang orientalis, Sezgin mengatakan bahwa kebanyakan karya al-thabarani kurang mendapat tempat pada awal kemunculannya. Sedangkan menurut Azami, kitab al-Mu’jam al-Shagir banyak terdapat kesalahan dan kitab ini tidak menarik perhatian para ulama modern. Namun Azami tidak menjelaskan letak kesalahan dan alas an-alasan tentang ketidak tertarikan para ulama modern tersebut.



SOAL PILIHAN GANDA
1.    Ada contoh Hadits Shahih Bukari yang menerangkan tentang mandi pada hari Jum’at, maka bagaimana menurut Rasulullah hukumnya tentang mandi pada hari jum’atbagi orang yang sudah baligh……….
a.  Sunnah                            c.  Sunnah Muakkad             e.  Haram
b.  Wajib                               d.  Mubah
2.    Siapa nama orang yang menyebutkan suatu manuskrip kitab Jami’ yang mu’tamad yang berlebihan……….
a.  Al-Jami’ Al-Kabir            c.  Al-Jami’ Al-Shohir           e.  Al-Jami’
b.  Al-Jami’ Al-Basir             d.  Al-Jami’ Al-Shohih



Daftar Pustaka

Marshall G. S. Hodgson, The Venture of Islam Imam dan Sejarah Dalam Peradapan Islam Masa Klasik Islam (Paramadina Jakarta Selatan 2002)  
Fatchur Rahman, Ikhtishar Mushthalahul hadist,(Bandung  PT Al Ma’arif: Pertama, 1974)
Silahuddin, Makalah Ulumul Hadist (Pasca Sarjana S2 IAIN Syarif Hidayat, 2000)
Khudzori Beik, Tarik Tsri Al Islami, Darul Ihya Kutubil ‘Arobiyyah
Bakry, Nazar fiqh dan Usul Fiqh. (Jakarta Utara, PT Raja Gravindo Persada). 
Amir Syarifudin, Usul Fiqh. (Jakarta Timur, Zikrul Hakim : 2004)  
Muhammad ‘Ajaj Al Khotib, Ushul Al Hadits (Jakarta, GNP. 2007) Cet 1
Abul Harits Muhammad bin Ibrahim As Salafy Al-Jazairi, Penjelasan Al-Mandhumah Al-Baiquniyah, terj. Abu Hudzaifah, Jakarta:Maktabah Al-Ghuroba’, Cet.II, 2008
Mahmud Thahhan, Taisir Musthalah Hadits, terj. Zainul Muttaqin, Bandung: Titian Ilahi Press, Cet. II, 1999
Al A’zami, Memahami Ilmu Hadis, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005
Nawir Yuslem, Ulumul Hadis, Jakarta: PT Mutiara Sumber Widya, 2001
Syekh Manna Al-Qaththani, Pengantar Studi Ilmu Hadits, terj. Mifdhol Abdurrahman, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, cet. IV, 2009
Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Hadis, Bandung: Bumi Aksara, 2002
Badri Khaeruman, Otentisitas Hadits, Studi Kritis atas Kajian Hadits Kontemporer, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2004
Azami, Muhammad Musthaf. Studies in Hadith Methodology and literature. Diterjemahkan oleh A. Yamin dengan judul Metodologi Kritik Hadis. Cet. II. Bandung: Pustaka Hidayah, 19960.
Ismail, M. Syuhudi. Kaedah kesahihan sanad hadis. Cet. 11. Jakarta: Bulan Bintang, 1995.



1 komentar: