Jumat, 21 Maret 2014

CARA MENERIMA DAN MENYAMPAIKAN HADIS


A.  Penerimaan Riwayat Hadis (tahaamul  hadis)
1.    Pengertian
Tahammul  menurut bahasa  berarti menanggung, membawa,atau biasa diterjemahkan dengan menerima. Menurut Istilah  : mempelajari sebuah hadits dari seorang syeikh.
At Tahammul hadis adalah mengambil atau mendapatkan hadits dari syaikh (guru) dengan cara-cara tertentu.
2.   Syarat Penerimaan Hadis(tahaamul  hadis)
Adapun syarat-syarat bagi seseorang diperbolehkan untuk mengutip hadits dari orang lain adalah:
a.    Adh Dhabth yakni memiliki hafalan yang kuat atau memiliki dokumen yang valid.
b.   Berakal.
c.    Tamyiz.
Ulama’ Hadist memiliki beberapa rumusan dalam kategori usia tamyiz. Untuk batasan minimal seseorang bisa dikatakan tamyis dalam hal ini ulama hadistpun masih berbeda pendapat. Ada yang mengatakan harus berusia 5 tahun atau 10 tahun, atau berusia 20 tahun, bahkan ada ada yang mengatakan minimal berusia 30 tahun.
Beberapa ulama’ hadist masih berselisih dalam pembahasan anak-anak dalam menerima hadist, mayoritas ulama’ hadist menganggap mereka boleh menerima riwayat hadits, sementara yang lain berpendapat bahwa hadits yang diterima mereka tidak sah.
Akan tetapi yang lebih mendekati pada kebenaran adalah pendapat yang dikemukakan ulama jumhur dikarenakan banyak para sahabat atau tabi’in yang menerima hadits yang diriwayatkan oleh Hasan, Husein, Abdullah bin Zubair, Ibnu Abbas dan yang lain, tanpa membedakan mana hadits yang mereka terima ketika masih kecil dan yang setelahnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Al Hafidz Ibnu Katsir dalam bukunya Ikhtishar Ulumul Hadits, bahkan beliau menambahkan bahwa tahamul hadits orang fasik dan non Muslim juga sah.



3.   Cara Penerimaan Hadis/Tahaamul Hadits (تحام الحديث)
a.   Sama ' (mendengar secara langsung dari syaikh)
Adalah mendengar hadits dari bacaan syaikh (guru), sama saja apakah syaikh tersebut mengucapkan hadits tersebut dari hafalannya atau dari bacaan kitabnya.
Jika murid itu meriwayatkan  dengan cara ini, maka dia hendaknya berkata : Sami’tu/ Aku mendengar atau dia bercerita kepadaku, jika dia sendirian. Atau : “Dia bercerita kepada kami”, jika ada orang lain bersamanya. (bahasa yang biasa digunakan adalah Sami’tu, Sami’na, Haddatsanii, Haddatsanaa, Akhbaronii, Akhbaronaa, Anbaanii, Anba anaa, Qoola lii, Qoola lanaa, Dzakaro lii, Dzakaro lanaa.
Muhaddits periode awal terbiasa menggunakan lafat Sami’tu, sementara pada masa berikutnya lebih akrab menggunakan lafat Haddatsanaa. Namun demikian pada dasarnya kedua lafat tersebut tidak memiliki perbedaan yang berarti. Hal itu dikarenakan keduanya sama-sama digunakan untuk mewartakan hadits yang didengar langsung Hadits yang diriwayatkan dengan salah satu lafadh diatas menunjukkan pada bersambungnya sanad.
b.   Al Ardh (membaca di hadapan syaikh)
Adalah seorang murid (perawi) membacakan hadits (dari hadits-hadits yang diriwayatkan syaikhnya) dan syaikhnya mendengar, sama saja apakah dia (murid) membaca sendiri atau orang lain yang membacanya dan dia mendengar dan sama saja apakah syaikh menyimak bacaan tersebut dengan hafalannya atau dengan memegang kitabnya.
Jika seorang murid akan meriwayatkan dari syeikh dengan metode ini, maka dia dapat berkata : Qoro’tu/Aku membaca di hadapan syeikh, atau Quri’a ‘alayya/ dibacakan di hadapannya dan aku mendengar, atau Anbaani.
c.   Ijazah
Adalah seorang syaikh memberi izin bagi muridnya untuk meriwayatkan hadits darinya, atau meriwayatkan kitabnya tanpa mendengar riwayat itu darinya.
Dikatakan murid telah mendapat ijazah, jika seorang syeikh  berkata kepada salah seorang muridnya : “Aku mengijinkan kamu untuk meriwayatkan hadits-haditsku atau kitab-kitabku dariku”.
Hukum meriwayatkan hadits dengan metode ini, para ulama berbeda pendapat tentang kebolehannya, yaitu :
1)   Tidak boleh. Ibnu Hazm berkata : “Itu adalah bid’ah, tidak boleh”.
2)   Boleh. Dan ini adalah pendapat jumhur.
d.   Munawalah
Yaitu seorang syaikh memberikan kitab atau lembaran (yang berisi hadits) kepada muridnya untuk meriwayatkannya. Dan jenis ini ada dua macam yaitu yang disertai dengan ijazah (izin) dan yang tidak disertai dengan ijazah.
1)   Munawalah yang diiringi dengan ijazah
a)   Prakteknya, seorang syeikh memberikan sebuah kitab kepada seorang murid dan dia berkata : “Ini adalah yang aku dengarkan dari fulan atau ini adalah karanganku. Maka riwayatkanlah dariku”.
b)   Hukum meriwayatkannya adalah boleh menurut jumhur.
2)   Munawalah yang tidak diirngi dengan ijazah
a)   Prakteknya, seorang syeikh memberikan sebuah kitab kepada seorang murid dan dia berkata : “Ini adalah hadits yang aku dengarkan”.
b)   Hukum meriwayatkannya, tidak boleh menurut jumhur ahli hadits, ahli fiqih dan ushul fiqih.
c)   Kata-kata yang digunakan untuk menunaikannya.
·      Naawalanii Hadzal kitab  “Si Fulan  telah memberikan kitab kepadaku”.
·      “Dia bercerita kepadaku dengan metode munawalah” atau dia bercerita kepadaku dengan metode munawalah”.
e.   Mukatabah
Adalah seorang syaikh menuliskan hadits yang pernah didengarnya untuk orang yang hadir di hadapannya atau untuk orang yang tidak hadir. Dan ini mencakup mukatabah yang disertai dengan ijazah ataupun yang tidak.
Prakteknya ada 2 (dua) dua macam, yaitu
1)   Kitabah yang diiringi dengan ijazah
a)   Bentuknya, seorang syeikh menulis haditsnya dengan tangannya atau mengijinkan seseorang kepercayaannya untuk menulis  dan mengirimkannya kepada muridnya dan mengijinkannya untuk meriwayatkan  darinya.
b)   Hukum meriwayatkannya adalah boleh. Imam  Bukhari berkata : “Tidak ada perbedaan pendapat dalam hal ini”.
2)   Kitabah yang tidak diiringi dengan ijazah
a)   Prakteknya, seorang syeikh menulis haditsnya dengan tangannya atau mengijinkan seseorang kepercayaannya untuk menulis hadits dan mengirimkannya kepada muridnya dan dia tidak mengijinkannya untuk meriwayatkannya darinya.
b)   Hukum meriwayatkannya ada dua :
·      Boleh.
Ini adalah pendapat kebanyakan ulama
·      Tidak boleh
c)   Kata-kata yang digunakan
Jika seorang murid akan meriwayatkan dengan metode ini, maka dia boleh berkata :
·   “Telah ditulis kepada seseorang”.
·   “Fulan bercerita kepadaku dengan cara tulisan” atau “dia memberitahu kepadaku dengan cara tulisan”.
f.     Al I'lam
Adalah seorang perawi memberitahukan kepada muridnya tentang sumber hadits atau kitab tanpa memberi izin untuk meriwayatkannya.
Seorang syeikh memberitahukan kepada seorang murid bahwa hadits-hadits ini dia dengarkan dari fulan atau kitab ini dia riwayatkan dari fulan, baik dia mengijinkan untuk meriwayatkan darinya atau tidak.
1)   Kata-kata yang digunakan Seorang murid berkata : “Syeikhku memberitahukan kepadaku dengan ini … “.
2)   Hukum meriwayatkannya ada  (dua)
·      Boleh
·      Tidak boleh, kecuali jika syeikh itu mengijinkannya. Ini adalah pendapat kebanyakan ahli hadits, fiqih dan ushul fiqih.
Mayoritas ulama hadits, usul fiqih memperbolehkan bentuk ini dijadikan salah satu metode menerima hadits sepanjang kredibilitas guru dapat dipercaya. Namun demikian sejumlah muhadditsin dan pakar usul tidak memperbolehkan cara ini dijadikan salah satu bentuk menyampaikan hadits, dengan alasan yang sangat singkat karena tidak disertai dengan izin. Pendapat ini dikemukakan oleh Al Ghozali dan Ibnu Sholah dalam bukunya Al Muqoddimah.
g.   Wasiat
Adalah seorang ahli hadits mewasiatkan kitab-kitabnya kepada seseorang ketika syaikh tersebut meninggal atau safar (bepergian).
Seorang syeikh  memberikan wasiat kepada seseorang dengan sebuah kitab yang dia riwayatkan sebelum kematiannya atau sebelum kepergiannya kepada seseorang.
Hukum meriwayatkannya ada 2 (dua) :
1)   Boleh. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Syeikh Ahmad Syakir. Ibnu Sholah berkata : “Ini jauh sekali”. An Nawawi berkata : “Ini adalah kesalahan. Yang benar adalah tidak boleh”.
2)   Tidak boleh, kecuali jika murid itu mendapatkan ijin (ijazah) dari syeikh itu.
h.   Wijadah
Adalah seorang perawi menemukan/mendapatkan kitab atau lembaran hadits dengan tulisan seseorang dilengkapi dengan sanadnya.
Seorang murid menemukan sebuah hadits atau sebuah kitab yang ditulis oleh seseorang yang dia tidak mendengar secara langsung darinya dan dia tidak mendapatkan ijazah darinya.
1)   Hukum meriwayatkannya : tidak boleh.
2)   Kata-kata yang digunakan untuk menunaikannya adalah jika seorang murid hendak meriwayatkan dari seorang syeikh dengan metode ini, maka dia boleh berkata : “Aku menemukan tulisan seseorang”.

B.  Meriwayatkan Hadis (adaa’ul hadis)
1.    Pengertian
Adaa' Al Hadis menurut bahasa berarti menyampaikan sesuatu dan menunaikannya. Menurut istilah adalah menyampaikan sebuah hadits setelah mengembannya. Jadi, Adaa' Al Hadis adalah meriwayatkan hadits dan menyampaikannya dan wajib dalam hal ini terpenuhinya kelayakan seseorang untuk mendengar hadits, menerimanya dan membawanya.
2.   Syarat Penyampaian Hadis
a.    Al 'Adalah yaitu perilaku yang membawa pemiliknya untuk bertakwa. Sifat adil dalam hubungannya dengan periwayatan hadits maka yang dimaksud adalah, suatu karakter yang terdapat dalam diri seseorang yang selalu mendorongnya melakukan hal-hal yang positif, atau orang yang selalu konsisten dalam kebaikan dan mempunyai komitmen tinggi terhadap agamanya.
b.   Islam, tidak diterima riwayat dari orang kafir.
c.    Baligh, tidak diterima riwayat seseorang yang belum sampai ke usia taklif(usia di mana seseorang dikenai kewajiban syari'at).
d.   Tamyiz yaitu seorang perawi memahami apa yang dia dengar dan dia menangkap dan menguasainya. Diantara pendapat ulama terhadap masalah kapan seorang perawi layak (dianggap sah) mendengar hadits adalah bahwa usia yang layak adalah ketika seorang anak memiliki kemampuan untuk memahami pembicaraan dan bisa menjawabnya.
Menurut Al Hafidz Ibnu Katsir dalam bukunya Ikhtishar Ulumul Hadits, hadits yang diterima oleh orang kafir bisa diterima bila ia meriwayatkannya (ada’) setelah masuk Islam. Dan yang terpenting dari semua pendapat yang dikemukakan oleh para kritikus adalah faktor utama bukanlah batasan umur, melainkan sifat tamyiz pada diri orang tersebut sekalipun belum baliqh
e.    Adh Dhabth yaitu hafal dan terjaganya hadits itu dalam tulisannya sejak mendapatkan hadits (tahammul) hingga waktu menyampaikan (adaa').
3.   Lafal Penyampaian Hadis
Al Auzaa'i berkata:"Hadits yang aku izinkan kepadamu seorang diri maka katakanlah ketika meriwayatkan Khabbaranii (dia mengabarkan kepadaku), haditsku yang dibacakan di hadapan jama'ah (sekelompok orang) dan engkau berada di antara mereka maka katakanlah: Khabbaranaa (dia mengabarkan kepada kami), apa yang engkau baca di hadapanku seorang diri, katakanlah:akhbarani, apa yang aku izinkan untuk jama'ah dan engkau berada di sana maka katakanlah:Khabbaranaa, apa yang aku bacakan di hadapanmu seorang diri maka katakanlah: hadatsani dan apa yang aku bacakan di hadapan jama'ah dan engkau ada di tengah-tengah mereka katakanlah: hadatsana." ( Ar Rumuharmuzi, al-muhadditsu al-Fashil)
a.    Ungkapan yang mengisyaratkan bahwa cara mendapatkan hadits tersebut lewat sama' yaitu: sami'naa, haddatsanaa, akhbarana
b.   Ungkapan yang mengisyaratkan bahwa cara mendapatkan hadits tersebut lewat cara membaca di hadapan syaikh: qara'tu 'ala fulan (aku membaca di hadapan fulan), atau dibacakan hadits di hadapan fulan dan aku mendengarnya)
c.    Ungkapan yang mengisyaratkan bahwa cara mendapatkan hadits tersebut lewat ijazah atau munawalah: akhbarana fulan ijazatan (mengabarkan kepada kami fulan secara ijazah)
d.   Ungkapan yang mengisyaratkan bahwa cara mendapatkan hadits tersebut lewat mukatabah: kataba ilayya fulan qaalaa: akhbaranaa(fulan menuliskan kepadaku dan berkata: mengabarkan kepada kamu…)
e.    Ungkapan yang mengisyaratkan bahwa cara mendapatkan hadits tersebut lewat I'lam dan wasiat: aushaa ilayya fulan (mewasiatkan kepadaku fulan) atau a'lamanii fulan (memberitahuku fulan).
f.     Ungkapan yang mengisyaratkan bahwa cara mendapatkan hadits tersebut lewat wijadah: qara'tu bikhothi fulan: hadatsanaa fulan (aku membaca tulisan fulan: fulan mengabarkan kepada kami)



SOAL PILIHAN GANDA
1.    Berikut dibawah ini tentang syarat daripada seorang perawi, kecuali………
a.  Dhabit                             c.  Islam                                e.  Jawaban a dan b benar
b.  Berakal                            d.  Baligh
2.    Seorang perawi Hadits ia adalah yang Dhabit, makna kata yang bergaris bawah adalah……….
a.  Kuat hafalnya                  c.  Wawasan yang luas          e.  Cekatan
b.  Seorang yang alim            d.  Cerdas
3.    Sebuah kitab yang ditulis oleh seseorang yang mendengar secara langsung darinya dan tidak mendapatkan ijazah darinya disebut………
a.  Wasiat                             c.  Muamalah                        e.  Jawaban a dan b benar
b.  Wijadah                           d.  Munawalah
4.    Pengertian dari Tahamul Hadits adalah………..
a.  Mempelajari sebuah Hadits dari seorang syeikh
b.  Menelaah sebuah Hadits
c.  Memperdalam sebuah Hadits dari seorang syeikh
d.  Menelaah dan mempelajari Hadits
e.  Jawaban semua benar
5.    Salah satu alasan terjadinya perbedaan pendapat dalam meriwayatkan suatu Hadits yakni……….
a.  Dangkalnya cara berpikir                      d.  Wawasan pemikiran dan pengetahuan
b.  Fanatik golongan                                  e.  Pengetahuan lain
c.  Rasa Optimisme
6.    Faktor utama dalam penerima Hadits Al-Hafidh Ibnu Katsir adalah……….
a.  Taat dan patuh                c.  Sifat tamyiz                      e.  Jawaban semua benar
b.  Cerdas                             d.  Tawadhu’
7.    Kaidah-kaidah dalam meriwayatkan suatu Hadits terkumpul dalam adalah .…macam.
a.  7                                      c.  5                                      e.  8
b.  4                                      d.  6
8.    Jumhur menghukumi Munawalah yang diiringi dengan ijazah adalah………
a.  Boleh                               c.  Samar-samar                    e.  Jawaban b dan c benar
b.  Tidak Boleh                     d.  Antara boleh dan tidak
9.    Secara bahasa Adaa’ al-Hadits adalah……….
a.  Menyampaikan sesuatu dan menunaikannya
b.  Memberitahukan sesuatu kepada orang lain
c.  Mentransfer kepada orang lain
d.  Mengartikan dan menelaah suatu hadits
e.  Jawaban b dan d benar
10.              Pengertian Tahamul secara bahasa adalah………
a.  Mempelajari                     c.  Mengamalkan                  e.  Jawaban b dan d benar
b.  Menanggung wibawa       d.  Menerima
11.              Beberapa syarat dalam penyampaian hadits adalah……….
a.  Islam                               c.  Tamyiz                             e.  Al ’adalah
b.  Baligh                              d.  Jawaban semua benar
12.              Ungkapan mengisyaratkan cara mendapatkan Hadits melalui………
a.  Sama                                c.  Mukatabah                       e.  Jawaban a,b,c benar
b.  Ijazah dan Munawalah    d.  Diyat
c.  Hasan al-Basri
13.              Penemuan kitab atau lembaran hadits dengan tulisan seseorang yang dilengkapi dengan sanadnya dinamakan………..
a.  Munawalah                      c.  Al-Ardh                           e.  Sama’
b.  Wijadah                           d.  Ijazah
14.              Al-Ghazali dari Ibnu Sholah memberikan pandangan tentang masalah Al-I’lam dalam bukunya………
a.  Al-Muqaddimah              c.  As-Syar’i                          e.  Tarikh Islami
b.  Al-Mujadalah                   d.  Al-Adhabul
15.              Makna kata jama’ah berarti …………
a.  Sejumlah orang                c.  Banyak orang                   e.  Jawaban semua benar
b.  Sekelompok orang           d.  Menyatu
16.              Hadits yang diterima orang kafir bisa diterima apabila ia meriwayatkannya setelah masuk Islam hal ini menurut pendapat……….
a.  Al-Hafidh Ibn Katsir       c.  Imam Hanifah                 e.  Quraish Shihab
b.  Imam Ghazali                  d.  Shahih Bukhari
17.              Pendapat diatas tertulis dalam bukunya…….
a.  Ikhtisar Ulumul Hadits    c.  Ihya’ ‘Ulumuddin             e.  Mustholah Hadits
b.  Tarikh Al-Islamiyah        d.  Kitabus Sittah


SOAL ISIAN
1.    Buatlah skema, bagan tentang cara penerimaan dan penyampaian Hadits?
2.    Sebutkan dan jelaskan syarat dari penyampaian seorang hadits!
3.    Apa yang dimaksud dengan :
1)   Adaa’ Al-Hadits
2)   Munawalah
3)   Sama’
4.    Berilah alasan mengapa terjadi perbedaan pendapat dalam menghukumi masalah wasiat?
5.    Sebutkan beberapa cara penerimaan Hadits?



Tidak ada komentar:

Posting Komentar