Jumat, 21 Maret 2014

Ilmu Hadist


A.  Pengertian Ilmu Hadis
Ulumul Hadis adalah istilah ilmu hadis di dalam tradisi ulama hadits. (Arabnya: ‘ulumul al-hadist). ‘Ulum Al Hadist terdiri dari atas 2 kata, yaitu ‘Ulum dan Al Hadist. Kata ‘ulum dalam bahasa arab adalah bentuk jamak dari ‘ilm, jadi berarti ilmu-ilmu, sedangkan Al Hadist berarti segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi SAW dari perbuatan, perkataan, taqir, atau sifat.” Dengan demikian, ‘Ulum Al Hadist adalah ilmu-ilmu yang membahas atau berkaitan Hadis nabi SAW.
Dalam pengertian istilah para ulama ahli Hadis memberikan pengertian ‘Ulum Al Hadist, diantaranya :
1.   Menurut Ustadz Syamsuddin At Tabrizy dalam kitab Syarhu Ad Dibaji Al Mudzahhab

هُوَ اْلعِلْمُ بِأَقْوَالِ رَسُوْلِ اللهِ صَلْعَمْ وَأَفْعَاِلهِ وَتَقْرِيْرَاتِهِ وَهَيْئَتِهِ وَشَكْلِهِ مَعَ أَسَاِنيْدِهَا. وَتَمْيِيْزِ صِحَاحِهَا وَحِسَانِهَا وَضِعَافِهَا عَنْ خِلاَفِهَا مَتْنًا وَاِسْنَاداً.
“Ilmu pengetahuan tentang sabda, perbuatan, pengakuan, gerak-gerik dan bentuk jasmaniah Rasulullah SAW beserta sanad-sanad (dasar penyandarannya) dan ilmu pengetahuan untuk membedakan keshahihannya, kehasanannya dan kedhaifannya daripada lainnya, baik matan maupun sanadnya”.
2.   Menurut ulama mutaqaddimin

عِلْمٌ يُبْحَثُ عَنْ كَيْفِيَةِ اِتْصَال اْلاَحاَدِيْثِ بِالرَّسُوْلِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ حَيْثُ مَعْرِفَةُ اَحْوَالِ رُوَّا تِهَا ضَبْطًا وَعَدَا لَة وَمِنْ حَيْثُ كَيْفِيَةِ السَّنَدِ اِتْصَالاً وَانْقِطَاعًا.
“Ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang cara-cara persambungan hadis sampai kepada Rasulullah SAW. Dari segi hal ihwal para perawinya, kedhabitan, keadilan dan dari bersambung tidaknya sanad dan sebagainya”.


B.  Macam-macam Ilmu Hadis
1.    Ilmu Hadis Riwayah
a.    Pengertian
عِلْمٌ يُعْرَفُ بِهِ نَقْلُ مَا أُضِيْفَ لِلنَّبِىِّ صَلْعَمْ قَوْلاً أَوْفِعْلاً أَوْتَقْرِيْرًا أَوْغَيْرَ ذٰلِكَ وَضَبْطُهَا وَتَحْرِيْرُهَا.
“Suatu ilmu pengetahuan untuk mengetahui cara-cara penukilan, pemeliharaan dan pendewanan apa-apa yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW., baik berupa perkataan, perbuatan, ikrar maupun lain sebagainya”.

عِلْمٌ يُشْتَمِلُ عَلَى مَا اُضِيْفُ إِلَى النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَوْلاً اَوْفِعْلاً اَوْ تَقْرِيْراً اَوْصِفَةً
“Ilmu yang mencakup pembahasan tentang segala sesuatu yang dinukilkan/diriwayatkan dari Nabi SAW, baik mengenai perkataan, perbuatan, ketetapan, maupun sifat-sifat beliau”.
Menurut Ibn Al Akfani, sebagaimana yang dikutip oleh Al-Suyuthi, bahwa yang dimaksud Ilmu Hadis Riwayah adalah: Ilmu Hadis yang khusus berhubungan dengan riwayah adalah ilmu yang meliputi pemindahan (periwayatan) perkataan Nabi saw dan perbuatannya, serta periwayatannya, pencatatannya, dan penguraian lafaz-lafaznya.
Menurut Muhammad ‘Ajjaj Al Khathib adalah: ilmu yang membahas tentang pemindahan (periwayatan) segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw, berupa perkataan, perbuatan, taqrir (ketetapan atau pengakuan), sifat jasmaniah, atau tingkah laku (akhlak) dengan cara yang teliti atau terperinci.
Menurut Zhafar Ahmad ibn Lathif Al ‘Utsmani Al Tahanawi di dalam Qawa’id fi ‘ulum al Hadist, adalah Ilmu hadis yang khusus dengan riwayah adalah ilmu yang dapat diketahui dengan perkataan, perbuatan dan keadaan Rasulullah saw serta periwayatan, pencatatan, dan penguraian lafaz-lafaznya.
Jadi, Ilmu Hadis Riwayah adalah suatu ilmu pengetahuan untuk mengetahui cara-cara penukilan pemeliharaan dan pendewanan apa-apa yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, iqrar (ketetapan) maupun yang lainnya.
Ilmu Hadis Riwayah ini sudah ada semenjak Nabi SAW masih hidup, yaitu bersamaan dengan dimulainya periwayatan dengan hadis itu sendiri. Para Sahabat Nabi saw menaruh perhatian yang tinggi terhadap Hadis Nabi saw. Mereka berusaha untuk memperoleh Hadis-Hadis Nabi SAW dengan cara mendatangi Majelis Rasul SAW serta mendengar dan menyimak pesan atau nasihat yang disampaikan beliau. Sedemikian besar perhatian mereka, sehingga kadang-kadang mereka berjanji satu sama lainnya untuk bergantian menghadiri majelis Nabi SAW. Tersebut, manakala di antara mereka ada yang sedang berhalangan. Hal tersebut seperti yang dilakukan Umar r.a., yang menceritakan, “Aku beserta tetanggaku dari kaum Ansar, yaitu Bani Umayyah ibn Zaid, secara bergantian menghadiri majelis Rasul SAW. Apabila giliranku yang hadir, maka aku akan menceritakan kepadanya apa yang aku dapatkan dari Rasul SAW pada hari itu; dan sebaliknya, apabila giliran dia yang hadir, maka dia pun akan melakukan hal yang sama.”
Demikianlah periwayatan dan pemeliharaan Hadis Nabi saw berlangsung hingga usaha penghimpunan Hadis secara resmi dilakukan pada masa pemerintahan Khalifah ‘Umar ibn ‘Abdul ‘Aziz (99 H/717 M - 124 H/ 742 M).
b.   Obyek pembahasan ilmu hadis riwayah
1)   Perilaku dan sifat-sifat Nabi SAW sebagai utusan Allah SWT.
2)   Cara periwayatan Hadis, baik dari segi cara penerimaan dan demikian juga dari cara penyampaiannya dari seorang perawi ke perawi lain;
3)   Cara pemeliharaan Hadis, yaitu dalam bentuk penghafalan, penulisan, dan pembukuannya.
c.    Tujuan mempelajarai ilmu hadis riwayah adalah untuk menghindari kesalahan segala yang diriwayatkan/dinukilkan dari Nabi SAW.
d.   Penyusun ilmu hadis riwayah adalah Muhammad bin Shihab Az Zuhry (W. 124 H).
2.   Ilmu Hadis Dirayah/ Ilmu Mustholah Hadis
a.    Pengertian
اَلْقَانُوْنُ يُدْرَى بِهِ أَحْوَالُ السَّنَدِ وَالْمَتْنِ وَكَيْفِيَّةُ التَّحَمُّلِ وَاْلأَدَاءِ وَصِفَةُ الرِّجَالِ وَغَيْرَذٰلِكَ.
“Undang-undang (kaidah-kaidah) untuk mengetahui hal ihwal sanad, matan, cara-cara menerima dan menyampaikan al-Hadis, sifat-sifat rawi dan lain sebagainya”.
عِلْمُ يُعْرَفُ بِهِ أَحْوَالُ السَّنَدِ وَالْمَتْنِ وَكَيْفِيَّةُ التَّحَمُّلِ وَاْلأَدَاءِ وَصِفاتِ الرِّجَالِ.
“Ilmu untuk mengetahui keadaan sanad dan matan, cara menerima dan meriwayatkan hadis serta sifat-sifat para perawi hadis”.
Menurut Ibn Akfani berpendapat, ilmu hadits dirayah adalah ilmu yang dapat mengetahui hakikat riwayah, syarat-syarat, macam-macam dan hukum-hukumnya, ilmu yang dapat mengetahui keadaan para rawi, syarat-syarat rawi dan yang diriwayahkannya serta semua yang berkaitan dengan periwayahannya.
Menurut Muhammad ‘Ajjaj Al Khathib, Ilmu Hadis Dirayah adalah kumpulan kaidah-kaidah dan masalah-masalah untuk mengetahui keadaan rawi dan marawi dari segi diterima atau ditolaknya.
Jadi, Ilmu Hadis Dirayah adalah pengetahuan tentang rawi dan yang diriwayahkan atau sanad dan matannya baik juga berkaitan dengan pengetahuan tentang syarat-syarat periwayahan, macam-macamnya atau hukum-hukumnya. Ilmu ini disebut juga Ilmu Musthalah Hadis.
Uraian dan elaborasi dari definisi di atas dijekaskan oleh Imam Al Suyuthi, sebagai beikut:
1)   Hakekat Riwayat
Hakikat riwayat, adalah kegiatan sunah (Hadis) dan penyandaran kepada orang yang meriwayatkannya dengan kalimat tahdits, yaitu perkataan seorang perawi “haddatsana fulan”, (telah menceritakan kepada kami si Fulan), atau Ikhbar, seperti perkataannya “akhbarana fulan”.
2)   Syarat Riwayat
Syarat-syarat riwayat, yaitu penerimaan para perawi terhadap apa yang diriwayatkannya dengan menggunakan cara-cara tertentu dalam penerimaan riwayat (cara-cara tahammul al Hadits), seperti sama’ (perawi mendengarkan langsung bacaan Hadis dari seorang guru), qira’ah (murid membacakan catatan Hadis dari gurunya di hadapan guru tersebut), ijazah (memberi izin kepada seseorang untuk meriwayatkan suatu Hadis dari seorang ulama tanpa dibacakan sebelumnya), kepada seorang untuk diriwayatkan), kitabah (menuliskan Hadis untuk seseorang), munawalah, (menyerahkan suatu hadis yang tertulis kepada seseorang untuk diriwayatkan), kitabah, (menuliskan hadis untuk seseorang), i’lam (memberitahu seseorang bahwa Hadis-Hadis tertentu adalah koleksinya), washiyyat (mewasiatkan kepada seseorang koleksi hadis yang dikoleksinya), dan wajadah (mendapatkan koleksi tertentu tentang Hadis dari seorang guru).
3)   Mutthasil
Muttashil, yaitu periwayatan yang bersambung mulai dari perawi pertama sampai perawi terakhir, atau munqathi’, yaitu periwayatan yang terputus, baik di awal, di tengah, ataupun di akhir, dan lainnya.
4)   Hukum Riwayat
Hukum riwayat, adalah Al Qabul, yaitu diterimanya suatu riwayat karena telah memenuhi persyaratan tertentu, dan Al Radd, yaitu ditolak, karena adanya persyaratan tertentu yang tidak terpenuhi.
5)   Keadaan Periwayat Hadis
Al Rawi atau perawi, adalah orang yang meriwatkan atau menyampaikan Hadis dari satu orang kepada yang lainnya; Al Marwi adalah segala sesuatu yang diriwayatkan, yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw atau kepada yang lainnya, seperti sahabat atau yang lainnya Tabi’in, keadaan perawi dari segi diterima atau ditolaknya adalah, mengetahui keadaan para perawi dari segi jarh dan ta’dil ketika tahammul dan adda’ Al Hadist, dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya dalam kaitannya dengan periwayatan Hadis, keadaan marwi adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan ittishal Al Sanad (persambungan sanad) atau terputusnya, adanya ‘illat atau tidak, yang menentukan diterima atau ditolaknya suatu Hadis.
Keadaan para perawi, maksudnya adalah, keadaan mereka dari segi keadilan mereka (Al ’Adalah) dan ketidakadilan mereka (Al Jarh). Syarat-syarat mereka, yaitu syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang perawi ketika mereka menerima riwayat (syarat-syarat pada tahammul) dan syarat ketika menyampaikan riwayat (syarat pada Al Adda’).
6)   Jenis Riwayat
Jenis yang diriwayatkan (Ashnaf Al Marwiyyat), adalah penulisan Hadis di dalam kitab Al Musnad, Al Mu’jam, atau Al Ajza’ dan lainnya dari jenis-jenis kitab yang menghimpun Hadis Nabi saw.
b.   Obyek pembahasan ilmu hadis dirayah adalah penelitian terhadap segala yang berhubungan dengan sanad, matan dan rawi.
Pembahasan tentang sanad meliputi:
1)   Segi persambungan sanad
Segi persambungan sanad (ittishal al sanad), yaitu bahwa suatu rangkaian sanad Hadis haruslah bersambung mulai dari Sahabat sampai pada Periwayat terakhir yang menuliskan atau membukukan Hadis tersebut; oleh karenanya, tidak dibenarkan suatu rangkaian sanad tersebut yang terputus, tersembunyi, tidak diketahui identitasnya atau tersamar.
2)   Segi kepercayaan sanad
Segi kepercayaan sanad (tsiqat al sanad), yatu setiap perawi yang terdapat di dalam sanad suatu Hadis harus memiliki sifat adil dan dhabith (kuat dan cermat hafalan atau dokumentasi Hadisnya ).
3)   Segi keselamatan dan kejanggalan (syadz);
4)   Keselamatan dan cacat (‘illat);
5)   Tinggi dan rendahnya martabat suatu sanad.
Sedangkan pembahasan mengenai matan adalah meliputi segi ke-shahih-an atau ke dhaifan-nya. Hal tersebut dapat dilihat dari kesejalananya dengan makna dan tujuan yang terkandung di dalam Al Qur’an, yakni :
1)   Dari kejanggalan redaksi (rakakat al faz)
2)   Dari cacat atau kejanggalan dari maknanya (fasad al ma’na), karena bertentangan dengan akal dan panca indera, atau dengan kandungan dan makna Al Qur’an, atau dengan fakta sejarah.
3)   Dari kata-kata asing (gharib), yaitu kata-kata yang tidak bisa dipahami berdasarkan maknanya yang umum dikenal.
c.    Tujuan mempelajari ilmu hadis dirayah adalah untuk mengetahui derajat keabsahan hadis sebagai dasar hukum agama (shahih, hasan dan dhaif), dan mengetahui seluk-beluk para perawi dalam meriwayatkan hadis, baik jumlah, keadaan, sifat dan sampainya periwayatan itu kepada Nabi SAW. Atau untuk mengetahui dan menetapkan Hadis-Hadis yang maqbul (yang dapat diterima sebagai dalil atau untuk diamalkan) dan yang mardud (yang ditolak).
d.   Penyusun Ilmu Hadis Dirayah adalah Abu Muhammad Hasan bin Abdurrahman Ar Rumuharmuzi (W. 360 H.).

C.  Penyusun Ilmu Hadis
1.    Muhammad bin Shihab Az Zuhry
Nama sebenarnya adalah Muhammad bin Muslim bin Abdullah. Ia tinggal di Ailah sebuah desa antara Hijaz dan Syam, reputasinya menyebar sehingga ia menjadi tempat berpaling bagi para ulama Hijaz dan Syam. Selama delapan tahun Ibnu Syihab Az Zuhri ia tinggal bersama Sa’id bin Al Musayyab di sebua desa bernama Sya’bad di pinggir Syam. Disana pula ia wafat pada tahun 123 H, sebagian menyatakan wafat tahun 125 H.
Ia membukukan banyak hadits yang dia dengan dan dia himpun. Berkata Shalih bin Kisan:” Aku menuntut ilmu bersama Az Zuhri, dia berkata: mari kita tulis apa yang berasal dari Nabi Shallallahu alaihi wassalam, pada kesempatan yang lain dia berkata pula: “Mari kita tulis apa yang berasal dari Sahabat”, dia menulis dan aku tidak. Akhirnya dia berhasil dan aku gagal”.
Kekuatan hapalan dan kecermatan Az Zuhri dapat disimak oleh Hisyam bin Abdul Malik pernah ia meminta untuk mendiktekan kepada beberapa orang anaknya, dan az-Zuhri ternyata mampu mendiktekan 400 hadits. Setelah keluar dari rumah Hisyam dan kepada yang lainpun ia menceritakan 400 hadits tersebut. Setelah sebulan lebih ia bertemu lagi dengan Az Zuhri, Hisyam berkata kepadanya “Catatanku dulu itu telah hilang “, kali ini dengan memanggil Juru tulis Az Zuhri mendiktekan lagi 400 hadits tersebut. Hisyam mengagumi kemampuan Az Zuhri,.
Kecermatan dan penguasaan hadits oleh Az Zuhri membuat Amr bin Dinar mengakui keutamaanya dengan berkata :”Aku tidak melihat ada orang yang yang pengetahuannya terhadap hadits melebihi az-Zuhri”.
Az Zuhri memang selalu berusaha keras untuk meriwayatkan hadits, ada yang berkata bahwa Az Zuhri menghimpun hadits jumlahnya mencapai 1.200 hadits, tetapi yang musnad hanya separuhnya.
Az Zuhri meriwayatkan hadits bersumber dari Abdullah bin Umar, Abdullah bin Ja’far, Shal bin Sa’ad, Urwah bin Zubair, Atha’ bin Abi Rabah. Ia juga mempunyai riwayat riwayat yang mursal dari Ubadah bin Shamit, Abu Hurairah, Rafi’ bin Khudaij, dan beberapa lainnya.
Imam bukhari berpendapat bahwa sanad Az Zuhri yang paling shahih adalah Az Zuhri, dari Salim, dari ayahnya. Sedangkan Abu Bakar bin Abi Syaibah menyatakan bahwa sanadnya yang paling shahih adalah Az Zuhri, dari Ali bin Husain, dari bapaknya dari kakeknya (Ali bin Abi Thalib)”.
Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang dinobatkan akhir abad pertama Hijriyah, yakni tahun 99 Hijriyah, mendukung kelestarian hadits. Beliau sangat waspada dan sadar bahwa para perawi yang mengumpulkan hadits dalam ingatannya semakin sedikit jumlahnya karena meninggal dunia. Beliau khawatir apabila tidak segera dikumpulkan dan dibukukan dalam buku-buku hadits dari para  perawinya, mungkin hadits itu akan lenyapnya  dari para penghapalnya. Khalifah Umar bin Abdu bin Aziz memerintahkan guberbur Madinah, Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm untuk membukukan hadits-hadits Nabi dari para penghafal.
Pengumpulan Hadits khususnya di Madinah ini belum sempat dilakukan secara lengkap oleh Abu Bakar bin Muhammad bin Hazm dan akhirnya usaha ini diteruskan oleh Imam Muhammad bin Muslim bin Syihab Az Zuhri (w. 124) yang terkenal dengan sebutan Ibnu Syihab Az Zuhri. Beliaulah sarjana Hadits yang paling menonjol di jamannya.  Atas dasar ini Umar bin Abd Al Aziz pun memerintahkan kepada anak buahnya untuk menemui beliau.
Menurut para ulama hadits-hadits yang dihimpun oleh Abu Bakar ibn Hazm masih kurang lengkap, sedangkan hadits-hadits yang dihimpun Ibnu Shihab Az Zuhri dipandang lebih lengkap. Akan tetapi sayang sekali karena karya kedua tabi’in ini lenyap sehingga tidak sampai kepada generasi sekarang.
Al Zuhri dengan usahanya tersebut dipandang sebagai pelopor Ilmu Hadis Riwayah; dan dalam sejarah perkembangan Hadis, dia dicatat sebagai ulama pertama yang menghimpun Hadis Nabi SAW.
2.   Abu Muhammad Hasan bin Abdurrahman Ar Rumuharmuzi
Namanya adalah Al Qadhi Abu Muhammad Al Hasan bin Abdurrahman bin Khalad Ar Rumuharmuzi. Tahun kelahirannya tidak disebutkan secara ekspelesit oleh para ahli sejarah, namun dari riwayat perjalanan hidupnya dan kegiatan periwayatan hadits yang dilakukannya, Ajjaj Al Khathib menyimpulkan bahwa Ia lahir sekitar tahun 265. dan meninggal dunia pada tahun 360 H
Ar Rumuhurmuzi adalah seorang ulama besar dan terkemuka dalam bidang hadits pada zamannya, dan beberapa karyanya muncul seiring dengan kebesarannya dalam bidang hadits tersebut. Al Sam’ani berkata, “Dia adalah seorang yang termuka dan banyak pembendaharaannya dalam hadits. Komentar dari Adz Dzahabi yang mengatakan, “Ar Rumuhurmuzi adalah seorang imam hafiz, seorang muhaddist non Arab, dia menulis, menyusun dan melahirkan berbagai karya ilmiah mengikuti jejak para ulama hadits dan juga ahli syi’ir, kemudian, dari segi kualitas pribadinya dia adalah seorang yang hafizh, tsiqat, ma’mun dan melalui kesan-kesan, pengalaman dan peninggalan karya ilmiahnya, dapat disimpulkan bahwa dia adalah seorang yang terpelihara muru’ah-nya, mulia akhlaknya dan bagus kepribadiannya”.
Diantara para gurunya dalam bidang hadits adalah ayahnya sendiri, yakni Abd Ar Rumuharmuzi meninggal dunia pada tahun 360 H, Abu Hushain Muhammad ibn Al Husain Al Wadi’i (W. 296 H), Abu Ja’far Muhammad Ibn Al Husain Al Khats’ami (221-315 H), Abu Ja’far Umar ibn Ayyub Al Saqthi (W. 303 H), dan lain-lain. Sedangkan diantara para muridnya yang meriwayatkan hadits-haditsnya adalah Abu al-Husain Muhammad ibn Ahmad Al Shaidawi, Al Hasan ibn Al Laits Asy Syirazi, Abu Bakar Muhammad ibn Musa ibn Mardawaih, Al Qadhi Ahmad ibn Ishaq Al Nahawindi, Abu Al Qasim Abdullah bin Ahmad ibn Ali Al Baghdadi, dan lain-lain.
Ilmu dirayah menjadi alat bagi ilmu riwayah. Sekalipun ilmu dirayah telah menjadi pembahasan para ulama sejak abad ke-2 H, namun ilmu ini belum dibahas secara khusus dalam sebuah kitab tertentu.
Pada abad keempat dan kelima hijrah mulailah ditulis secara khusus kitab-kitab yang membahas tentang Ilmu Hadis yang bersifat komprehensif. Selanjutnya, pada abad setelah itu mulailah bermunculan karya-karya di bidang Ilmu Hadis ini yang sampai saat ini masih menjadi referensi utama dalam membicarakan ilmu hadis adalah Ar Rumuharmuzi kitabnya Al Muhaddits al Fashil Baina al Rawi wa al Wa’i. (ahli hadis yang membedakan antara perawi dan pemelihara hadis). Buku ini dipandang sebagai karya Ar Rumuharmuzi terlengkap mengenai ilmu hadis.
Kitab ini merupakan kitab terbesar dalam bidangnya sampai saat itu. Pembahasanya mencakup tata tertib rawi dan muhaddis, tehnik penerimaan dan penyampaiaan hadis, kesungguhan ulama dalam mengemban ilmu ini, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan disiplin ilmu hadis.
Selain tersebut, Ar Rumuharmuzi juga menulis sejumlah kitab, yang diantarannya adalah : Adab Al Muwa’id, Abad Al Nathiq, Imam al Tanzil fi Al Qur’an Al Karim, Amtsal An Nabawi, Al Illal fi Mukhtar Al Akhbar .



Tidak ada komentar:

Posting Komentar