A.
Hadis Qudsi
1.
Pengertian Hadis Qudsi
Hadits Qudsi di nisbatkan kepada kata Al Qudsu, sedangkan kata Al Qudsu artinya suci dan bersih.
Digunakanlah Hadits illahi atas dasar pengertian tersebut, karena di nisbatkan
kpada kata Ilaah dan Hadits Rabbani, karena di nisbatkan kepada kata
Rabb (tuhan) Ta’ala. Sedangkan menurut istilah, Hadits Qudsi adalah Hadits yang disandarkan oleh Rasul Saw dan
disanadkan kepada Tuhannya selain Al Qur’an. Atau Hadits yang lafadz matan-nya dari Nabi Muhammad
SAW dan maknanya dari Allah SWT. Hadits Qudsi tidsak sama dengan Al Qur`an
karena Al Qur`an lafadz dan matan-nya dari Allah SWT. Jumlah Hadits Qudsi
menurut kitab Al Ittihafatus Sunniyah berjumlah 833 buah, termasuk yang shahih,
hasan dan dlaif.
Perbedaan umum antara Al
Qur`anul Karim, Hadits Nabi, dan Hadits Qudsi diantaranya;
a.
Al Qur`anul Karim mempunyai
lafadz dan makna dari Allah SWT dan diturunkan secara berkala.
b.
Sedangkan Hadits Nabi
memiliki lafadz yang bersumber dari Nabi SAW tetapi maknanya dari Allah SWT,
dan diturunkan tidak secara berkala serta dinitsbatkan kepada Rasulullah SAW.
c.
Serta Hadits Qudsi, lafadz
Hadits berasal dari Nabi Muhammad tetapi maknanya dari Allah SWT, tidak
berkala, dinitsbatkan kepada Allah SWT.
Perbedaan dalam bentuk penyampaianya adalah:
a.
Al Qur`an selalu memakai
kata "qalallahu
ta’ala"
b.
Hadits Nabawi memakai
kalimat " qala
rasulullah, qala nabi"
c. Hadits Qudsi dengan "qala
rasulullah fimaa biriwayati ‘an rabbih"
2.
Contoh Hadis Qudsi
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia
berkata : "Saya mendengar Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
: Allah menggenggam bumi dan melipat langit dengan tangan kanan-Nya, kemudian
berfirman : "Akulah Raja, dimanakah raja-raja
bumi ?" (Hadits ditakhrij oleh Bukhari).
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu Sesungguhnya
Allah menggenggam bumi atau bumi-bumi dan langit-langit dengan tangan
kanan-Nya, kemudian Dia berfirman : "Aku Raja". (Hadits ditakhrij oleh Bukhari).
B.
Hadis Marfuu’
1.
Pengertian Hadis Marfuu’
Al-Marfu’ menurut bahasa
merupakan isim maf’ul dari kata rafa’a (mengangkat),
dan ia sendiri berarti “yang diangkat”. Dinamakan marfu’ karena disandarkannya
ia kepada yang memiliki kedudukan tinggi, yaitu Rasulullah
Hadits
Marfu’ menurut istilah adalah “sabda, atau perbuatan, atau taqrir (penetapan),
atau sifat yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik yang bersifat jelas ataupun
secara hukum (disebut marfu’ = marfu’ hukman), baik yang menyandarkannya itu shahabat
atau bukan, baik sanadnya muttashil (bersambung)
atau munqathi’ (terputus).
2.
Pembagian
Hadis Marfuu’ dan Contoh
a.
Hadis marfuu’ qauli
Adalah segala
perkataan yang disandarkan kepada Nabi SAW baik yang menyandarkannya itu shahabat atau
bukan, baik sanadnya muttashil (bersambung)
atau munqathi’ (terputus)
1)
Perkataan
yang marfu’ tashrih : seperti perkataan shahabat,”Aku
mendengar Rasulullah bersabda begini”; atau “Rasulullah menceritakan kepadaku
begini”; atau “Rasulullah bersabda begini”; atau “Dari Rasulullah bahwasannya
bersabda begini”; atau yang semisal dengan itu. “dari Jabir telah bersabda
Nabi SAW: “baik pekerti adalah pelajaran dan buruk kelakuan itu adalah sial” (HR. ibnu asakir). Hadits diatas dikatakan sebagai Hadits Marfu Qauli Tasrih karena dengan
terang-terangan menyatakan dari rasul
2)
Perkataan
yang marfu’ secara hukum : seperti perkataan dari shahabat yang tidak mengambil
dari cerita Israilliyaat berkaitan dengan perkara yang terjadi di masa lampau
seperti awal penciptaan makhluk, berita tentang para nabi. Atau berkaitan
dengan masalah yang akan datang seperti tanda-tanda hari kiamat dan keadaan di
akhirat. Dan diantaranya pula adalah perkataan shahabat : “Kami diperintahkan seperti
ini”; atau “kami dilarang untuk begini”; atau termasuk sunnah adalah melakukan
begini”.
“dari umar ia berkata: “do`a
itu terhenti antara langit dan bumi, tidak bias naik sedikit pun daripadanya
sebelum dishalawatkan atas Nabi” (HR. Turmudzi).
Dikatakan Hadits Qauli Hukman karena tidak terang-terangan menyebutkan “nabi telah bersabda” tetapi mengandung hukum atau pengertian bahwa Umar menerima Hadits tersebut dari Rasulullah SAW.
Dikatakan Hadits Qauli Hukman karena tidak terang-terangan menyebutkan “nabi telah bersabda” tetapi mengandung hukum atau pengertian bahwa Umar menerima Hadits tersebut dari Rasulullah SAW.
b.
Hadis marfuu’ fi’li
Adalah segala
perbuatan yang disandarkan kepada Nabi SAW baik yang menyandarkannya itu shahabat atau
bukan, baik sanadnya muttashil (bersambung)
atau munqathi’ (terputus)
1)
Perbuatan
yang marfu’ tashrih : seperti perkataan seorang shahabat : “Aku telah melihat
Rasulullah melakukan begini”
“dari Anas: Rasulullah SAW telah memerdekakan shafiyah
dan beliau jadikan memerdekakanya itu sebagai mahar “. Dengan tegas Hadits ini menerangkan tentang perbuatan
Nabi yakni memerdekakan shafiyah.
2)
Perbuatan
yang marfu’ secara hukum : seperti perbuatan shahabat yang tidak ada celah
berijtihad di dalamnya dimana hal itu menunjukkan bahwa perbuatan tersebut
bukan dari shahabat semata (melainkan dari Rasulullah). Sebagaimana disebutkan
dalam riwayat Al-Bukhari,”Adalah Ibnu ‘Umar
dan Ibnu ‘Abbas berbuka puasa dan mengqashar shalat pada perjalanan empat burud [Burud merupakan jamak
dari bard, yaitu salah satu satuan jarak yang digunakan di jaman
itu (sekitar 80 km)].
“bahwa Ali Bin Abi Thalib pernah shalat kusuf 10 ruku` dengan
4 sujud”.
Hadits diatas menerangkan tentang Ali yang shalat kusuf dengan 10 ruku` dengan 4 sujud. Ali tidak akan melakukan ini kecuali melihat atau mendapi Rasulullah melakukannya juga. Maka Hadits ini dianggap Marfu fi`li hukman, karena dzahirnya bukan Nabi yang mengerjakan.
Hadits diatas menerangkan tentang Ali yang shalat kusuf dengan 10 ruku` dengan 4 sujud. Ali tidak akan melakukan ini kecuali melihat atau mendapi Rasulullah melakukannya juga. Maka Hadits ini dianggap Marfu fi`li hukman, karena dzahirnya bukan Nabi yang mengerjakan.
c.
Hadits marfuu’ taqriri
Adalah segala
ketetapan yang disandarkan kepada Nabi SAW baik yang menyandarkannya itu shahabat atau
bukan, baik sanadnya muttashil (bersambung)
atau munqathi’ (terputus)
1)
Penetapan
(taqrir) yang marfu’ tashrih : seperti perkataan shahabat,”Aku telah
melakukan perbuatan demikian di hadapan Rasulullah”; atau “Si Fulan telah
melakukan perbuatan demikian di hadapan Rasulullah dan dia (shahabat tersebut)
tidak menyebutkan adanya pengingkaran Rasulullah terhadap perbuatan itu.
“dari Ibnu Abbas ia berkata:
kami pernah shalat dua rakaat sesudah terbenam matahari, sedang Nabi melihat
kami, tetapi beliau tidak memerintah kami dan tidak melarang kami”. (HR. Muslim). Hadits diatas dianggap Marfu
Taqriri Tasrih karena secara terang-terangan Nabi malihat, namun tidak menyuruh
ataupun melarang dengan kata lain Nabi membenarkan.
2)
Penetapan
yang marfu’ secara hukum : seperti perkataan shahabat,”Adalah para shahabat
begini/demikian pada jaman Rasulullah”.
“dari Anas Bin Malik: sesungguhnya
pintu-pintu (rumah) Nabi SAW diketuk dengan jari-jari (HR. Bukhari).
Hadits diatas dinyatakan sebagai Hadits Marfu taqriri hukman karena
perbuatan sahabat yang mengetuk rumah Rasulullah, dan Rasulullah tidak melarang
maupun menyuruh, dengan kata lain membenarkan perbuatan para sahabat
d.
Hadis marfuu’ washfi
Adalah segala sifat
yang disandarkan kepada Nabi SAW baik yang menyandarkannya itu shahabat atau
bukan, baik sanadnya muttashil (bersambung)
atau munqathi’ (terputus)
1)
Sifat
yang marfu’ tashrih : seperti perkataan seorang shahabat yang menyebutkan sifat
Rasulullah sebagaimana dalam hadits Ali ra,”Nabi itu tidak tinggi dan tidak
pula pendek”; atau “Adalah Nabi berkulit cerah, peramah, dan lemah lembut”.
2)
Sifat
yang marfu’ secara hukum : seperti perkataan shahabat,”Dihalalkan untuk kami
begini”; atau “Telah diharamkan atas kami demikian”. Ungkapan seperti secara
dhahir menunjukkan bahwa Nabi yang menghalalkan dan mengharamkan. Ini
dikarenakan sifat yang secara hukum menunjukkan bahwa perbuatan adalah sifat
dari pelakunya, dan Rasulullah adalah yang menghalalkan dan mengharamkan; maka
penghalalan dan pengharaman itu merupakan sifat baginya. Poin ini sebenarnya
banyak mengandung unsur tolerir yang tinggi, meskipun bentuk seperti ini dihukumi
sebagai sesuatu yang marfu’.
C.
Hadis Mauquf
1.
Pengertian Hadis Mauquuf
Secara etimologi Mauquf
adalah ‘yang terhenti’. Dalam
istilah, Hadits Mauquf berarti Hadits
yang disandarkan kepada Sahabat, berupa ucapan, perbuatan atau Taqrir.
Dalam Hadits Mauquf dikenal istilah “Mauquf pada lafadz,
tetapi Marfu pada hukum” artinya. Hadits Mauquf ini lafadznya berasal dari
sahabat sedangkan hukumnya dari Rasulullah SAW.
2.
Contoh Hadis Mauquuf
a. Perkataan
“dari Abdullah (Bin Mas`Ud), ia
berkata : “jangan lah hendaknya salah
seorang dari kamu taqlid agamanya dari seseorang, karena jika seseorang itu
beriman, maka ikut beriman, dan jika seseorang itu kufur, ia pun ikut kufur”.
(H.R. Abu Na`im).
Abdullah Bin Mas`ud adalah seorang sahabat Nabi, maka ucapan diatas disandarkan kepada Abdullah Bin Masu`ud.
Abdullah Bin Mas`ud adalah seorang sahabat Nabi, maka ucapan diatas disandarkan kepada Abdullah Bin Masu`ud.
b. Perbuatan
“dari
Abdillah Bin Ubaid Bin Umar ia berkata: umar
menyuruh kepada seorang anak laki-laki memilih antara ayah dan ibunya. Maka anak itu memilih ibunya
, lalu ia membawa ibunya. (Kitab Al Muhalla).
Umar adalah sahabat Nabi
SAW, riwayat diatas menunjukan kepada perbuatan Umar untuk memilih antara ibu
dan ayahnya.
c. Ketetapan
“dari Zuhri, bahwa Atikah Binti Zaid Bin Amr Bin Nufail jadi
hamba Umar Bin Al khattab adalah Atikah pernah turut shalat dalam mesjid. Maka
umar berkata kepadanya: demi Allah engkau
sudah tahu, bahwa aku tidak suk perbuatan ini. Atikah berkata: demi Allah aku
tidak mau berhenti sebelum engkau melarang aku. Akhirnya Umar berkata: aku tidak mau melarang dikau. (Al
Muhalla 4:202).
Umar adalah sahabat Nabi SAW. Dalam riwayat tersebut
diunjukan bahwa ia membenarkan perbutan atikah yaitu shalat di mesjid.
D.
Hadis Maqthuu’
1.
Pengertian Hadis Maqthuu’
Maqthu artinya: yang diputuskan atau yang terputus; yang dipotong atau yang
terpotong. Menurut ilmu Hadits, Maqthu adalah “perkataan, perbuatan atau taqrir
yang disandarkan kepada tabi`in atau orang yang berada pada tingakat
dibawahnya”.
Hadits Maqthu tidak bisa dipergunakan sebagai landasan hukum, karena Hadits Maqthu hanyalah ucapan dan perbuatan seorang muslim. Tetapi jika didalamnya terdapat qarinah yang baik, maka bisa diterima.
Hadits Maqthu tidak bisa dipergunakan sebagai landasan hukum, karena Hadits Maqthu hanyalah ucapan dan perbuatan seorang muslim. Tetapi jika didalamnya terdapat qarinah yang baik, maka bisa diterima.
2.
Contoh Hadis Maqthuu’
a. Perkataan
“dari Abdillah Bin Sa`id Bin Abi
Hindin, ia berkata: aku pernah bertanya
kepada Sa`id Bin Musaiyib; bahwasanya
si fulan bersin, padahal imam sedang berkhutbah, lalu orang lain ucapkan
“yarhamukallah” (bolehkan yang demikian?) jawab Sa`id Bin Musayib “perintahlah kepadanya supaya jangan
sekali-kali diulangi”. (Kitab Al Atsar).
Sa`id Bin Musayaib adalah seorang tabi`in, dan Hadits diatas
adalah Hadits Maqthu. Tidak mengandung hukum
b. Perbuatan
“dari Qatadah, ia berkata: adalah Sa`id Bin Musaiyib pernah shalat dua rakaat sesudah ashar.
(Kitab Al Muhalla).
Sa`id Bin Musayaib adalah seorang tabi`in, dan Hadits diatas
adalah Hadits Maqthu berupa cerita tentang perbuatannya. Tidak mengandung hukum
c. Ketetapan
“dari hakam bin utaibah, ia berkata: adalah seorang hamba mengimami kami dalam mesjid itu, sedang syuraih
(juga shalat disitu). (Kitab Al Muhalla).
Syuraih ialah seorang tabi`in. riwayat Hadits ini menunjukan
bahwa syuraih membenarkan seorang hamba jadi imam.
SOAL PILIHAN
GANDA
1.
Hadits yang disandarkan oleh Rasulullah SAW dan
disanadkan kepada Tuhan selain Al-Qur’an adalah definisi dari Hadits………..
a. Hadits Qudsi c. Hadits Mauquf e. Hadits Shahih
b. Hadits Marfu’ d. Hadits Maqbul
2.
Sabda, perbuatan, taqrir atau sifat yang
disandarkan kepada Nabi SAW, baik yang bersifat jelas ataupun secara hukum baik
yang menyandarkannya itu sahabat atau bukan baik sanadnya muttasil atau
munqathi’ merupakan definisi dari Hadits……….
a. Hadits Qudsi c. Hadits Mauquf e. Hadits Shahih
b. Hadits Marfu’ d. Hadits Maqbul
Terimakasih min.. semoga bermanfaat
BalasHapusAlhamdulillah, sangat bermanfaat sekali bagi kami sebagai pemula pelajar ilmu hadits
BalasHapusSyukron sangat membantu
BalasHapus